"Justin."
Mereka saling pandang. Panggilan tersebut mati begitu saja namun selang beberapa detik, ponsel Davine berdering kembali.
"Halo Justin." Davine spontan mengangkat panggilan tersebut begitu saja. Lorraine langsung menulis sesuatu di kertas kemudian memberikannya pada Davine.
"Jangan katakan bila aku disini." Tulis Lorraine dalam kertasnya. Davine menangkap perintah tersebut dengan baik lalu ia segera mengangguk pada Lorraine.
"Apa Justin ? Aku tidak bisa mendengarmu. Suaramu gemerisik disini." Davine berpura - pura tak mendengarnya kemudian mematikan panggilannya.
"Jangan katakan pada Justin bila aku disini."
"Terlambat, Justin sudah tahu kau disini. Dan ia juga tahu bahwa orang yang satu - satunya berada disini adalah aku. Lalu harus bagaimana kita ?"
"Keluarkan aku dari sini sekarang juga ! Kau harus membawaku pada Thomas Vann. Ini semua salah paham."
"Tapi dari mana Lorraine ? Kita akan ketahuan juga."
"Kita tidak akan keluar dari lift, kita akan memakai tangga darurat." Lorraine menggeret tangan Davine keluar dari ruangannya.
"Tunggu sebentar !" Davine menarik tangannya kemudian masuk ke dalam ruangannya sendiri. Ia mengambil sesuatu kemudian keluar darisana.
"Kau tidak bisa keluar hanya dengan menggunakan baju seperti ini. Kau harus memakai mantel dan menutupi kepalamu dengan Beanie."
Davine melempar mantelnya pada Lorraine. Perempuan itu segera mengenakannya sedangkan Davine membantunya untuk mengenakan topi rajut yang ia bawa.
"Lorraine, apakah kau baik - baik saja ? Aku mengkhawatirkan kondisimu." Ujar Davine di sela - sela kegiatannya.
"Aku baik - baik saja. Aku ingin cepat - cepat melepas perban di kepalaku ini."
Lorraine masih sempat tertawa di saat genting seperti ini. Mereka berlari menuju tangga darurat dengan tergopoh - gopoh. Saat Davine akan membuka pintu, ia mendengar suara orang bersahut - sahutan.
"Periksa semua lantai, terutama lantai Penyidik Utama. Ruangan Nona Lorraine Edward berada disana. Cari di semua tempat karena aku tidak melihat Nona Edward turun sama sekali. Ia pasti masih berada disini."
Davine mendengarnya dengan telinganya yang tajam. Ia tahu itu adalah suara satpam yang biasa berjaga di depan lift.
"Lorraine, semua orang sedang mencarimu saat ini. Apakah kau kabur dari rumah Justin ?" Tanya Davine hati - hati. Lorraine tak bisa menjawabnya. Ia hanya menggeleng sambil menangis.
"Justin... Justin..." Lorraine kebingungan bagaimana ia harus menceritakan apa yang terjadi di rumah itu.
"Hshh... Kau bisa cerita nanti. Sekarang kau bisa keluar melalui pintu samping setelah kuberi aba - aba."
Davine keluar begitu saja dengan tenang. Ia mengamati keadaan sekitar. Semua orang sibuk dengan ponselnya masing - masing sedangkan para satpam sibuk di meja resepsionis.
"Lorraine, keluar sekarang." Davine memberikan aba - aba. Lorraine berjalan dengan cepat kemudian berbelok ke kiri. Davine penyelamatnya hari ini.
Mereka sampai dengan cepat di parkiran namun Davine tiba - tiba menarik tangan Lorraine. Mereka sembunyi di balik mobil - mobil lainnya padahal mobil Davine berjarak lima meter dari tempat mereka berdiri sekarang.
"Sstt..." Davine memberikan kode kepada Lorraine untuk diam. Lorraine belum sempat bertanya mengenai alasannya namun ia sudah tahu terlebih dulu saat ia mendengar suara yang sangat familiar di telinganya.
"Aku akan ikut memeriksa semua lantai sedangkan kau akan berjaga di pintu keluar. Beritahukan kepada semua petugas keamanan untuk menutup semua jalur keluar masuk kantor ini."
Suara Justin terdengar di seluruh penjuru parkiran. Lorraine mengintip sekelebat. Justin datang bersama John kemari.
"Ya Tuhan ia benar - benar mencariku." Gumam Lorraine dalam hatinya.
Lorraine sibuk dengan pikirannya sendiri hingga ia tidak sadar bahwa Davine telah menggandeng tangannya sejak tadi.
"Cepat masuk, Lorraine ! Sebelum John menutup akses keluar masuk kantor ini."
Lorraine bergegas masuk. Davine sepertinya sangat teliti hingga ia tak lupa memberikan Lorraine selembar masker untuk menutupi wajahnya. Yang menjadi masalah adalah bagian atas telinga Lorraine ikut tertutup oleh plester operasinya. Dengan telaten, Davine memutus tali masker tersebut kemudian mengikatkan tali tersebut pada tali masker yang berada di sisi satunya.
"Jangan menangis, Lorraine. Aku disini." Davine memeluknya sekilas. Lorraine menghapus air matanya sebelum Davine menginjak gasnya. Mereka segera pergi dari sana.
Davine memberikan kartu pengenalnya pada petugas parkir. Ia berusaha tenang agar tak dicurgai. Tepat ketika palang terbuka, Davine bergegas. Ia benar - benar lega ketika ia sudah mencapai jalan raya.
***
"Tuan, petugas di tempat berkata bahwa Nona Davine baru saja meninggalkan kantor dengan seorang perempuan bermasker."
Justin dan John saling memandang. John baru saja akan mengeluarkan perintah penutupan akses keluar masuk namun Davine lebih cepat daripada perkiraannya. Justin lari menuju mobilnya tanpa mengajak John namun pria itu tetap mengikuti Justin dari belakang.
"Sejak awal aku sudah memiliki firasat bahwa Lorraine sedang bersama Davine." Justin mengamuk di dalam mobil. John tak berani menanggapinya karena ia tahu perasaan Justin sedang tidak baik sama sekali.
"John hubungi Davine sekarang juga." Justin sibuk menyetir sehingga mau tak mau John yang harus menghubungi Davine. Baru beberapa detik ia menghubungi Davine, ia langsung mematikan panggilannya.
"Ada apa ?"
"Davine mematikan ponselnya. Ia tak bisa dihubungi."
"Sialan !" Umpat Justin. Ponselnya sendiri sejak tadi berdering, Justin tahu itu panggilan dari pengadilan. Lelaki itu tak menggubris panggilan tersebut sama sekali.
"Justin mengapa kau seperti ini ?" Lorraine sedang bersama Davine, ia pasti baik - baik saja."
"Ia pergi dari rumah dengan kepala yang dibalut penuh oleh plester operasi dan sekarang kau menyuruhku untuk tenang ?"
John diam setelahnya, tak berani mengeluarkan sepatah katapun. Sebenarnya bukan itu alasan utama Justin mengkhawatirkan Lorraine ketika perempuan itu pergi dari rumah.
"Ia pasti akan menemui Thomas." Justin menebak di dalam hatinya. Ia tak perlu bersusah payah mencari tahu kemana Davine dan Lorraine pergi karena mereka pasti akan menemui Thomas.
"Bila Lorraine bertemu dengan Thomas, maka rencanaku untuk memenjarakan Thomas akan gagal total. Lorraine pasti menolak tuduhanku pada Thomas dan berkata bila kartu debit Thomas sudah ada padanya sebelum ia mengalami kecelakaan."
Justin terus memikirkan kemungkinan - kemungkinan yang terjadi. Rasanya kemungkinannya kecil bila ia bisa mendahului Lorraine untuk sampai ke rumah sakit sehingga mau tak mau ia harus mulai menyiapkan rencana lainnya.
Tiba - tiba ia teringat dengan ucapan Scott tadi di rumah sakit. Justin tersenyum seketika.
"Apa saja yang dimakan Thomas kemarin ? Kau bersamanya selama seharian penuh di kamarnya."
"Aku akan membuat hubunganmu dengan Lorraine hancur seketika, Thomas." Justin tersenyum licik disana. Ia akan membuat Lorraine melihat bahwa Thomas berselingkuh dengan Jocelyn, sahabatnya sendiri. Ia bahkan tak dapat membayangkan bagaimana reaksi Lorraine ketika mengetahui hal tersebut. Justin tertawa lebar - lebar, membuat John bingung mengapa lelaki itu tiba - tiba tertawa padahal beberapa menit yang lalu ia mengamuk sendiri.
"Ada apa Justin ? Kau membuatku takut."
"Aku tiba - tiba saja senang." Jawab Justin singkat. Ia tak akan memberitahu siapapun mengenai rencananya karena ia ingin semua orang berpikir bahwa Lorraine kembali padanya karena sebuah takdir.
"Aku membelokkan takdirnya." Ujar Justin dalam hatinya dengan kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Deal
Romance[END - WRITTEN IN BAHASA] #1 on Investigation (Aug 19th, 2021) #1 on Logic (Apr 9th, 2022) #5 on Fresh (Aug 2nd, 2021) #40 on Trending (Jan 29th, 2021) #54 on Detective (Mar 5th, 2021) #57 on Baru (Jan 29th, 2021) THE STORY IS WRITTEN ORIGINALLY BY...