• promise 5 •

43 11 3
                                    

"Dan mulai sekarang, kamu selalu dianter oleh Pak Amin. Tidak ada bantahan" Anin hanya menunduk, tidak dengan Navan, laki-laki itu tersenyum puas mendengarnya. Itu berarti ia tidak akan merasa terganggu dengan kehadiran Anin lagi, tidak perlu repot-repot pulang bersama, dan ia merasa senang karena adik manisnya selalu dimarahi oleh kedua orang tuanya.

Jika ditanya, apa yang membuat Navan senang. Tentu saja jawabannya adalah saat melihat Anin tersiksa, baik batin maupun fisik. Kadang luka dihati akibat ucapan lebih sakit daripada luka jatuh. Ucapan yang kasar dapat melukai hati seseorang, dan tentu saja tidak ada obat yang mengobatinya. Seseorang mungkin akan memaafkannya tetapi lukanya masih terasa. Seolah otak kita mengajak untuk flashback ke masa lalu, dan mengakibatkan kesakitan itu lagi.

Anin berjalan kembali ke kamarnya, kamar dengan penuh kenangan. Kenangan dimana ia dikurung, dimarahi, bahkan ditampar oleh orang tuanya sendiri.

Flasback⌛️⏳

Anin baru saja pulang dari sekolah, dengan tubuh yang sudah lengket karena keringat. Ia terpaksa berjalan kaki dari sekolah karena Navan tidak mengantarnya pulang. Laki-laki itu memilih untuk mengajak pacarnya jalan-jalan dibanding mengantarkan adiknya pulang.

Anin masuk ke dalam kamar dan membersihkan dirinya. Lalu gadis itu mengerjakan tugas yang diberikan gurunya dan harus dikumpulkan besoknya. Kadang ia berpikir kenapa jadwal pelajaran kelasnya sangat tidak mengenakan. Misalkan hari ini ia ada pelajaran matematika peminatan, dan besoknya sudah ada pelajaran itu lagi.

Dimana tugasnya akan sudah dinilai besoknya, tanpa mempunyai jeda waktu minimal satu hari saja. Saat sedang menjawab soal, tiba-tiba Anin merasa tangannya ditarik paksa dan didorong kuat. Tubuh kecilnya sudah terjatuh ke lantai yang dingin, Anin meringis kecil saat merasakan denyutan di daerah bokongnya.

"Kenapa kamu tidak pulang bersama Navan?! Kamu tau Navan kecelakaan, mobil yang dikendarainya menabrak. Harusnya kamu yang kecelakaan mobil itu!! Bukannya anak saya Navan! Coba saja kalau kamu mengajaknya pulang Anin, pasti kecelakaan itu tidak akan terjadi!!!" Anin tercengang mendengar kabar dari Mamanya. Dan...

Plakk

Pipi kiri Anin terasa panas, tangan mulus itu berhasil membuat jiplakan tangan di pipi kiri Anin. Walaupun sudut bibir Anin tidak berdarah, tetap saja sakitnya ditampar itu terasa. Apalagi ditampar oleh Mama sendiri. Orangtuanya sendiri, orang yang melahirkannya, yang darahnya masih berhubungan dengannya.

Navan kecelakaan? Dan ia yang disalahkan. Dimana letak hubungannya dengan kecelakaan Navan itu. Tentu ia pun turut sedih mendengar ucapan Mamanya, tetapi hatinya tentu juga sakit. Dan yang paling membuat Anin sakit hati adalah 'bukannya anak saya Navan yang kecelakaan"

Kalimat itu selalu mengulang ucapanya sang Mama, jadi selama ini hanya Navan yang dianggap anak oleh kedua orangtuanya, tidak dengan Anin.

Anin menggelengkan kepalanya, dan dengan refleks Anin memegangi pipi kirinya. Pipi yang sudah pernah ditampar oleh Mamanya. Apakah memang sudah takdir Anin untuk tidak mendapatkan kasih sayang.

"Apa emang gue ga berhak hidup bahagia....
walaupun itu sesaat" Lirihnya bahkan hampir saja tidak terdengar.

———

Raydhan terlihat lebih fresh dari sebelumnya. Setelah mengantar Anin, ia segera membersihkan dirinya. Seharian ini Raydhan mengurus kepindahannya dari luar negeri. Lalu mengikuti pelajaran yang ugh menguras otak. Tapi semua itu seakan lenyap karena ia bertemu dengan seorang gadis polos. Shaneen.

"Ehh anak Mama senyum-senyum sendiri, ada apa sih??" Raydhan tak sadar kalau bibirnya sudah membentuk cekungan manis. "Apasih Ma, nggak kok" Elak Raydhan.

"Hahaha, iya Mama percaya deh. Oh ya yuk turun makan malem dulu" Ajak Mamanya sambil menggandeng tangan Raydhan. Laki-laki itu mendengus kesal, "Ma, Ay udah gede bukan anak kecil lagi" Ya, Raydhan memanggil dirinya dengan nama 'Ay' jika itu dengan keluarganya.

Keluarga kecil itu selesai makan malam, Ayah dan anak laki-lakinya sudah duduk di depan TV dan Ibu bersama anak perempuannya tengah membersihkan piring dan peralatan makan yang lain.

"Abang...bantuin Rachel kerjain pr dong" Ucap anak perempuan yang berkisar 10 tahun itu pada sang abang.

Raydhan melepaskan pegangan di lengannya itu, "Kerjain sendiri ah-..."

"ASTAGAAA ABANG PUNYA PR" Ucap Raydhan yang teringat dengan tugas matematikanya tadi.

———

Seluruh murid sudah hampir memenuhi ruangan kelas XI IPA 3 itu. Dan termasuklah Anin, Aura, Keenan, dan sahabat baru mereka, Raydhan.

"Aninn yang baik, liat pr lo dong. Gue ga semp-.." Belum sempat Keenan menyelesaikan ucapannya, Anin sudah terlebih dahulu diberikan buku pr nya kepada Keenan.

"Hehehe baik banget sih Nin sini sini peluk Babang Keenan" Dengan santainya Anin menoyor kepala Keenan dan mendapat gelak tawa dari Aura dan Raydhan, "Dihh najis"

"Anjirrr Nin, gokil lo hahaha" Aura mengakak, bahkan wajahnya sudah berubah menjadi merah. Begitu pula dengan Raydhan walaupun tawanya tidak seheboh Aura. Sedangkan Anin hanya menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah menjijikan Keenan.

"Udah cepet lo kerjain, bentar lagi jam pelajaran dimulai" Ucap Raydhan menyudahi tertawanya tadi, ia memang bicara pada Keenan tetapi pandangannya tidak terlepas dari Anin. Sosok polos yang mampu membuat Raydhan jungkir balik.

TBC!!

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang