23. Lunch Box

15.9K 1.3K 12
                                    

Hingga minggu ketiga, Nesya lost contact dengan pria pujaan. Bagaimana bisa Devina menghukumnya begini kejam. Ingin sekali Nesya berteriak dan mencekik leher manager berumur pertengahan tiga puluh itu, kalau dia tidak ingat jasa Devina dan tim, mungkin dari kemarin Nesya kirim voodoo untuk wanita itu. Oke! Nesya berlebihan. Sebenarnya, bukan salah Devina juga ia pun turut andil di dalamnya meskipun tanpa disengaja. Pikiran gadis ceria itu berkecamuk hebat, mencari cara agar Yusuf mau membuka komunikasi dengannya.

Pernah suatu kali ia bicara dengan Raditya. Bertanya, mengapa Yusuf bertindak seperti itu. Ia mengadu, dengan maksud agar mau membantu. Namun, kenyataan lagi-lagi diluar ekspektasi. Sang Papaenggan membuka portal berita karena rumor mengenai dirinya, justru menatap datar dengan berkata, "Bagaimana Papa bisa membantu orang yang nggak mempercayai ucapan Papa, bahkan berani mengkhianati orang yang Papa percaya."

Oke, satu kalimat itu saja sudah mampu meluluhlantakkan hati Nesya secara telak. Tetapi, Nesya bukanlah gadis dengan sifat mudah menyerah. Jika ia terlahir dengan sifat itu, tentu ia tak akan bisa sampai di titik kesuksesan ini. Satu ide sinting yang dianggap brilian oleh otak cerdas Nesya datang. Ia tersenyum, akan menjalankan ide ciptaannya, yaitu membolos kuliah satu hari saja. Dan disinilah ia sekarang, di tempat otak briliannya perintahkan.

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Bibir Nesya membentuk lengkungan lebar kala keluar dari mobil disupiri oleh Pak Dimin—supir pribadi Nyonya Wardhana. Mengayun tungkai penuh semangat, Nesya masuk ke gedung kejaksaan dengan membawa satu kotak berisi makan siang berlabel Dapur Winda Catering. Ia akan menemui dan memberikan makan siang buatannya dan Winda pada pria kaku.

Sesampainya di dalam, Nesya bertanya kepada staf di bagian depan letak ruangan Yusuf Arbianda. Kedatangan artis ibukota itu membuat suasana tenang kantor mendadak gaduh. Banyak pegawai meminta mengabadikan kedatangan Nesya di lobi maupun ketika berpapasan di koridor menuju ruangan Yusuf. Tetapi staf yang mengantarkannya, meminta Nesya untuk menunggu di salah satu ruangan lain, karena Yusuf sedang menerima tamu. Meski kecewa tak langsung bertemu, Nesya menurutihingga seseorang mendatanginya.

"Mbak Nesya?" sapa Ibnu Dharmawan—senior Yusuf. Nesya berdiri, mengangguk hormat tak lupa senyum seribu watt ia pamerkan. Kemudian mengulurkan tangan dan disambut Ibnulalu mempersilakan duduk kembali. "Yusuf sedang ada tamu. Ada pesan yang mau disampaikan atau menunggu?"

"Saya tunggu saja, Pak," sahut Nesya penuh hormat.

Ibnu mengangguk paham. "Baik. Nanti saya antar jika urusannya sudah selesai. Boleh ... kita wefie dulu? Anak saya suka sekali sama Mbak Nesya."

"Boleh." Nesya bersiap saat Ibnu mendekatdan duduk di sisinya. Tangan Ibnu menyorot kamera pada mereka.

"Pak Ibnu, siapa yang cari saya?" Suara yang Nesya rindukan mendadak terdengar dan membuatnya langsung menoleh ke sumber suara.

Yusuf Arbianda berdiri di ambang pintu, bersama Kinanthi—mantan terindahnya.

Seketika hati Nesya mencelos, serasa sebuah godam menghantam begitu kuat hingga ia hancur. Bola mata Nesya bergerak liar menghalau cairan bening yang ingin keluar. Nesya tak menyangka akan mendapati kejutan luar biasa dari Yusuf. Helaan besar ia keluarkan agar perih dan sesak yang mengimpit menguap tak bersisa. Sakit? Tentu saja, namun sebisa mungkin ia tahan. Kekecewaannya tak kalah besar dengan kekecewaan Yusuf pada Nesya. Bedanya ia sama sekali tak memiliki hubungan dengan Satria, sedangkan Yusuf ...

Raut kaget dan kecewa sempat ditangkap netra Yusuf di rupa Nesya, ketika Ibnu membelakangi istrinya untuk memberitahu jika ada artis terkenal menunggu. Ini seperti tamparan bagi Yusuf atas rasa kecewanya pada Nesya. Keadaan berbalik, kini dia membuat Nesya kecewa meskipun tanpa disengaja. Dia dan Kinanthi hanya sebatas rekan kerja, tidak lebih.

Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang