Sekembalinya Raydhan dari rumah Anin. Gadis itu langsung diseret oleh Mamanya dan tentu saja Navan mengekorinya dari belakang, layaknya seorang prajurit mengawali ratunya.
"Shh sakit Ma tangan Anin" Ringis Anin karena daritadi Mamanya menariknya dengan kasar.
Dugg
"Aduhh sak-sakit Ma" Setelah mendorong tubuh mungil Anin, dengan gesitnya tangan Mamanya menjambak rambut Anin. Anin menatap nanar Mamanya, apa lagi kesalahan yang ia lakukan.
"Hahaha, terus Ma. Biar gak jadi kebiasaan pulang malem" Ucap Navan sambil bersedekap di depan pintu. Emosi yang tersulut seketika terbang entah kemana setelah melihat Anin tersiksa.
"Siapa yang ngajarin kamu jadi wanita malam hah!! Apakah pantas seorang anak Brata berperilaku seperti kamu! Tidak ada di dalam sejarah keluarga Brata seperti kamu Anin!!" Teriak Mamanya menggema diseluruh ruangan kamar Anin.
"Sa-kit Ma...lepash-in" Lirih Anin, sungguh rambutnya terasa seperti akan lepas dari kepalanya. Anin tidak mengerti apa alasan dibalik kemarahan ini.
"Anin minta maaf kalo udah buat salah, walaupun Anin nggak tau kenapa Mama sama Kak Navan marahin Anin" Ucap Anin sangat pelan dan air matanya terus mengalir.
Setelah puas memberi pelajaran pada sang anak, Mamanya pergi dari kamar. Begitu juga dengan Navan yang keluar dari kamar mengikuti jejak sang Mama. Layaknya prajurit menjaga seorang ratu.
Drrtt drrtt...
Anin menoleh ke arah ranjangnya, dimana tasnya berada. Ia merogoh isi tasnya dan memgambil ponselnya yang masih bergetar.
Raydhan??
Anin menetralkan nafas dan suaranya, "Halo Ray" Ucapnya pelan.
"Huufftt, akhirnya lo angkat. Gue khawatir sama lo Nin. Lo ga diapa-apain sama nyokap lo kan?" Tanyanya khawatir. Setelah pulang dari rumah, Raydhan segera menelpon Anin karena khawatir dengan keadaan gadis itu.
"Hmm, gue gapapa kok. Kenapa Ray?"
"Ray?" Ulang Anin karena tidak mendapat balasan dari seberang sana.
———
Raydhan berdiri di batas balkon kamarnya. Ia tak berhenti mondar-mandir dengan ponsel di telinganya.
"Halo Ray" Ucap Anin pelan. Raydhan tak berhenti mengucapkan kata syukur. Akhirnya gadis itu mengangkat telponnya juga.
"Huufftt, akhirnya lo angkat. Gue khawatir sama lo Nin. Lo ga diapa-apain sama nyokap lo kan?" Tanyanya khawatir. Setelah pulang dari rumah, Raydhan segera menelpon Anin karena khawatir dengan keadaan gadis itu.
"Hmm, gue gapapa kok. Kenapa Ray?"
"Ray?" Ulang Anin karena tidak mendapat balasan dari Laki-laki itu. Raydhan sangat senang ketika mendengar ketika Anin memanggilnya dengan nama 'Ray'.
Dimana yang lain memanggilnya dengan panggilan Dhan, dan gadis itu memanggilnya Ray. Tidak ada yang spesial memang, tetapi ntah kenapa panggilan itu membuatnya seperti anak SMP jatuh cinta.
"Eh-iya Nin, gue tadi itu hmm a-anu.." Ucap Raydhan terbata-bata. Anin membuatnya gugup seketika.
"Hahaha kenapa lo gagap gitu, geli gue dengernya" Raydhan mengulas senyumnya saat mendengar suara kekehan Anin. Melihat Anin bahagia, laki-laki itupun merasa hal yang sama.
"Yaudah deh kalo gitu, lo tidur Nin kan besok sekolah. Goodnight By"
"Eh, apa tadi? Goodnight apaan? By?"
Raydhan menggelengkan kepalanya walaupun gadis itu tidak dapat melihatnya, "Nggak bukan-bukan. Salah denger kali lo, maksud gue Goodnight Nin, iya gitu"
Raydhan menghembuskan nafas leganya setelah Anin mengiyakan ucapannya. Dan mungkin malam ini Raydhan akan tidur dengan mimpi yang indah setelah mendengar suara Anin.
———
Anin baru saja selesai menyiapkan keperluannya sekolah. Ia tidak sempat mendaftar pelajarannya tadi malam karena sehabis telponan bersama Raydhan, ia sudah jatuh ke alam mimpi.
Anin mengerutkan dahinya ketika mendengar suara yang familiar di ruang makan keluarganya. Siapa pagi-pagi bertamu kerumah, pikir Anin.
"Hahaha Tante bisa aja. Saya tau kok kalo saya ganteng. Ga enak jadinya kalo dipuji gini"
"Coba kalo Tante punya anak ga-..."
"Raydhan?" Tanya Anin ketika melihat sosok Raydhan di meja makan, "Ngapain kesini?" Lanjut Anin.
Keempat orang yang sedang sarapan menolehkan kepalanya kesamping, tempat Anin berdiri. "Eh-gue mau jemput lo" Ucap Raydhan santai, tapi tidak dengan laki-laki di depannya, Navan.
"Hmm, gue bisa berangkat sendiri Ray"
"Yahh, kan gue udah jemput lo kesini, masa lo mau berangkat sendiri" Ucap Raydhan dengan nada sedihnya, membuat Navan membuka suaranya.
"Drama pagi-pagi" Ucapnya pelan namun dapat mengalihkan perhatian semua orang disana. Tidak ingin berdebat dengan kakaknya, Anin berinisiatif mengajak Raydhan untuk berangkat sekarang.
"Yuk Ray, berangkat sekarang. Ma, Pa, Kak, Anin ke sekolah dulu ya. Assalamualaikum" Pamit Anin setelah menyalami kedua orang tuanya, dan diikuti oleh Raydhan.
"Tan, Om, Bro, Raydhan pamit juga. Assalamualaikum" Raydhan berjalan mengikuti langkah gadis di depannya. Anin tampak tidak ceria pagi ini, membuat Raydhan bertanya-tanya apa yang terjadi setelah ia mengantar Anin.
———
Mereka -Anin dan Raydhan- berjalan beriringan menuju kelasnya di lantai 1. Untuk kelas X berada di lantai 2, sedangkan kelas XII berada di lain gedung.
Mungkin karena mereka keasyikan bercanda, mereka tidak memperhatikan sekitar. Dimana ada seorang laki-laki yang memperhatikannya dari jauh dengan tatapan tajamnya. Tatapan yang ditakuti oleh Anin. Tak lain tak bukan, laki-laki itu adalah Navan.
"Mungkin emang sekarang alam berpihak sama lo. Tapi, liat kedepannya. Alam bakalan berpihak sama gue..." Ucap Navan dengan penuh penekanan.
TBC!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Novela Juvenil"Cewek nangis gak selalu cengeng" __________ "Panggil gue jika lo butuh sandaran" __________ "Perempuan dapat tersenyum kepada banyak laki-laki. Namun hanya kepada satu laki-laki ia dapat berbagi air matanya, dan gue harap itu gue" -Raydhan- By :...