"Ibunyaaaa Nesyaaaa!" seruNesya ketika memasuki rumah mertuanya. Mereka tengah berada di kediaman orang tua Yusuf di kawasan perkebunan teh Lawang Malang. Sesuai janji dan tawaran Yusuf, mereka akan merayakan ulang tahun Nesya dengan berjalan-jalan berdua ke Bromo.
Harum membalas memeluk Nesya dan mencium kedua pipi Nesya. "Mantunya, Ibu. Sehat Nak?"
Nesya mencium tangan Harum. "Alhamdulillah, Ibunda."
Harum menggiring Nesya ke taman belakang. "Ayo, ke taman aja. Kita ngeteh disana." Sedangkan Yusuf, masuk ke kamar yang akan mereka tempati dan meletakkan barang-barangdisana.
"Hwaaaww!! Ada kolam renangnya! Kok Nesya nggak tahu sih, Bu?" pekik Nesya saat Harum membuka pintu belakang dan terpampang indah taman milik mertuanya.
"Yo kamu ndak tahu, wong dulu itu cuma meringkuk di kamar," goda Harum dengan tawa tertahan. Nesya merona merah mengingat kejadian memalukan yang menimpanya, hingga menjadikan ia istri dari Yusuf saat ini. "Ayo duduk di sana!" Harum menggenggam tangan dan menghela Nesya menuju gazebo.
Nesya kagum dengan rumah Harum. "Luas ya, Bu, tamannya. Susah deh bikin rumah dengan taman kayak gini di Jakarta."
"Ini dulu taman khusus burung peliharaan kakeknya Yusuf. Anak-anak ibu dulu, ya, tinggal disini sama ibu saat Ayah menempuh studi doktoralnya di Belanda. Lalu, Sina, adik Yusuf, menderita alergi parah karena bulu burung. Dari situ kakek merelakan untuk memindahkan semua koleksi burungnya ke kebun teh dan merubah taman belakang ini menjadi—"
"Kolam renang dan tempat kami bermain bola," potong Yusuftengah berjalan menuju gazebo. "Terimakasih Bu, Yusuf dan Sina mendapatkan masa kecil yang bahagia," lanjutnya lalu mengecup kening sang Ibunda.
Sang Ibunda tertawa kecil. "Yo. Cuma kamu dan Sina cucunya kakek dan kalian harus berolahraga karena tubuh kalian saat itu sedang dalam masa pertumbuhan."
"Aaaahhhh, rasanya Nesya jadi mau berenang!"
Hatrum mengiakan keinginan Nesya. "Iya, silakan. Tapi maaf loh, Sya, Ibu besok udah jalan ke Purwokerto lagi. Kalau boleh tahu rencana kalian gimana, sih, sebenarnya?"
Yusuf mengambil duduk di sisi ibunya. "Kami kesini karena lusa Nesya ulang tahun, Bu. Saya janji untuk mengajak touring ke Bromo."
Kening Harum berkerut samar. "Ke Bromo? Touring?"
"Ya, ke Bromo berdua naik motor. Motor yang kemarin Yusuf beli, platnya sudah Ibu urus 'kan?"
Wanita paruh baya tersebut berseru kaget, "Astaga, Le! Anak orang kamu ajak naik motor ke atas gunung?"
"Nggak apa, Bu. Nesya justru lagi seneng banget ini," sambar Nesya cepat.
Sang Ibunda menghela Napas. "Ya, sudah, nanti Ibu buatkan bekal buat kalian touring-touringmbuh kemana itu. Eh, ibu bikin sari apel sama teh strawberry fresh, tadi ibu petik di kebun pas kesana."
Nesya memeluk Harum manja. Ibu mertuanya sungguh baik. "Makasih, Bu. Nesya sayang sama Ibu," cetusnya.
Harum membalas dekapan Nesya penuh sayang. "Ibu juga sayang Nesya."
Yusuf tersenyum melihat interaksi dua wanita prioritas dalam hidupnya. Nesya memang berbeda. Sejak awal, tidak ada rasa sungkan dan canggung gadis itu tampakkan ke Harum. Ia tetap menjadi dirinya sendiri yang ceria dan ceplas ceplos.
"Sya, besok mau ikut Ibu ke kebun?"
Gadis itu tanpa ditanya dua kali langsung mengiakan tawaran Harum. "Mau, Bu." Nesya begitu semangat menjawab.
"Ya, sudah, kalian istrirahat dulu. Ini sudah hampir malam. Tapi kalau masih mau ngeteh, ya, sama Yusuf. Ibu mau istirahat."
"Iya, Ibu istirahat saja. Yusuf yang temani Nesya disini." Sulung pengusaha teh itu memeluk ibunya dan mengantarkan ke kamar untuk beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]
RomanceSebagian Part sudah dihapus Carnesya tersenyum tipis saat sang Papa menjodohkanya dengan Yusuf Arbianda, 'cinta dalam diamnya'. Bahagia karena pria yang selama ini mencuri hatinya akan menjadi miliknya. Namun Carnesya tidak tahu bahwa mengambil hat...