Nesya berdiri di depan pintu apartemen milik Yusuf, menghela napas dan tersenyum untuk menyambut hidup barunya. Dimana mulai besok, ia akan berangkat kuliah dari dan akan pulang kesini bersama Yusuf.
"Waalaikumsalam," balas keluarga Yusuf membukakan pintu setelah mendengar salam yang mereka ucapkan.
"Mantu Ibu!" Harum memeluk Nesya erat, mencium pipi kanan dan kirinya serta langsung menggiringuntuk menikmati makan siang buatannya. "Untung ke sini sekarang, jadi bisa ngobrol dulu. Soalnya sore nanti Ibu pulang ke Purwokerto. Kamu ikut antar kami ke stasiun, ya!" pintanya.
Kening Nesya berlipat dalam. "Kok Purwokerto?Nggak ke Malang, Bu?" tanya Nesya.
Harum menggeleng cepat. "Ibu ke Malang kalau lagi ngurus kebuh teh saja. Selebihnya, Ibu urus bisnis Ayah di Purwokerto."
Nesya mengangguk paham lalu berjalan mendekat ke Ayah mertuanya, menyapa dan bersalaman. Kemudian mereka berbincang-bincang sembari menikmati makan siang. Nesya dengan mudahberbaur dengankeluarga Arbianda, sebab keluarga Yusuf tidaklah jauh beda dengan keluarganya. Mereka harmonis dan menerima apa adanya, begitu juga adik laki-laki Yusuf yang kini menempuh studi perhutanan di Yogya. Meski umurnya lebih tua dari Nesya, ia menghomati Nesya sebagai kakak ipar.
"Suf, selesai makan bantu Bapakmupacking,yo. Ibumau ngobrol sama istrimu." Kerlingan Harum pada Nesya membuat gadis itu tersenyum kikuk, sedangkan Yusuf nurut saja perintah ibunya.Nesya kemudian mengikuti langkah Harum menuju kamar yang Nesya tebak kamar Yusuf. "Sya, maaf Ibu ndak sempat siapkan hadiah pernikahan kalian," tukas Harum jujur. "Tapi ... mungkin bisa membuatmu sedikit senang." Harum membawa Nesya ke walk in closet yang terdapat di dalam kamar itu. Nesya membelalak ketika melihat ruang kecil itu penuh dengan pakaian untuk dirinya dan Yusuf. "Ibu juga beli ini. Semoga kamu mau memakainya."
Rona wajah Nesya memerah. Mertuanya bahkan menyiapkan beberapa helai baju minim dan transparant. Nesya mengangguk malu-malu, "Iya, Bu. Pasti Nesya pakai."
Harum menuntun Nesya duduk di ranjang, berhadapan. Harum menggenggam tangan menantunya, menepuk-nepuk ringan. "Yusuf itu anaknya dingin, kaku, dan terlampau lurus. Sama persis seperti sifat Ayah. Harus kita yang berinisiatif dulu untuk mendekati. Makanya, banyak perempuan memilih mundur karena nggak kuat sama cueknya. Mudah-mudahan kamu bisa menghangatkan hatinya."
"Doa'kan Nesya, Bu."
"Pasti. Ibu yakin kamu bisa dan nggak tahu kenapa, Ibu milih kamu jadi mantu Ibu. Mungkin feeling kali, ya, kamu bisa mengubah Yusuf pelan-pelan. Pada dasarnya kamu itu anak baik, terlepas dari kejadian di Malang tempo hari. Kamu ndak menyesal kan menikah sama pria tua kaku itu?" tanya Harum disela tawa.
Nesya menggeleng malu-malu. "In Syaa Allah nggak, Bu, karena ...." Ragu-ragu Nesya melanjutkan ucapanya.
"Karena apa, Nduk?"
"Nesya jatuh cinta sama Pak Yusuf."
Senyum lebar menghiasi wajah Harum mendengar ucapan Nesya. "Alhamdulillah! Semoga rumah tangga kalian sakinah, mawaddah dan warahmah, ya, Nduk!"
"Amin."
*****
Setelah mengantar keluarga Arbianda sampai stasiun, Yusuf mengajak Nesya untuk menikmati makan malam diluar. Nesya mengingat-ingat apa saja wejangan mertuanya mengenai anak yang menjadi suaminya kini.
Harus pelan-pelan mengetuk hati Yusuf itu.Dia anaknya pemalu, jadi kalau digoda, suka susah merespon.
Yang sabar kalau Yusuf cueknya sedang kumat.Baju tidur yang Ibu beli jangan lupa dipakai, ya. Pesan yang ini, justru terputar terus diotaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]
RomanceSebagian Part sudah dihapus Carnesya tersenyum tipis saat sang Papa menjodohkanya dengan Yusuf Arbianda, 'cinta dalam diamnya'. Bahagia karena pria yang selama ini mencuri hatinya akan menjadi miliknya. Namun Carnesya tidak tahu bahwa mengambil hat...