4. Adrenaline

17.7K 1.6K 20
                                    

Nesya bahagia menerima amplopberisi hasil Ujian Nasional, ia lulus dengan nilai cukup bagus. Guru serta walikelasnya mengucapkan selamat pada Nesya, sebab nilai UN Nesya masuk sepuluh besar di sekolah. Nesya pun mendapatkan banyak rekomendasi universitas yang bisa ia masuki. Bahkan, beberapa guru menawari Nesya untuk mengikuti program beasiswa. Gadis itu tersebut hanya tersenyum, ia tak terlalu tertarik. Karena baginya, menjadi seorang diva adalah cita-cita yang ingin ia gapai.

"Please,Papanda, kakakcuma empat hari di Malang. Sabtu pagi kakak terbang terus siangnya langsung checksound, malemnya manggung sebentaaaar doang. Terus langsung balik ke hotel deh. Minggu pagi jalan ke Bromo sampai Senin sore. Selasanya,pulang naik pesawat dari Surabaya," pintanya memohon seraya meletakkan kepala di pangkuan Raditya.

Sudah lebih dari lima belas menit, gadis berprestasi ini mempersuasi Raditya agar mengizinkan dia mengambil job bernyanyi sekaligus berliburan di Malang dan Bromo.Namun, Raditya masih bergeming enggan menjawab permintaan putri Nesya.

"Kakak nggak tahu apa yang salah dari profesi penyanyi? Coba Papa sebutin deh, apa yang salah dari penyanyi dan pemusik? Kenapa kakak nggak boleh bernyanyi sesuai bakat dan passion Kakak. Kenapa, Pa?"tuntut Nesya pada Raditya. Hingga airmatanya meluruh, tak ada respon baik apapun dari Raditya. Sungguh ini lebih melelahkan daripada mengejar cinta. Apakah mendaki cita-cita harus seperih ini? Tuhan bantu Nesya. "Papa jangan diem aja. Jawab Kakak, Pa! Tolong izinin Kakak berangkat ke Malang minggu depan," isaknya disela tangis.

Namun,sang Papa seakan tuli dari isak lirihnya.Merasa tak dihiraukan, Nesya bangkit dari berlututnya di depan sofa TV tempat Raditya duduk. Ia berjalan lesu menaiki tangga dan masuk ke kamar.

Raditya mengembuskan napas berat. Nesya, menuruni bakat adik angkatnya, Ibu kandung Hanindia Carnesya. Ada trauma tersendiri bagi pria tiga anak tersebut dengan dunia yang ingin Nesya masuki. Bukan karena profesi seniman bermusiknya, tapi karena kecemasan yang terlampau tinggi dan janji pada diri sendiri untuk menjaga Nesya agar tidak seperti ibu kandungnya dulu."Seandainya Papa bisa mengatakannya secara gamblang, Sya," lirih Raditya.

Tiga hari sejak penolakan Raditya terhadap permintaan manggung Nesya, gadis cantik itu mendadak mogok makan. Tidak mau keluar kamar dan makan bersama, apalagi bertatap muka dengan Raditya.Tentu saja dalam hal ini Winda yang pasti direpotkan. Mengurusi emosi remaja memang bukan perkara mudah.

"Sayangnya Mama, jangan begini dong. Papa beneran punya alasan dibalik keputusannya," bujuk Winda, "boleh saja sebenarnya, asal sama Mbak Karti. Cuma 'kan kamu tahu sendiri, setiap liburan sekolah, Mbak Karti cuti untuk liburan sama keluarganya. Papa itu cemas kalau kamu jalan sendiri, Sya," imbuhnya pelan.

"Kakak nggak sendiri, Ma, ada teman-teman management disana. Ada Bang Satria sama Jamal juga, mereka pasti jagain kakak kok," kilahnya dengan wajah masam.

"Gimana kalau boleh manggung saja tapi nggak ke Bromo? Jadi, Minggu pagi kamu balik dari Malang. Sabtu pagi jalan, Minggu pagi pulang," tawar Winda

"Tapi sayang kalau nggak sekalian ke Penanjakan Bromo, Ma."

"Nanti kita sekeluarga kesana. Mama coba ajak Papa, mudah-mudahan mau atau sama Pakde Ardian, jalan dari Surabaya."

Gadis yang baru akan memasuki bangku kuliah tersebut menggeleng. "Kakak maunya sama temen-temen, Ma! Bikin video nyanyi di Bromo, acoustic-an gitu!"

"No more'but' cantik, Mama cuma bisa bantu izin sampe Minggu pagi. Minggu sebelum jam makan siang, kamu sudah di Jakarta lagi. Take it or stay here!" putus Winda.

Nesya menghela napas. Memang dia bukanlah putri seorang raja yang akan diberikan apapun kemauannya. Selalu ada terms and condition applied dalam setiap keinginannya, terutama untuk bernyanyi. "Mama masak apa?"

Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang