Saat Nesya membuka mata, jam dinding menunjukkan pukul lima pagi. Ia mengerjap mengumpulkan kesadaran. Mengangkat perlahan tangan yang memeluknya kini. Namun, bukannya terlepas justru pelukan itu makin terasa erat.
"Jam berapa?" Suara serak seksi pagi hari ala Pak Jaksa Yusuf menyapa rungu sang calon diva.
Ia berbalik menghadap Yusuf. Memandang wajah tampan versinya, yang selalu sukses membuat hatinya bertalu-talu. "Jam lima. Sarapan nasi jagung di pasar yuk, Pak. Pengen itu, deh."
Satu kecupan singkat mampir di bibir Nesya. "Jangan lakukan hal seperti semalam lagi, ya. Apapun yang ada di otakmu, jangan dipikirkan. Jalani saja hubungan dan pernikahan ini. Percaya sama saya."
Nesya bergeming memandang Yusuf, malas membahas apapun yang berkaitan dengan cinta hari ini, tetapi ia mengiakan. Kemudian mereka turun dari ranjang dan membersihkan diri, lalu menjalankan ibadah bersama. Yusuf mengajak Nesya menikmati pagi di sekitar perkebunan sembari bergandengan tangan, menceritakan bagaimana masa kecilnya dulu saat ia tinggal disini. Sesekali Yusuf mengajak Nesya bercanda, meski guyonan yang dilontarkan garing seperti kerupuk nasi uduk.
*******
Suara wanita paruh baya menyapa Yusuf, saat mereka memasuki rumah makan kecil yang menjual aneka menu sarapan. "Cak Yusuf!"
"Bu Darno, apa kabar?" sapa Yusuf ramah tersenyum manis penuh hormat.
"Alhamdulillah, Le, sehat." Yusuf mengambil tangan wanita paruh baya itu lantas mencium takzim. Nesya pun mengikutiyang dilakukan Yusuf. "Ini ... yang diceritakan Ibumu kemarin, 'kan? Cantik."
Yusuf mengangguk. "Enggeh, Bu. Namanya Nesya." Nesya tersenyum dan menunduk hormat pada wanita itu.
"Yo, wes! Ayo duduk. Mau sarapan apa? Nasi jagung, nasi rawon, apa nasi soto?"
"Nasi jagung, Bu. Yusuf kangen sama urap dan pulennya nasi jagung Ibu. Istri Yusuf juga mau incip katanya. Penasaran." Kembali Nesya tersenyum malu kala Yusuf mengutip namanya.
Wanita paruh baya tadi ke dapur meminta seorang gadis muda untuk menyiapkan pesanan Yusuf dan Nesya."Saya ini dulu yang bantu jagain Yusuf sama Sina waktu mereka kecil. Ibunya sibuk mengurus kebun milik kakek Yusuf, jadi ya ... mereka sama Ibu." Lalu mengalirlah cerita masa lalu indah milik Yusuf dan Sina dari kenangan wanita pemilik warung makan itu. Sesekali Nesya bertanya atau menanggapi cerita yang dilontarkan oleh wanita yang sudah dianggap Ibu oleh Yusuf. Pun, beberapa candaan juga mewarnai sarapan pagi mereka.
Nesya berjalan menyusuri kebun teh, hijau dan biru memanjakan mata. Menghirup kesegaran udara yang ia yakini tidak ada di Jakarta. Nesya ingat, saat kecil dulu, Papa dan mamanya sering mengajak berwisata ke kebun the di Kemuning, Jawa Tengah, saat sang Ayah masih ditugaskan disana. Sejuk dan damai memenangkan jiwa. Oh, andaikan mereka bisa lebih lama di sini, Nesya bahagia sekali.
Yusuf sendiri berjalan santai sembari menggandeng tangan Nesya. Sesekali menegur atau membalas sapaan para pemetik teh, yang tanganya tak berhenti memetik pucuk daun untuk dijadikan minuman favorit Nesya itu.
"Ayo pulang! Kita harus segera ke bandara." Nesya mengangguk, mengikuti Yusufmenghelanya pulang.
******
Pukul tiga sore, saat Nesya turun dari pesawat di Halim Perdana Kusuma, Ardian menghubungi, mengabari bahwa sang producer music meminta bertemu sore ini, sehingga Yusuf dan Nesya memutuskam langsung menuju ke tempat pertemuan.
"Bapak yakin nggak capek?" tutur Nesya saat mereka tengah menikmati 'sambutan' ala Jakarta. Macet.
"Tidak. Saya sudah janji untuk menemani kamu, 'kan?" Nesya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]
RomanceSebagian Part sudah dihapus Carnesya tersenyum tipis saat sang Papa menjodohkanya dengan Yusuf Arbianda, 'cinta dalam diamnya'. Bahagia karena pria yang selama ini mencuri hatinya akan menjadi miliknya. Namun Carnesya tidak tahu bahwa mengambil hat...