Chapter 17 - Amazing Plan

2K 231 14
                                    

Selamat malam guys

Siapa yang udah masuk sekolah nih?

Jangan lupa vote dan komen
Koreksi kalo ada typo!!

***

Happy Reading Everyone❤

Mobil yang dikendarai James berhenti di sebuah restoran murahan di pinggiran kota New York di lingkungan yang kumuh. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara, baik James maupun Nadine. Keduanya sama-sama bungkam dan memikirkan hal yang baru saja terjadi. Sedangkan James, ia masih dikuasai amarah karena perlakuan Jason terhadap Nadine. Ia tahu kalau pria itu menyukai Nadine. Terlihat sangat jelas ketika Jason menatap Nadine dengan sorot berbinar.

Mobil mewah James terlihat mencolok di jalanan kumuh yang di penuhi orang-orang dengan pakaian berantakan. Tubuh mereka bertato, serta banyak tindik di telinga dan wajah. James menyapa mereka dengan ramah ketika keluar dari mobilnya. Sedangkan Nadine masih berada di dalam mobil James karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan di tempat ini. Nadine jelas wanita yang risih ketika berhadapan dengan orang-orang berpenampilan mengerikan  seperti itu.

James kembali ke mobilnya. Ia membuka pintu mobil di sisi Nadine dan berkata kalau semuanya akan baik-baik saja. “Tenanglah, sayang. Mereka bukan orang yang berbahaya.”

Nadine menurut. Ia keluar dari mobil James, tangan memegang erat tangan pria itu. Nadine selalu berdiri di samping James ketika orang-orang menatap ke arahnya.

James terkekeh melihat kelakuan Nadine yang menggemaskan. Pria itu memeluk Nadine dan membisikkan kata-kata penenang, memberi tahu wanita itu, tidak ada yang perlu ditakutkan wanita itu.

“Mereka orang-orang yang baik,” bisik James.

James membawa Nadine masuk ke dalam restoran tersebut. Restoran tersebut terlihat sepi, hanya ada tiga pelanggan yang duduk terpisah, seorang penjaga kasir, dua pelayan, serta seorang wanita paruh baya berpakaian nyentrik.

James membawa Nadine duduk di sebuah kursi kayu berukuran sedang dan meja persegi dengan cat yang terkelupas. Dekorasi restoran ini benar-benar sederhana. Hanya ada sebuah mesin penghitung tua, wastafel yang tertempel di dinding dekat pintu keluar, beberapa kursi dan meja yang cat-nya terkelupas, serta poster tua yang sudah berdebu.

“Apa yang terjadi pada wajahmu, James?” tanya seorang wanita paruh baya.

“Aku butuh kotak obat, Leila.” Kata James tanpa menjawab pertanyaan wanita itu.

“Baiklah,” Leila mengangguk. “Jules, bisakah kau mengambilkan kotak obat di belakang!” suruh Leila kepada wanita berambut merah, si penjaga kasir.

Kala Leila berbalik menghadap James, ia baru menyadari keberadaan wanita berwajah Asia di samping pria itu. Leila tersenyum hangat, seperti seorang ibu. Jauh berbeda dari kesan penampilannya.

“Apa dia kekasihmu?” tanya Leila.

“Dia calon istriku,” jawab James datar.

“Oh, benarkan?” Leila tampak terkejut. Ia menjulurkan tangannya kepada Nadine, membuat wanita itu bingung dan menatap James untuk meminta pendapat.

James mengangguk, secara perlahan Nadine menerima uluran tangan Leila, dan membuat wanita itu terkekeh. “Aku Leila.”

“Nadine,” balas Nadine sekenannya.
Leila duduk di hadapan Nadine dan James. Ia tersenyum menatap pasangan tersebut. Menurut kacamata Leila, James dan Nadine sangat serasi dan mereka terlihat sangat saling mencintai. Leila tidak pernah melihat James membawa gadis mana pun ke sini, sebelumnya.

Chance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang