Assalamu'alaikuuum... Author datang lagi... Pencet vote and komentar pokoknya! Harus!
***
"Jangan pergi sendiri, aku antar" suara dingin itu... Deg! Gus Abbad
***
Abbad Pov
"Maafkan aku, Ya Allah. Kali ini hamba lagi-lagi harus memegang bagian tubuh gadis bukan mahromku" desiran halus menjalar di sekujur tubuhku.
Laila menoleh kearahku dengan tatapannya yang memancarkan duka lengkap dengan bekas-bekas air mata mengalir dipipi, ia tampak terkejut yang sepertinya coba disembunyikannya. Ia melepaskan tanganku dengan sekali hentak.
"Maaf... Gue nggak bisa" ada sedikit jeda diantara kata-kata yang meluncur dari mulut mungilnya. Ia berbalik dan berlari kecil masih lengkap dengan pakaian dari rumah sakit seperti tadi pagi, dari belakang dapat kulihat tangan kirinya bergerak ke arah wajahnya yang basah oleh air mata.
Langkah kakinya terus mengarah keluar dari gerbang, dan bergerak menjauh dari bangunan tempat ku berdiri saat ini.
"Kejar dia, Gus! Bapak mohon" suara Pak Haryo yang tanpa kusadari sedari tadi berada disampingku menyadarkan tatapan kosongku.
Aku berbalik menatapnya. Mataku menangkap tatapan penuh harap dari bapak tua di hadapanku. Raut wajah tuanya tampak khawatir dengan keadaan putrinya barusan.
Tanpa pikir-pikir panjang lagi, aku segera berpamitan pada beliau dan bergegas menuju tempat motorku terparkir yang agak jauh dari sini. Karena memang awalnya hanya untuk memantau Laila dari jarak jauh.
Kuhidupkan motor sport merahku ini dan lepas kopling untuk mengejar Laila, entah kemana perginya begitu cepat sekali dia menghilang dari jangkauan penglihatanku.
Kupelankan laju kuda besiku sembari mataku terus menjelajah, mengintai keberadaan manusia yang sedang ku incar.
Hampir tiga kali aku melewati depan rumah Pak Haryo yang juga tempat tinggal Laila. Gadis itu masih tak kunjung aku temukan.
"Aarrghh! Dimana dia?" erangku frustasi. Kubuang nafasku kasar. Aku berpikir untuk mencarinya keluar komplek perumahan bernama Bumi Asri ini.
Masih dengan kecepatan pelan aku melewati pos satpam di belakang gapura perumahan. Pandanganku masih belum terfokus pada satu titik.
Jalan raya yang kulewati tak lagi sepadat pagi tadi, mungkin mereka telah sampai di tempat tujuan masing-masing. Aku teringat sesuatu, ya! aku belum melaksananakan sholat dhuha, sholat sunnah anjuran Nabi SAW. yang begitu besar fadhilahnya.
Sesuatu yang sudah dianggap kewajiban bagi santri-santri di pesantren salaf pada umumnya, tak terkecuali aku yang masih membawa kebiasaan lama itu dari salah satu Pesantren di Jawa Timur tempatku dulu menimba ilmu
Aku jadi teringat salah satu fadhilah dari ibadah mulia satu ini, tertuang dalam sebuah riwayat dikatakan Dari Abi Darda’ dan Abi Dzar dari Rasulullah saw (langsung) dari Allah Tabaraka wa Ta’ala “ruku’lah untukku empat rakaat di permulaan hari (pagi), maka Aku akan mencukupimu di sisa harimu”
Disini pula aku sadar akan suatu kemungkinan Laila kutemukan setelah melaksanakan rutinitasku ini. Karena cukup bagiku bukan hanya soal materi. Percayalah janji Allah itu pasti. Kutarik sudut bibirku membentuk lengkungan kecil dan bergegas mencari Masjid atau Musholla di dekat sini.
Kutepikan motorku bersebelahan dengan kendaraan-kendaraan lain di area parkir yang tertata rapi dipelataran masjid. Tanpa penjaga area tempat kendaraan alias tukang parkirpun, aku yakin pasti tak ada satupun maling berani membawa kabur apapun yang berada di wilayah masjid jami' yang lumayan besar ini. Mengingat adanya beberapa kamera CCTV terpasang di sudut-sudut strategis rumah ibadah ini.
Aku menuju kolam wudhu bertuliskan PRIA dengan santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinder-ella di Pesantren
General FictionCerita hanya fiktif belaka ya guyys! Higgest rank on: #1-salaf (13-11-2018) #1-penjara (13-11-2018) #1-pondok (23-03-2019) "Aku nggak mau, nikah sama kamu hanya gara-gara sandal jepit kamu itu." -Abbad Nailun Nabhan "Aku ingin bersamamu seperti sand...