***
Dua Tahun Kemudian***
Langkah mungil tak berlapis apapun itu tertatih menapaki karpet tebal dibawahnya menuju sosok seorang pria berambut pirang dihadapannya yang sumringah menantinya sambil mengulurkan lengan tan besar miliknya.
"Kochi kochi~ ahahaha... sini sayang! Ayah disini! Ayo Boruto sedikit lagi!",
Manik sebiru langit serta dua guratan bawaan pada kedua pipinya ikut mengembang dan berbinar riang mencoba menghampiri pria dihadapannya yang menyebutnya dirinya sendiri dengan sebutan 'ayah' itu.
"Kyaa!! Gha gah... uuu... ihihi... ku... kuuu....",
Naruto menatap raut wajah bocah kecil yang baru belajar berjalan itu dengan tatapan haru.
Tak terasa sudah dua tahun Hinata hilang. Tanpa jejak sedikitpun.Sesampainya bocah itu dihadapannya, direngkuhnya erat seraya ia gendong sambil berjalan kearah dapur di apartemennya. Meninggalkan kamar yang sarat akan kenangannya bersama Hinata.
"Tou san buatkan makanan dulu ya? Kamu disini dulu ya~",
Diletakkannya bayi itu diatas bangku tinggi khas untuk anak bayi dibawah lima tahun. Dengan cekatan, Naruto segera menyiapkan bubur bayi milik anaknya kedalam sebuah mangkuk dan segera kembali kehadapan anaknya yang sibuk bermain.
"Aaa~",
Sebuah suapan dari sendok berwarna oranye menghampiri mulut Boruto yang lantas menyantapnya dengan lahap.
**
Langkah tegapnya perlahan berjalan menghampiri meja kerjanya untuk kembali meluapkan sisa-sisa kesedihan yang ia punya didalam sana.
Terduduk diatas sebuah kursi, lengan kanannya mengangkat sebotol Scotch lalu menuangnya kedalam gelas kristal diatas meja didepannya. Manik biru itu menyorot sendu, menatap kosong tanpa ada cahaya kehidupan disana. Berbanding terbalik saat ia bertatap muka dengan bocah berumur dua tahun yang kini tengah tertidur pulas dikamarnya.
"Hime... kau ada dimana sayang? Pulang lah... aku sudah buntu harus mencarimu kemana lagi... aku membutuhkan mu sayang.. Boruto juga sangat merindukan mu... hiks... kami-sama... ampuni aku...",
Dipeluknya dalam diam sebuah pigura bergambarkan Hinata yang tengah menatapnya itu sambil tertunduk terisak.
Cairan berwarna kecokelatan itu meluncur menuruni tenggorokannya setelah ia menenggak tandas isi geoas dalam genggamannya itu seolah membantunya melupakan rasa sakitnya. Ponselnya bergetar pertanda panggilan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sin's [COMPLETE]
أدب الهواةMenjadi wanita pendiam itu serba salah. Menjadi wanita yang selalu ditindas itu serba salah juga. Hinata bingung harus menjadi seperti apa agar dia bisa dihormati oleh siapa pun orang di luar sana, termasuk keluarganya. Padahal dia selalu menjadi...