Lelah

3.5K 210 9
                                    

Pencet vote and komen, maaf pendek. Hati-hati typo bertebaran.

***

"Nay, ruang pengurus dimana?" kali ini aku kembali ke kamar tidak bersama Fitri. Ia sedang ada urusan dan cepat-cepat kembali ke kamar lebih dulu.

"Mbak Laila, mau ngapain?" Nayla, salah satu teman makan senampan tadi balik bertanya.

"Oh, enggak ada urusan aja dikit" sambil menunjukkan al-qur'an hitam di tangan.

"Mau setoran?"

"Setoran? Emang ada ya?" lagi-lagi aku dibuat nggak paham dengan istilah-istilah pesantren ini.

"Iya ada mbak" Nayla dengan wajah polosnya.

"Uang gitu? Berapa?" entah kenapa pikiranku kalo setoran berarti ngirim uang, seperti tukang angkot ngirim uang ke juragannya gitu.

"Hehehe ya nggak lah, Mbak. Itu mah setorannya tukang  becak" kekeh Nayla.

"Terus?"

"Hafalan surat"

"Ooh..."

"Mbak Laila, tau ruang tamu?" kami berhenti sebentar di pertigaan sebelum tangga naik ke kamar.

"Iya, lurus aja kesana, kan?" tunjukku kearah kanan.

"Nah, nanti disebelah ruang tamu ada ruang pengurus. Ada tulisannya di pintunya, Mbak" intruksi Nayla.

"Oh, oke. Ini aku titip mukena, ya. Kasiin Fitri aja, suruh masukin lemari. Makasih ya?" kulepas kerudung besar yang masih kupakai dari mushola dan melipatnya asal.

"Iya, Mbak. Sama-sama" senyum bersahabat muncul dari bibirnya.

"Ya udah aku duluan, ya?" pamitku kemudian berbelok menuju jalan ke tempat yang akan ku tuju.

***
Lorong yang ku pijaki cukup membuat siapapun yang melewati berdiri bulu kuduknya. Lampu-lampu dengan cahaya temaram memendar diantara kabut tipis yang menyelimuti udara malam ini. Cuaca mendung.

Semakin ku percepat langkahku melewati bangunan yang terdiri dari beberapa ruang ini, aku belum tau apa fungsinya.

"Hiks hiks hiks" suara sesenggukan seseorang terdengar tak jauh dariku. Leher belakangku serasa meremang. Aku tak punya cukup keberanian untuk menoleh ke belakang, memastikan siapa pemilik suara itu.

"Hiks hiks hiks" suara tangisan semakin jelas tertangkap telingaku, kurasa ruangan di depan sana sumbernya. Lebih tepatnya ruang tamu.

Aku berhenti tepat sebelum ruang penerimaan orang asing itu. Ku arahkan mataku pada daun pintu dari kaca dan kayu bercat hijau disampingku. Mencari-cari dimana tulisan berbunyi 'PENGURUS' berada.

Rupanya aku harus kecewa. Hanya ada tulisan arab berbentuk kaligrafi indah dari irisan bambu, yang jika ku eja dengan pelan akan berbunyi 'ROISATUL MA'HAD' entah apa itu artinya. Yang ku yakin bukan ruangan yang kucari.

Satu kenyataan pahit lagi harus ku terima, saat ku lihat ada satu ruang paling ujung setelah ruang tamu. Secara tidak langsung berarti itulah ruang yang kucari. Dengan sedikit gemetar kuberanikan melewati ruangan asal tangisan menyayat hati itu untuk sampai kesana.

"Hiiih, gini banget sih. Mana sepi lagi" kupegang erat al-qur'an di tanganku. Semua gara-gara insiden asal ambil. Makannya, aku peringatkan buat kalian semua para readers, jangan suka sembarangan ghosob milik orang lain. Catat itu baik-baik.

Keringat dingin membasahi telapak tanganku. Ingin rasanya balik badan dan ngacir ke kamar jika tidak ingat pemilik al-qur'an itu yang kebingungan mencari.

Cinder-ella di PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang