Saat ini Arief sedang duduk di dalam mobil pamannya, Paman Alan, bersama dengan Daniel. Mereka bertiga dalam perjalanan pulang. Sebelumnya Arief sampai di mading bersama Randy, dan hanya mendapati Seila yang sedang dimarahi oleh ibunya. Kerumunan pun bubar, menyisakan beberapa orang dan Boby yang masih shock atas apa yang baru saja terjadi. Arief melihat papan mading, pada pengumuman ranking paralel, dan mendapat nama Boby di urutan pertama.
Dia turut berduka cita untuk Boby.
Kemudian Arief melihat lagi dan mendapati ranking dia 39/130. Hmm lumayan. Kemudian dia mendapati ranking Randy 129/130
Dia turut berduka cita juga untuk Randy.
Peringkat atas salah, peringkat bawah salah juga. Memang paling aman tengah-tengah.
Setelah membahas mengenai rapor, Arief dan Daniel membereskan barang mereka untuk pulang ke rumah sampai waktu sekolah dimulai kembali Januari depan. Tadinya Arief ingin di asrama saja dengan alasan tidak ada orang juga yang menyambutnya di rumah. Tetapi Paman Alan menegurnya.
"Jangan berkata seperti itu. Paman, bibi, dan juga Daniel akan selalu menjadi keluarga yang menyambutmu. Kemudian walau bagaimanapun rumah tersebut adalah rumah tempat tinggal kau, ayah, dan ibumu. Mungkin berat memang, tapi jangan sampai melupakan kenangan yang ada di rumah tersebut."
Setelah makan di rumah Paman Alan, Arief meminta pamannya untuk mengantarnya pulang. Paman Alan bertanya apa dia baik-baik saja, tetapi Arief mengatakan tidak perlu khawatir. Dia ingin menghabiskan waktu di rumah kedua orang tuanya.
Dan sekarang Arief, Paman Alan, dan Daniel dalam perjalanan menuju rumah Arief. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka sampai di lingkungan rumah Arief. Paman Alan memberikan kunci rumah yang memang Arief titipkan ke keluarga Daniel.
"Oh ya Arief, maaf paman baru memberitahukanmu. Paman mempekerjakan lagi pembantu rumah tangga yang pernah bekerja di rumahmu. Mungkin besok pagi dia akan datang untuk beres-beres rumah," ujar Paman Alan sambil tetap fokus menyetir.
"Bi Inda?"
"Iya. Kau tidak keberatan, kan?"
"Tentu saja tidak. Tadinya aku sudah membayangkan akan membersihkan rumah ini dulu sampai besok pagi, hahaha."
Saat mobil mendekati depan rumah, mata mereka bertiga menangkap sesuatu di depan rumah Arief. Seorang pria paruh baya tinggi dengan rambut terang berdiri di depan pintu rumah, sambil sesekali melongok ke dalam seakan mencari sesuatu. Paman Alan menghentikan mobilnya.
"Siapa itu?" tanya Daniel. Arief ingat orang itu, dia salah satu dari pelayat yang datang saat pemakaman orang tuanya. Paman Alan menatap tajam. Posisi mobil mereka masih agak jauh dari rumah Arief dan didukung oleh naungan pohon sekitar sehingga orang asing itu tidak menyadari mobil Paman Alan. Beberapa menit kemudian orang asing itu menuju mobilnya yang terparkir, lalu melaju meninggalkan tempat ini.
"Sedang apa dia?" tanya Arief.
"Tidak tahu, tapi sepertinya mencurigakan. Arief, nanti kau laporkan saja ke ketua RW mengenai orang mencurigakan di sekitar sini," ujar Paman Alan, yang disambut anggukan Arief. Mobil kembali melaju dan akhirnya sampai ke depan rumah Arief. Daniel dan Paman Alan membantu membawakan barang Arief. Arief membuka kunci rumahnya dan membuka pintu, terpampang ruang tamu yang tetap bersih. Barang-barang di rumah masih berada di tempatnya seperti saat sebelum dia pergi berangkat ke Sekolah Kinesis.
"Yah walaupun kita mempekerjakan Bi Inda, sesekali paman dan bibi kesini untuk mengecek dan juga bantu bersih-bersih," ujar Paman Alan. Setelah memasukkan barang Arief ke dalam rumah, Paman Alan dan Daniel pamit pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA Kinesis
FantasyKinesis? Jaman sekarang mana ada yang percaya dengan hal hal yang begituan. Bayangkan saja! Mengendalikan sesuatu dengan pikiran, sungguh tak masuk akal. Tapi hal itu beneran ada di dunia ini! Arief Virandika, remaja berusia 15 tahun. Saat kem...