Prolog 1.2

3.2K 297 18
                                    

David Guetta ft. Charlie XCX - Dirty Money Sex

***

Amerika Serikat, New York

Nadine menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Setelah menghabiskan cuti selama seminggu untuk mengunjungi kedua orangtuanya, Nadine kembali bekerja lagi hari ini. Ia mengenakan kemeja berwarna biru muda yang dimasukkan ke dalam rok span berwarna abu-abu. Wajahnya dipoles dengan riasan natural seperti bedak tipis dan pelembab bibir berwarna merah muda. Rambutnya diikat satu seperti ekor kuda sambil memperbaiki poni yang baru ia gunakan beberapa hari belakangan ini.

Nadine bekerja di sebuah perusahaan eksekutif yang berbasis dalam teknologi di salah satu perusahan terkenal di New York. Menempati jabatan sebagai manajemen keuangan, pekerjaanya sudah cukup untuk menguras seluruh waktu santainya. Ia bahkan jarang pergi ke bar untuk minum sebentar bersama teman-temannya, dan lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer.

Mungkin Nadine bisa saja tidak bekerja atau meneruskan perusahaan ayahnya. Tapi ia tidak melakukan itu. Semenjak sepuluh tahun yang lalu, Nadine merubah tujuan hidupnya. Ia tidak ingin selamanya bergantung kepada orang lain, terutama kedua orangtuanya. Ia tidak ingin menjadi seorang anak yang terus-terusan merepotkan ayah dan ibunya.

Sekarang Nadine menikmati pekerjaannya sebagai wanita karier di kota metropolitan New York. Setelah kejadian itu, Nadine benar-benar merubah semua yang ada di dalam dirinya, terutama sikap jalangnya semasa sekolah menengah.

Saat ia keluar dari kamarnya, Zoe yang sudah berada di meja makan menegurnya, "Apa kau akan ikut pergi ke bar malam ini?"

Nadine meletakkan tas dan berkas kantornya di atas meja makan. Duduk di hadapan Zoe sambil mengambil selembar roti yang sudah diolesi saus stroberi yang dicampur es krim vanila.

Nadine mengenal Zoe semenjak tiga tahun yang lalu, di sebuah halte bus dekat persimpangan apartemennya. Saat itu Zoe terlihat kebingungan sambil membawa dua koper besar. Ternyata wanita itu sedang mencari tempat tinggal sementara, karena masa kontrak dengan flat lamanya sudah berakhir. Zoe mungkin bisa saja memperpanjang kontrak, namun saat itu ia tidak memiliki uang lebih untuk melakukannya. Jadi Nadine mengajak wanita itu untuk tinggal bersamanya. Lagi pula Nadine juga tidak akan merasa sepi jika memiliki teman di apartemennya.

"Aku harus lembur malam ini."

"Pekerjaanmu melelahkan," cibir Zoe

Berbeda dengan Nadine yang bekerja di sebuah perusahaan, Zoe hanya bekerja sebagai penulis. Wanita itu lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen untuk menyelesaikan novelnya. Zoe juga memiliki waktu lebih banyak darinya untuk bersantai.

Nadine memutar bola mata. "Aku tidak bisa mengkhayal untuk menyelesaikan pekerjaanku."

Zoe menenguk jus jeruknya sebelum berkata, "Ketika hobimu dapat menghasilkan uang, mengapa tidak."

"Andai aku hidup sepertimu." Nadine memakai mantel berwarna coklat muda, karena musim dingin akan segera datang. Ia berjalan ke arah pintu keluar dan berteriak. "Aku pergi!"

"Semoga harimu menyenangkan!" teriak Zoe yang tidak di dengar lagi oleh Nadine.

***

Setelah meletakkan tas dan berkas di mejanya, Nadine pergi ke dapur untuk membuat kopi. Office boy yang bekerja di lantainya, tidak terlihat sehingga Nadine tidak bisa meminta pertolongan kepada pria itu.

Ketika membuka pintu dapur, di sana sudah ada pria berambut coklat keemasan yang berdiri membelakanginya.

Saat Nadine membuka kabinet untuk mengambil cangkir, pria itu menatapnya dan tersenyum. "Pagi, Lustre. Apa yang kau lakukan di sini?"

"Seperti biasa, membuat kopi."

"Apa kau ingin aku membantumu?"

Nadine menggeleng, lalu mengambil gula dan kopi. "Membuat kopi merupakan keahlianku."

Jason Hills menyeringai sambil mengedipkan salah satu matanya ke arah Nadine sebelum membawa kopinya sendiri keluar dari dapur. "Aku percaya padamu."

Nadine hanya menggelengkan kepala sebelum kembali melanjutkan membuat kopinya. Jason merupakan pria tampan dengan rahang yang tegas. Pria itu memiliki tinggi badan yang jauh lebih tinggi darinya. Jason merupakan orang yang ramah kepada siapa saja. Dia juga sering memamerkan senyum manisnya. Siapa saja bisa jatuh hati kepada pria itu.

Andai saja Nadine lebih dulu bertemu dengan Jason, mungkin ia akan menjadi salah satu wanita yang terjatuh ke dalam pesona Jason.

Padahal sudah sepuluh tahun berlalu, tapi nama itu tetap tersimpan di dalam hatinya. Bukan membenci atau berusaha menghindari, hanya saja Nadine ingin melupakan seseorang yang sudah menjadi masa lalunya. Untuk apa kita memikirkan hal yang sudah terjadi. Bagaimana pun caranya, tidak ada yang bisa mengubah masa lalu namun kita dapat memperbaiki masa depan.

Itulah yang saat ini Nadine lakukan. Memperbaiki hidupnya.

***

Dari reaksi chapter sebelumnya, gue tahu banyak yang kecewa dari kalian. Gue sendiri juga ada perasaan males, gak mood saat baca komentar kalian. Apalagi dari beberapa orang yang bertanya, padahal sudah di jelaskan di chapter sebelumnya. Bukannya gue mau marah, tapi kadang  komentar kalian emang sedikit buat gue emosi. Jadi plis, sebelum bertanya kalian bisa baca dulu catatan yang sering gue sisipin di beberapa chapter. Kali aja itu penting kan.

Kalo kalian emang gak suka sama Chance, berarti kita sepakat bahwa Seducing James akan berakhir di novel sebelumnya.

Awalnya gue emang gak mau bikin sequel tentang cerita Jadine, tapi dukungan kalian bikin gue bersemangat untuk menyelesaikan kisah cinta mereka. Jadi kalo kalian emang gak suka sama sama sequelnya, kita bisa berhenti di sini.

Gue udah coba buat menahan emosi, tapi tetap aja gak bisa saat hal yang bikin gue gak mood tiba-tiba aka muncul di notifikasi. Beberapa penulis lain juga pasti ada yang kesel saat berada di posisi gue. Gue tau suka atau enggaknya seseorang itu hak mereka. Gue gak mempermasalahkan itu, tapi ada beberapa komentar yang selalu bikin gue nyebut.

Jadi, untuk kelanjutan Chance gue serahin ke kalian. Tapi kalo kalian minta gue ubah alurnya, maaf gue gak bisa



Chance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang