Tak sanggup menunggu tiga hari sesuai instruksi Rendi. Belum genap empat puluh jam, Nesya membawa Yusuf ke rumah sakit bersama Raditya. Benar, hasil lab menyatakan bila Yusuf terkena tipus. Maka disinilah Yusuf sekarang, di kamar rawat inap salah satu rumah sakit ternama di Jakarta.
"Bapak makanya kalau makan tuh dijaga. Maaf Nesya nggak bisa memenuhi kebutuhan gizi Bapak, sampe Bapak gini. Bapak nggak marah, 'kan? Nggak akan talak Nesya, 'kan?" Derai airmata tak henti membasahi wajah penyanyi pendatang baru ini. Siapasangka, jika artis terkenal yang selalu tampak kalem, lembut dan pendiam ini, ternyata memiliki bakat drama tingkat dewa.
"Saya cuma terserang tipus. Tidak perlu sampai begitu." Yusuf menjawab lirih, tersenyum mencoba menenangkan isak tangis istrinya.
Mengusap cepat lelehan air mata di pipi, Nesya menjwab, "Iya! Tapi Bapak sampai sakit."
"Saya hanya kelelahan dan banyak pikiran."
Nesya kesal, Yusuf masih saja membantahnya. "Kerja tuh jangan di fosir makanya!"
Lelaki berusia tiga puluh tiga tahun itu menatap lekat paras ayu Nesya. "Saya lebih banyak memikirkan kamu."Nesya terdiam. Antara yakin dan tidak dengan pendengarannya. "Kita jarang memiliki waktuberdua dan berbicara. Rencana saya untuk bisa lebih dekat dengan kamu sepertinya masih sulit."
Bapak sendiri yang bikin sulit!
"Saya rasa ... mulai ketergantungan terhadap kamu."
Nesya mencoba tak terpengaruh oleh ucapan Yusuf. "Udah, Bapak istirahat aja dulu. Mas Sina sama Ibu udah mau sampe katanya."
"Kamu panggil Sina, Mas. Kenapa panggil saya Bapak?" protes Yusuf.
Nesya diam, bingung mau jawab apa. "Ya ... suatu hari nanti Nesya akan dipanggil Ibu. Iya,'kan?" kilahnya asal. "Itupun kalau ada yang mau menghamili, sih," lanjutnya santai. Ia membenahi selimut Yusuf, sedikit menggeser bantal agar Pak jaksa tercintanya bisa menyandar nyaman. "Cepet sembuh, ya, Pak."
Yusuf menahan tangan Nesya. "Bisa bantu saya supaya cepat pulih?" Yusuf mengetuk pelan bibirnya dengan jari telunjuk.
Nesya tersenyum sembari mengulum bibir dan tampak sedikit salah tingkah. Tanpa menunggu lama, ia langsung menjalankan tugas sebagai istri solehah dengan suka rela dan tingkat keikhlasan paling tinggi yang dipunya. Nesya menyatukan bibir mereka. Tak ada cecapan menggebu, lembut dan penuh makna menyalurkan semua rasa yang mereka rasakan. Mata yang sama-sama terpejam, meresapi pagutan manis mereka. Lama, hingga oksigen mulai menipis dengan berat hati harus disudahi.
Sering-sering sakit tipus ya, Pak! Biar minta cium terus!
"Pak gimana kalau kita nyobain di rumah sakit?" bisik Nesya setelah melepaskan diri.Yusuf mengernyit."Itu ... dua satu plus plus ala dokter sama suster atau dokter cinta sama pasien malarindu."
Yusuf memasang wajah datar, tetapi bibirtersenyum lurus. Istrinya kembali kumat, mesum, dan ngelunjak. Tidak lama pintu kamar rawat inap Yusuf terbuka lebar. Sina dan Harum berjalan pelan memasuki ruangan dengan senyum dan wajah ... sungkan?
Merasa ada pergerakan di belakangnya, Nesya menoleh ke pintu. Senyum seketika terkembang melihat yang datang. "Ibunda!" sapa Nesya langsung menghampiri dan mencium punggung tangan mertuanyalalu menyalami Sina—adik Yusuf.
"Kayaknya Yusuf sudah sehat, ya?" Pandangan mata mertua Nesya menatap lurus pada putranya, tersenyum penuh arti.
Nesya merangkul Harum, mengiring mendekati suaminya. "Ya, belum lah, Bu. Baru masuk pagi tadi. Maafin Nesya, ya, Bu, lalai merawat Pak Yusuf."
"Ya,nggak apa. Wong kamujuga sibuk, to? Sudah go public. Ibu sampai seneng lihat tv sekarang. Suka ada video klip lagu mantu Ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnesya's Love Song [ Sudah Terbit ]
RomanceSebagian Part sudah dihapus Carnesya tersenyum tipis saat sang Papa menjodohkanya dengan Yusuf Arbianda, 'cinta dalam diamnya'. Bahagia karena pria yang selama ini mencuri hatinya akan menjadi miliknya. Namun Carnesya tidak tahu bahwa mengambil hat...