"Kapan mereka datang?"
"Mana kutahu,"
"Ternyata kakak memang bodoh, ya,"
"A--apa?!"
Setelah telepatinya dengan Rahadi terputus, Arief dan Nia memutuskan untuk menunggu mereka. Saat ini mereka berada di salah satu sudut pasar. Suasana sangat sepi dan hanya ada mereka berdua di sana.
"Kenapa kakak tidak menggunakan Kinesismu? Dengan begitu akan lebih mudah melawan si botak itu!" gerutu Nia. Arief terdiam sejenak mendengarnya, kemudian dia mengepalkan tangannya.
"Aku belum bisa," jawab Arief.
"Hah?"
"Aku belum bisa menggunakan Kinesis," ujar Arief. Nia yang mendengarnya menatap tidak percaya.
"Lha? Bukannya kakak dari kelas Kinesis? Kakak Kineser bukan?" tanya Nia.
"Aku baru masuk tahun ini, dan belum tahu apa-apa," balas Arief.
"Lalu, kakak kemarin yang menggunakan Telekinesis dan listrik itu?"
"Mereka sudah belajar sebelumnya. Aku masih amatir."
Nia terdiam sejenak, kemudian menghela napas berat.
"Aku kira aku bisa berharap denganmu, dasar--" ucapannya terputus saat dia menyadari sesuatu. Hidungnya mengendus-endus.
"Ada apa?" tanya Arief saat menyadari perubahan sikap Nia.
"Ssst! Dia datang," peringat Nia, membuat Arief langsung bersiaga. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki.
"Tidak usah bersembunyi dariku, karena yang kalian lakukan itu sia-sia," ujar seseorang yang muncul dari balik tumpukan kardus. Arief menelan ludahnya canggung.
"Dasar gila, sampai sebegitunya hanya untuk mengejar kami," ketus Nia.
"Yah mau bagaimana lagi, aku tidak bisa kembali dengan tangan kosong. Setidaknya aku membawa tas itu..." dia menjeda perkataannya sendiri, kemudian menodongkan pistolnya.
"Dan mayat kau."
"Cih," decih Nia. Dia memegangi bahunya.
"Dan kau," ujar pria botak itu kepada Arief. "Kalau aku jadi kau, aku tidak akan ikut campur," ujarnya.
"Siapa juga yang takut denganmu!" tantang Arief. Mendengarnya membuat raut wajah pria botak itu menjadi kesal.
"Kalau begitu, akan kubereskan kau lebih dulu," dia menodongkan pistolnya dan melepaskan tembakan. Arief refleks mengibaskan tangannya.
DAR!
Wuuuusshh....!!!
Hening sejenak. Kemudian suara peluru jatuh terdengar. Pria botak itu menatap Arief terkejut.
"Angin? Apa yang kau lakukan?"
"Eh?" Arief sejurus kemudian baru menyadari apa yang terjadi barusan.
Dia menepis peluru itu dengan angin.
Nia pun sama terkejutnya. Dia menatap Arief yang masih terkejut.
"A-aku, menggunakan Kinesis?" tanya Arief. Pria botak itu menodongkan pistolnya lagi.
"Siapa kau?! Apa kau Penyihir?!" gertak pria botak tersebut. Arief menatap pria tersebut.
"Kakak! Gunakan Kinesismu dan lawan dia!" seru Nia sambil memegangi bahunya.
'Maunya begitu' gumam Arief. Dia menodongkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA Kinesis
FantasyKinesis? Jaman sekarang mana ada yang percaya dengan hal hal yang begituan. Bayangkan saja! Mengendalikan sesuatu dengan pikiran, sungguh tak masuk akal. Tapi hal itu beneran ada di dunia ini! Arief Virandika, remaja berusia 15 tahun. Saat kem...