PART XII

826 130 6
                                    

Namjoon menghela nafasnya dengan tangan yang masih sibuk mengeringkan rambut sesosok pria yang berada didepannya. Ya, ia tidak sengaja bertemu dengan pria ini dibawah halte dengan hujan deras mengguyurnya, seakan-akan ia tidak perduli dengan tubuhnya yang basah kuyup karena hujan deras.

"Tunggu disini, aku akan mengambilkanmu obat dan menyiapkan air hangat untukmu." Ucapnya dan membenarkan handuk yang berada dikepala pria tersebut sebelum beranjak menuju kamar mandi

Pria tersebut hanya diam tanpa bicara apapun atau mengiyakan apapun. Ia hanya membiarkan Namjoon melakukan halnya sendiri bahkan ia tidak tahu mengapa ia mau saja di giring Namjoon ke apartement miliknya. Seharusnya ia marah, bukannya ia sedang tidak ingin bertemu dengan Namjoon?

"Jin, ayo mandi dulu. Airnya sudah aku siapkan." Ucap Namjoon membuyarkan lamunannya, Seokjin tidak bersuara tapi ia beranjak dari tempatnya menuju Namjoon yang menuntunnya menuju kamar mandi.

"Jika perlu sesuatu telpon aku. Aku akan pergi sebentar untuk membelikanmu makanan dan obat demam, ternyata stock obat demam milikku sudah habis. Handuknya sudah aku letakan diatas meja dekat wastafel dan pakaian yang bisa kau pakai juga berada disitu, jika terlalu dingin, kau bisa mengambil selimut yang berada dikamarku. Kamarnya berada disebelah kanan saat kau keluar dari kamar mandi, bed covernya sudah kuganti semalam jadi tidak perlu khawatir jika kau ingin beristirahat. Aku pergi dulu, ya?" jelas Namjoon panjang lebar kepada Seokjin saat mereka berada didepan pintu kamar mandi. Seokjin tidak merespon untuk beberapa saat kemudian ia mengangguk pelan.

Namjoon tersenyum dan tanpa ia sadari, ia menarik Seokjin mendekat dan memberikan kecupan hangat di dahi pemuda Kim yang lebih tua tersebut.

"Aku segera kembali."

Dan Namjoon berjalan menyambar dompet dan ponsel miliknya yang berada di atas meja makan sebelum menuju pintu depan dan berjalan keluar.

Seokjin hanya menatap punggung Namjoon yang hilang dari balik pintu saat ia merasakan air matanya menetes. Ia baru saja menjadi seperti-nya.

~~~~~~~⚜⚜⚜~~~~~~~

"Ya hyung, aku menemukannya dibawah halte bus tanpa payung ataupun atap yang meneduhinya dari hujan." Ucap Namjoon dengan ponsel yang menempel ditelinganya, menatap Seokjin yang kini tertidur meringkuk pulas diatas Kasurnya dengan selimut tebal yang menyelimuti tubuh pria tersebut.

"..."

"Aku tau, Lee samcheon menelponku semalam dan ia langsung menuju ketempat Yoongi. Aku harap ia tidak melupakanku saat ia bertemu dengan Yoongi." Tawa Namjoon pelan

"..."

"Tentu hyung, selamat bekerja dan terima kasih."

Namjoon mematikan telpon tersebut dengan mata yang masih menatap Seokjin yang tertidur pulas dengan nafas teratur. Ia berjalan menuju Kasur miliknya dan duduk ditepian Kasur, tangannya dengan hati-hati mengelus rambut Seokjin yang sungguh sangat lembut yang membuat jarinya betah disela-sela rambut halus Seokjin. Ia menatap wajah Seokjin dan tersenyum.

"Maafkan aku, aku tidak akan menyerah." Namjoon berucap pelan sebelum ia memejamkan matanya dan menghela nafas untuk kesekian kalinya, "Hyung... maafkan aku."

Kemudian ia beranjak dari tempat tidurnya untuk kembali menuju dapur, menyiapkan makan malam untuk mereka.





'Krasak; krusuk'

Terdengar suara seperti seseorang yang sedang terburu-buru. Namjoon menaikan salah satu alisnya menatap kearah kamarnya sambil berjalan menujunya. Ia terkejut saat melihat wajah Seokjin yang terlihat pucat dan matanya yang membengkak membuat tangan Namjoon reflek menahan Seokjin dari pandangannya.

"Mau kemana? Kau masih sakit bahkan badanmu—"

"Perduli apa kau padaku?" cerca Seokjin membuat Namjoon menaikan salah satu alisnya

"Tentu saja aku perduli. Kau terkena hujan dan bahkan sekarang suhu badanmu naik, kau harus beristira—"

"Urus saja kekasihmu! Kenapa kau harus mengurusiku?!" teriak Seokjin dengan wajah yang memerah dan nafas yang memburu, "Kenapa kau harus membuat semua ini begitu rumit? Bukankah sekarang kau sudah memiliki seseorang... kenapa kau harus perduli kepadaku... aku tidak ingin menjadi sepertinya—aku—aku---"

Tidak butuh disuruh pun Namjoon sudah menarik Seokjin kedalam pelukannya, Seokjin yang meronta untuk melepaskan dirinya dari pelukan Namjoon yang malah semakin erat. Dan akhirnya untuk kedua kalinya, tangis Seokjin tumpah namun kali ini ia berada dipelukan Namjoon bukan dibawah hujan yang mengguyurnya waktu itu.

"Aku.. tidak ingin sepertinya.. ku mohon.." isak Seokjin seraya meremat baju kaos yang dipakai oleh Namjoon. Namjoon hanya diam, membiarkan Seokjin menangis menumpahkan segala kekhawatirannya, tangan Namjoon bergerak mengelus punggung Seokjin yang naik turun.

"Aku berusaha untuk tidak menjadi seperti dia.. dan kau mengacaukan semuanya. Bahkan kau sudah memiliki seseorang..!" Seokjin kembali meronta dan membuat Namjoon kewalahan dengan pukulan didadanya. Tidak pikir panjang, Namjoon meletakan tangannya ditengkuk Seokjin dan menyatukan bibirnya dengan bibir Seokjin. Selang beberapa detik, Namjoon mulai melumat bibir Seokjin pelan, ia tidak ingin menakuti pemuda Kim tersebut dengan ciumannya, Seokjin tidak membalas maupun menolak Namjoon. Begitu Namjoon rasa Seokjin sudah tenang, ia menjauhkan wajahnya kemudian menempelkan dahi mereka dengan nafas yang masih terengah.

"Aku tidak tahu apa yang kau maksudkan dengan aku memiliki seseorang. Tapi—" Namjoon menahan kedua tangan Seokjin saat ia kembali meronta karena ia tidak mau mendengar basa-basi dari Namjoon, "Aku tidak memiliki siapapun, kecuali kau, Kim Seokjin. Aku hanya milikmu, dari dulu hingga sekarang." Tegasnya

Seokjin menatap Namjoon horror, "A-apa maksudmu dengan kau adalah milikku dari dulu hingga sekarang? Aku bahkan melihatmu berduaan dengan pemilik café—oh sudah lupakan! Bahkan kau tidak bisa setia dengan pasanganmu."

"Café? Maksudmu café seberang jalan dimana tempat aku menemukanmu?" Tanya Namjoon namun Seokjin tidak menjawab sama sekali, "Dear god, Seokjin dia adalah teman baikku. Aku tidak tahu kau sering kesana."

"Jangan mengalihkan pembicaraan."

Namjoon menghela nafas, ia menarik Seokjin untuk duduk di sofa dengan dirinya yang berlutut di hadapan Seokjin. Kedua tangannya masih menggenggam tangan Seokjin yang entah mengapa begitu pas ditangannya. Ia menatap Seokjin yang menatapnya sesekali.

"Seokjin, lihat aku." Pinta Namjoon yang membuat Seokjin memalingkan mukanya, Namjoon kembali menghela nafas, "Jinseok, lihat aku?"

Dan Seokjin menatap Namjoon kaget, bagaimana bisa ia mengetahui nama itu—bukannya hanya seseorang yang biasa memanggilnya seperti itu.

"Kau—bagaimana?"

"Jinseok maafkan aku, aku tidak berada disampingmu saat Jaejoong hyung meninggal." Tambah Namjoon yang masih menatapnya, "Aku sangat ingin berada disisimu tetapi Yunho hyung juga mengalami depresi begitu ia mengetahui Jaejoong hyung—"

Seokjin menggeleng, "Cukup. Aku tidak mau mendengarnya. Ia sudah tidak disini dan aku tidak ingin mengingat kejadian itu." Namjoon kembali menarik Seokjin kedalam pelukannya dan kini Seokjin memeluk Namjoon kembali, membuat Namjoon tersenyum.

"...nie.." gumam Seokjin

"Hmm? Kenapa Jinseok?" tanya Namjoon lembut

"Monnie... rindu.." ucap Seokjin sebelum akhirnya ia jatuh kedalam dunia mimpi

Namjoon menggendong Seokjin kembali kekamarnya, membaringkannya kemudian menyelimutinya. "Aku juga merindukanmu, Jinseok." Dan sebuah kecupan diberikan tepat di dahi Seokjin.




Tbc
Next chapter minyoon, next chapter selanjutnya flashback Namjin dan masa lalunya.
Harap bersabar ya menunggu kami apdet :')))

CRAZIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang