Dia Pinsan

4.8K 237 2
                                    

Abbad Pov

Seperti biasanya. Ketika malam tidak ada jadwal mengajar. Aku mengisinya dengan membaca buku di balkon kamarku yang menghadap ke arah taman komplek putri. Aneh memang di komplek putri ada tamannya. Tapi tak pernah seorang santri putri pun kesana. Tempat itu hanya di kunjungi ketika ro'an. Sekali dalam sepekan.

Samar-samar ku melihat seseorang berjalan sambil menunduk di area taman. Aku semakin memperhatikannya. Siapa dia?

Ah! Sudahlah. Palingan santri putri mau cari tempat sepi buat ngehafalin pelajaran. Pikirku.

Ck! Apaan, sih? Masa iya ngehafal pelajaran di luar, malem-malem lagi.

***
Sampailah aku di taman ini. Dari jauh kulihat baik-baik siapa yang ada di bawah pohon itu.

Ternyata gadis tadi sore yang nggak mau masuk kelas itu. Ngapain dia di sana. Berani banget malem-malem keluar.

Hmm aku kerjain ah.

Perlahan aku mulai mengangkat kaki untuk melangkah maju. Belum sempat aku melangkah seseorang lebih dulu mendekatinya. Ah! Fitri!

Ya udah deh. Aku perhatiin aja dari sini.

Fitri menepuk punggung gadis itu. Yang membuatnya menegakkan kepalannya yang menunduk sedari tadi.

Ia terlihat sangat terkejut dengan tepukan itu. Ah lucu juga ternyata. Gadis keras itu juga bisa takut. Haha batinku menertawakannya.

Tapi kenapaa dia lemas. Sepertinya dia pinsan. Ah masa?! Gitu aja pinsan. Aku masih terus mempethatikannya. Dia benar-benar pinsan.

Fitri terlihat panik dan menepuk-nepuk pipi gadis itu.

"Tolong!!"

"Tolong!!" Fitri terus berteriak meminta bantuan.

Ah, terpaksa deh aku harus maju.

***

"Kenapa?" Tampang dinginku masih bisa keluar. Meski hatiku sebenernya pengen banget ketawa lihat cewek keras kepala yang bisa pinsan ini.

"Eh, Gus Abhan.. Aa.. Aa.. Anuu.." Fitri terlihat sangat gugup melihatku.

Tanpa menunggu Fitri menyelesaikan gugupnya. Aku mengangkat gadis pinsan ini.

"Kamar apa?" Aku bertanya pada Fitri di mana kamar gadis ini.

Dan Fitri malah bertambah bengong. Aiiisshh!! Kenapa sih. Santriku satu ini bengang bengong mulu. Nggak tau apa ya ini keburu berat.

"Fit.. Kamar apa? Ayo ini keburu berat.?!"

"Oh.. Maaf. Anu Gus, Ghurfatul Wardah. Iya, Ghurfatul Wardah." Hmmm coba gitu dari tadi.

Tapi kalo aku bawa ke kamarnya bisa gempar donk seisi kamar.

"Mm, Fit. Ini aku bawa ke ndalem aja ya, takut ribut kamarnya."

"Enggih.. Enggih monggo, Gus." Fitri menjawab dengan menunduk menguntitku di belakang.

***

Lampu-lampu di taman ini menyinari wajah gadis di gendonganku ini. Masyaallah indahnya ciptaan-Mu. Ujung hidungnya merah. Menandakan Ia baru menangis.

Bruk. Fitri menabrakku karna berjalan menunduk. Membuatku sadar bahwa aku terhenti karna wajah di hadapanku ini. Astagfirullah.

"Maaf, Gus. Maaf." Dari suaranya ia terlihat sangat ketakutan.

"Udah nggak papa. Aku yang berhenti mendadak. Udah ayo!" Tidak biasanya aku selembut ini tanpa nada dingin. Mungkin efek perempuan di gendonganku #uppss.

***

"Abbad. Kamu gendong siapa?" Terlihat umi yang panik dan kaget melihatku yang tak pernah sekalipun menyentuh perempuan selain umi dan Ifa adikku. Kini tengah menggendong seseorang.

"Mboten retos, umi. Kayaknya santri baru tadi pinsan di taman"

"Ohh.. La ini Fitri?" Umi melihat Fitri di belakangku yang sudah bersimpuh.

"Enggih, umi. Ini temennya Fitri jadi Abbad suruh dia ikut."

"Oh, ya udah. Turunin di kamar tamu aja itu" Umi menunjuk gadis pinsan ini.

"Baik, umi"

***

"Kamu jaga dia ya, Fit. Di lepas aja ketudungnya jangan di kasih bantal dan kasih dia minyak kayu putih. Biar cepet siuman." Aku memerintahkan Fitri untuk menjaganya.

"Enggih, Gus."

"O, iya. Nanti kalo sudah sadar. Beri tau saya" Dan akupun keluar kamar membiarkan Fitri memulai menyadarkan gadis yang belum jelas ku tau namanya itu. Seperti La.. Laila.. Atau Laelaa atau entahlah.

***

"Abbad.." Umi menyegatku di pintu.

Cinder-ella di PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang