Chapter 7 - Try Again?

2.9K 265 15
                                    

Siapa yang sudah menunggu cerita ini update. Pada senang gak?

Sebelum baca, gue mau tau dong apa harapan kalian sama cerita ini?

Bella Thorne - Sweetest Feel

**

Koreksi kalo ada typo!
Jangan lupa vote dan spam komena

I hope you like it!

***

New York, Amerika Serikat.

Nadine menutup mulutnya dengan telapak tangan saat mendapati James yang berdiri di depan pintu apartemennya dengan keadaan berantakan. Jas berbahan sutra milik pria itu tersampir di bahu sebelah kanan. Kemeja putih yang dikenakan James berubah warna menjadi kemerahan. Dan robek di bagian bahu sebelah kiri.

Wajah pria itu juga dipenuhi lebam dan sisa-sisa darah yang sebagian sudah dibersihkan saat pria itu masih berada di pesawat.

James sangat merindukan gadisnya, dan ia tidak ingin membuang-buang waktu untuk merapikan diri. Peluru yang sempat tertanam di bahunya sudah dikeluarkan oleh dokter pribadi yang biasanya menanganinya. Dan sisanya James biarkan begitu saja. Ia ingin Nadine yang mengobati lukanya. Itu salah satu tujuan James datang ke apartemen Nadine saat pesawat mendarat.

"Hal gila apa yang sudah terjadi padamu?" tanya Nadine. Dan ia tidak bisa menyembunyikan kecemasannya ketika melihat keadaan James yang sungguh memprihatinkan.

Nadine menahan nafas kala James memeluknya tiba-tiba. Pria itu membenamkan wajahnya di bahu Nadine, menghirup aroma tubuh gadis itu sepuasnya.

Dengan ragu tangan Nadine bergerak membalas pelukan James. Ia mengelus pelan punggung pria itu menggunakan tangannya. Mencoba memberikan rasa aman untuk James.
Nadine mungkin tidak tahu apa yang sudah dilakukan James, hingga pria itu terlihat sangat berantakan. Tapi Nadine tahu, James hanya butuh dirinya. Pria itu masih menginginkannya.

"James, lukamu harus segera diobati."

Ketika Nadine ingin menarik diri dari pelukan tersebut, James semakin erat memeluknya. "Biarkan seperti ini. Sebentar saja."

Nadine menghela nafas. Ia menangkup wajah James menggunakan kedua tangannya. Jari-jari kecilnya berusaha membersihkan darah yang hampir mengering di wajah pria itu, hingga membuat James sesekali meringis.

"Setidaknya kita harus masuk."

Nadine tersenyum kala melihat James mengangguk patuh. Ia membawa pria itu ke dalam kamarnya. Membiarkan James berbaring di atas kasurnya.

Untung saja, Zoe sedang tidak ada di apartemen sekarang. Wanita itu harus menyelesaikan urusannya di kantor penerbit lalu menginap di rumah temannya. Nadine tidak dapat menebak apa yang ada di pikiran Zoe jika wanita itu melihat keadaan James sekarang.

Walaupun James tidak memperlihatkan sisi lemah dari pria itu, tapi Nadine tahu kalau pria itu kesakitan sekarang. Mata sendu James mengatakan semuanya kala pria itu menatapnya. James membutuhkannya.

"Maafkan aku," gumam Nadine.

Jari-jari Nadine membuka kancing kemeja James dan berusaha melepaskan benda itu dari tubuhnya. Ia semakin dibuat terkejut kala mendapati perban di bahu pria itu.

Darah juga menempel di dada James. Tapi bukan itu yang membuatnya tercekat, melainkan tubuh pria itu yang terlihat seperti sebuah karya luar biasanya. Perut James seperti dipahat oleh pemahat hebat. Dan Nadine merasa kepalanya pening ketika mengamati tubuh James. Pria itu tidak hanya sekedar remaja SMA yang dulu ia kencani.

James memiliki tubuh yang keras dan berotot. Pria itu luar biasa seksi. Tuhan menciptakan James dengan sangat detail dan luar biasa. Dan Nadine sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.

Nadine segera mengalihkan pandangannya. Ia menatap James lalu tersenyum. "Aku akan segera kembali." Nadine berlari kecil keluar dari kamarnya.

Saat berada di dapur, Nadine mencoba untuk mengatur nafasnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari pada biasanya. Dan hal asing di dalam dirinya berusaha untuk keluar dan minta untuk dipuaskan. Nadine tahu, seharusnya ia tidak boleh merasakan hal ini lagi.

"James sialan!" umpatnya.

Setelah mengambil kotak obat, Nadine mengisi baskom berukuran sedang dengan air hangat. Ia mengambil sapu tangan bersih dari kabinet sebelum kembali ke kamarnya.

Saat ia kembali, James bersandar di headboard dan pria itu tersenyum tipis kala menatapnya.

"Kau seharusnya tetap berbaring," ujar Nadine.

Nadine duduk di tepi tempat tidur. Ia meletakkan kotak obat di atas nakas dan baskom di atas pangkuannya.
Nadine mencelupkan sapu tangan tadi ke dalam air yang ada di baskom, memerasnya dan berusaha sekuat tenaga untuk membersihkan dada James yang dipenuhi dengan darah.

"Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?" tanya Nadine berusaha untuk mengalihkan pikiran liarnya.

Ia menatap James, dan pria itu juga menatapnya. Bibir James membentuk garis lurus dan rahangnya mengeras.
"Bukan waktu yang tepat untuk kau mengetahui semuanya, Nadine."

***

Nadine menatap James yang berbaring di atas pangkuannya. Nafas pria itu teratur dan berhembus mengenai perut Nadine yang hanya dibalut dengan  tanktop tipis. Tidur James terlihat sangat damai. Pria itu terlihat seperti anak kecil yang tidak memiliki dosa. Tidak ada yang akan percaya James adalah seorang penjahat jika melihat pria itu tertidur.

Tangan Nadine terulur untuk mengelus rambut panjang milik James. Tangannya tidak sengaja menyibak kemeja James yang tidak berkancing.

Hatinya terasa hangat kala matanya menangkap sebuah tato yang masih tergambar di dada pria itu. Tato itu masih ada. Tato yang menggambarkan inisial namanya.

Hati Nadine terasa tersentuh hanya dengan melihat itu. Apa dia masih menyimpan aku dihatinya?

Nadine tersenyum. Ia sudah memutuskannya.

Sebuah tangan yang menggenggam tangannya membuat Nadine tersentak kaget. Ia menunduk untuk melihat James yang menatapnya tajam. James mengeratkan pegangannya di tangan Nadine. Dan itu sama sekali tidak mengganggu.

"Apa yang kau inginkan, James?" tanya Nadine serius.

"Mencoba lagi," jawab James mantap. "Aku ingin kita mencoba lagi untuk bersama. Aku tidak peduli kau akan menolaknya lagi kali ini. Aku hanya ingin kau kembali bersamaku."

Nafas Nadine tercekat mendengar penuturan tersebut. James begitu sempurna dan besar. Ia tidak akan bisa kembali menolak. Pria itu masih memiliki hatinya dan Nadine tidak peduli jika mereka akan kembali tersakiti.

"Apa kau mencintaiku?" tanya Nadine dengan suara tercekat.

Keadaan menjadi hening. Tidak ada yang bersuara selama beberapa detik—tapi terasa sangat lama untuk Nadine. Jantung Nadine berdebar kencang menunggu James menjawab pertanyaannya.

"Dengan segenap hatiku, cara. Tidak ada yang pernah berubah sejak sepuluh tahun yang lalu. Aku mencarimu dan aku masih mencintaimu. Bukan kah aku sudah pernah mengatakannya; bagaimana pun caranya, aku akan membuatmu kembali menjadi milikku. Kau akan kembali di dalam pelukanku. Aku mencintaimu."

Nadine bernafas lega. Ia juga mencintai James dan dia sudah memutuskan, "Kita akan mencoba lagi."

***

Pengennya bikin cerita yang manis-manis. Tapi ya gitu, masih amatir jadi maaf kalo gak dapat feelnya.
 

Chance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang