15. Heart Beat

18.3K 1.5K 52
                                    

Nesya tidak lagi tertarik menikmati embusan angin malam yang sensasi dinginnya menjadi favorit tersendiri bagi gadis itu. Ia duduk tenang dengan kepala di belakang kepala Yusuf, namun tetap memeluk dari belakang.

Jalan berliku khas pegunungan tidak membuatnya senang. Entah mengapa, ucapan wanita tadi tentang pria bibit unggul mapanmejadi incaran setiap wanita, terngiang terus di telinga hingga mengusik pikirannya. Ia alpa memikirkan hal ini, bahwa ia memang jatuh cinta bukan pada pria sembarangan. Meski Yusuf Arbianda bukanlah model tampan terkenal atau CEO dingin romantis, tapipastilah memiliki banyak wanitamenyebut Namanya dalam setiap doa mereka.

Bapak nikahin gue karena permintaan Papa. Kalo semisal ternyata dia punya wanita lain dihati dia gimana, ya? Kalau ternyata diam-diam banyak yang suka laki gue? Beneran, deh! Ngak bisa diginiin Akutuuu! Mode sinetron Nesya kumat.

"Sudah sampai." Suara Yusuf menyadarkan Nesya jika mereka berhenti di depan sebuah kedai yang berdiri di ... samping jurang?

Nesya mengerjap memandangi sekitar. Melihat deretan kedaiberdiri di pinggir jalan dan setengah bangunannya didirikan diatas jurang. "Aman, Pak? Nggak bakal ambles,'kan?" bisik Nesya.

Yusufturun dari motor setelah Nesya turun lebih dulu. "Saya suka menikmati secangkir kopi disini dengan memandang kota Malang yang berkilauan di malam hari," cerita Yusufkini sudah duduk di salah satu meja kosong di ujung bagian bangunan ini.

Pak Ucup tuh sebenernya punya sense of romantic juga. "Kayak candle light dinner, ya, Pak. Pakai remang-remang lagi tempatnya." Ucapan amoral Nesya kembali lagi.

"Kita sudah makan tadi. Saya ajak kamu kesini untuk menikmati pemandangan kota Malang malam hari. Kecuali kamu mau mengisi perutmu yang hanya dimasuki beberapa suap nasi briyani tadi."

"Nesya makan martabaknya banyak tadi, Pak. Makanya nggak mau pesen nasi lagi. Minta suapin punya Bapak aja." Itung-itung sekalian tukeran DNA, Pak.

Yusuf memanggil pelayan dan memesan satu kopi hitam dan satu teh tawar hangat untuk Nesya, juga jagung bakar sebagai temannya. "Mbak, nanti jagung bakar saya tolong dipipil. Maksudnya, biar saya tinggal nyendok dari piring gitu, nggak mau gigit dari jagungnya. Takut belepotan," pinta Nesya sedikit sungkan. Pelayan itu tersenyum ramah dan mengiakan permintaan gadis itu.

"Apa enaknya makan jagung bakar yang sudah dipipil?"

"Nggak ribet, Pak."

"Tidak ada sensasinya."

"Rasanya tetep jagung juga."

Sesaat hening tercipta diantara mereka. Dua pasang bola mata dengan binar yang sama-sama mengatakanhal dipikiran mereka, memandangi scape kota Malang di malam hari yang indah.

"Sya." Yusuf memecah keheningan.

Nesya menoleh pada suaminya. "Iya, Pak?"

"Saat makan tadi, kenapa hanya diam saja? Biasanya kamu selalu bicara banyak hal."

"Nesya ... bingung tadi mau pilih makan apa," ujar Nesya tertahan dengan binar sendu pada matanya. "Makanya pesen martabak aja yang pasti familiar di lidah, bukan nasi yang banyak minyak, daging cincang dan kacang polong itu," kilah Nesya tidak sambung dengan pertanyaan Yusuf.

Yusuf menatap lekat wajah Nesya. "Ada yang kamu pikirkan melebihi menuberminyak tadi?" Nesya diam. Ia kembali memindai kerlip lampu yang memperindah malam hari."Saya suami kamu dan kemarin kita sudah sepakat untuk membangun chemistry. Diskusi mengenai apapun juga salah satu dari membentuk chemistry, Sya."

Huft! Nesya menghela napas. "Soal Pakde Ardian, Nesya dapet tawaran nyanyi jingle iklan. Kira-kira Bapak izinin Nesya nggak?" Nesya mengalihkan topik sebenarnya yang mengganjal di pikiran.

Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang