• promise 20 •

53 4 8
                                    

Navan masih berdiri di depan ruangan inap Anin. Nafasnya memburu dan tangan kanannya mengepal kuat. Ia menghirup nafas dalam-dalam guna mengurangi rasa emosinya.

Ia berjalan ke arah sofa dan menyalakan televisi disana. Tak lupa dengan volume yang memang sengaja ia besarkan. Anin merasa tidurnya terganggu karena suara televisi itu. Ia pun membuka matanya melihat siapa yang membuka televisi itu. "Kak Navan?" Tanya Anin setelah memasati postur tubuh yang duduk di sofa itu.

Navan mengalihkan perhatiannya, rencananya mengusik tidur Anin ternyata berjalan lancar. "Bangun juga akhirnya"

Anin menghelas nafasnya, "Kak Navan sama siapa kesini?" Tanya Anin. Tak lama, Raydhan terbangun dari tidurnya. Tidurnya pun menjadi tidak nyaman setelah mendengar suara bising itu.

"Liat aja sendiri, punya mata kan" Ucap Navan sambil memainkan ponselnya. "Ehm, btw itu mau nyebrang apa" Sindir Navan karena tangan Anin dan Raydhan masih berpegangan.

Dengan refleks, Anin melepaskan genggaman tangannya. Membuat Raydhan kesal dengan tingkah Navan.

"Yaelahh nih Kakak Ipar kagak ngerti apa yak" Batin Raydhan.

"Nin, gue ke toilet bentar ya" Raydhan berdiri dan berjalan ke arah toilet yang berada tak jauh dari sofa tempat Navan duduk. Sebelum ia berjalan ke arah toilet, Raydhan terlebih dahulu berjalan mendekat ke arah Navan dan berbisik, "Masih inget Anin juga lo"

Navan melirik sinis ke arah Raydhan yang sudah masuk ke dalam toilet. Kini, Navan berjalan mendekat ke tempat Anin berbaring. "Sini lo!!" Ucap Navan tegas.

"Tapi Kak-..." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, sudah terlebih dahulu Navan menarik paksa tangan mungil Anin dan menyebabkan tubuh Anin oleng dan..

Brukk...

"Shh aww, sakit Kak" Ucap Anin pelan. Tubuhnya masih belum fit dan sudah terjatuh akibat Navan. "Halah lebay lo, cepet berdiri!"

Raydhan memepercepat kegiatannya di dalam toilet saat mendengar kegaduhan dari luar. Baru melangkahlan kaki kanannya, Raydhan sudah melihat tubuh Anin yang terduduk di lantai. "Anin!" Dengan sigap Raydhan mengangkat tubuh Anin dan mendudukannya kembali di brankarnya.

"Lo apain Anin hah?! Adek sendiri aja lo giniin, dimana akal lo setan!"

"Weh lo apa-apaan ngatain gue. Terserah gue dong, mau adek kek, babu kek. Kagak ngurus" Ucap Navan acuh. Dengan amarah yang memuncak Raydhan melayangkan satu pukulan.

Bughh...

"Asal lo tau, Anin sekarang lumpuh. Lumpuh bego! Hahaha iyaya, lo kan kakak yang nggak tau diri, wajar aja sih kalo ga tau keadaan Anin"

Navan tercengang. Telinganya yang salah mendengar  atau memang itulah faktanya,  kalau Anin lumpuh. Mata tajamnya menatap ke arah Anin dengan tatapan sayu. "Lo...lum-puh?" Tanya Navan pelan. Anin tidak menjawab pertanyaan Navan, ia lebih memilih untuk memalingkan wajahnya. Dengan sangat jelas kalau Anin menangis.

Tanpa menunggu jawaban Anin, Navan segera pergi dari ruangan. Menyisakan Anin dan Raydhan. Perlahan Raydhan mendekat dan tangannya terangkat namun ditahan oleh Anin.

"Ray, lo pulang aja. Gue ga apa-apa kok disini sendirian" Ucapnya sambil membaringkan tubuhnya dan membelakangi Raydhan.

"Yaudah gue pulang, nanti kalo udah mandi gue kesini lagi. Lo hati-hati disini, kalo perlu apa-apa panggil suster aja, jangan ngelakuin sesuatu. Gue pulang dulu" Pamitnya, tetapi sebelum pergi ia menyempatkan untuk mengusap lembut kepala Anin.

———

Navan mempercepat laju mobilnya. Emosinya masih memuncak, belum dapat ia redakan. Dan tentu penyebabnya saat di rumah sakit tadi. Ia masih kesal dengan dirinya sendiri. Ia benci dengan kedua tangannya sendiri. Ia benci dengan apa yang ia lakukan tadi.

"Apa yang gue lakuin tadi, gue nggak bakal narik lo kalo gue tau kebenarannya. Arghhh!!" Teriaknya frustasi sambil mencengkam rambutnya. Dengan cepat ia memutar balik kemudinya dan mengendarai mobilnya menuju jalan rumahnya. Ia memarkirkan mobilnya sembarang dan berjalan ke arah pintu rumah. Dilihatnya Mamanya dan Papanya duduk santai di ruang tamu sambil menonton acara televisi.

"Ma, Pa" Kedua orang tua itu menoleh kesamping melihat putranya berjalan dengan nafas terengah-engah.

"Ada apa sih Van? Kenapa engapan gitu" Tanya Santi pelan. Navan berdiri di depan mereka dan menatapnya tajam. "Apa Mama sama Papa tau kalo Anin udah sadar?"

"Tau, kenapa?" Tanya Santi lagi, sedangkan Papanya hanya menyimak saja. "Apa Papa sama Mama tau kalo Anin lumpuh?"

"Hmm tau, kenapa sih?"

"Kenapa? Mama tanya kenapa? Mama kenapa nggak kasih tau Navan kalo Anin udah sadar dan dia sekarang lumpuh?" Ucapnya memburu.

"Emang ada apa? Kenapa kamu emosi gitu?" Tanya Papanya menengahi keduanya. "Arghh..yaudah Navan keatas dulu"

"Udahlah ga usah dipikirin. Sekarang kamu istirahat, nanti sorean kita ke rumah sakit karena Nenek kamu juga mau kesana" Ucap Santi sambil memperhatikan acara TV lagi.

TBC!!!

Hola-hola gengss. Baru bisa update lagi hehehe. Jangan lupa vomment yupp...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang