Chapter 16

27 5 0
                                    

"Fahri baik-baik saja kan?"
"Lo kenapa sih Ni? Perasaan dari kemarin begitu mulu nanyanya"
"Abisan lu berubah cuy"
"Berubah kenapa?"
"Kaga"
"Aneh Lo ah engga jelas"
"Emang lagi engga jelas belakangan aku tuh"
"Hahaha"
"Butuh piknik nih"
"Piknik lah"
"Lagi boke"
"Sama"

Rasanya sudah lama ngobrol aneh sama Fahri seperti ini.
Dulu "Yah mulai deh baper" selalu menjadi bentuk protes andalan Fahri yang berarti dia tidak mengizinkanku untuk baper (bawa perasaan) dengan dirinya. Sejak saat itulah kami akhirnya sepakat untuk menjalin persahabatan tanpa baper tepat 1 tahun yang lalu.

Namun kenyataannya selama setahun itu pula, aku merasa dibuat baper karena sikapnya yang setiap hari penuh kejutan hingga membuatku geleng-geleng kepala berfikir namun tak kutemukan jawabannya.

Bagaimana jika pada akhirnya dia tahu aku baper? Atau dengan caranya dia yang tidak memprotes atas obrolan anehku sudah merupakan jawaban bahwa dia mengizinkanku untuk baper?

***

"Kalau aku sih mikirnya dia lagi berusaha jadi cuek dengan bales sesingkat mungkin, kesannya engga pengen chatting aja sama kita" Tanggap Karina
"Mungkin dia lagi baik hati" Tanggap Dea
"Mungkin dia lebih senang action daripada gombal Nii atau mungkin dia males ngetik dan memang gayanya begitu" Tanggap Juju
"Bisa jadi sih Ju, sejauh ini aku kenal Fahri itu mirip Mamaku, you know kan Mamaku engga suka yang namanya ngetik-ngetik lebih suka ngomong langsung" Ujarku pada ketiga Agents via Video Call

Setiap seminggu sekali kami rutin Video Call berbagi cerita cita cinta di Kota kami masing-masing. Juju yang sekarang sudah kembali berkumpul dengan keluarganya di Lampung, Karina yang sedang meniti karir di Bandung dan Dea yang tetap setia di Tangerang.

Pada kesempatan ini juga terkadang aku menceritakan kisah cintaku tentang Dean, Katya bahkan Fahri. Meskipun Karina, Juju dan Dea belum pernah bertemu dengan ketiga orang yang kuceritakan namun mereka mengetahui jalan ceritanya kemudian memberi pendapat versi mereka masing-masing.
"Thankyou Gents, we love us. As always love Agents!"

.
27 Mei 2018
Pagi itu line telepon mejaku yang biasa kugunakan untuk menghubungi rekan lain di tiap ruangan berdering. Tertera angka nomor 32 yang merupakan pertanda salah satu rekan dari lantai 17 menghubungiku
"Hallo, ada Bu Nurma engga disana?" Suara lelaki dari sebrang sana yang masih terdengar asing ditelingaku
"engga ada" Jawabku sambil mencari tau siapa pemilik suara ini
"Oh oke" Setelah telepon ditutup aku masih mencari tau sembari mengingat hari-hari sebelumnya yang biasa menelpon dari Line 32 ialah Pak Ibram tapi kuyakin suara yang kudengar tadi tidak mengandung khas bapak-bapak jadi kupastikan ini bukan beliau.
"Itu Fahri kali Ni, kan dia lagi di Lantai 17 selama Katya sama Adi masih proyek" Tanggap Puri seakan mengerti apa yang ada di fikiranku
"Hahaha gue manggil 'Pak' tadi, padahal Fahri ya" Ujarku menahan tawa

Siangnya, selagi aku mengambil air Wudhu hendak Sholat. Tiba-tiba ada suata ketukan pintu kamar mandi yang kukunci.
"Sabaar" Saat kubuka pintu, ternyata Martha. Tapi masa iya Martha iseng ngetuk pintu kamar mandi (?) karena yang kutau Martha engga pernah sebercanda itu.
"Bukan gua yang ngetok, noh si Fahrong" Jawab Martha kemudian menoleh ke arah Fahri yang sudah masuk ke Mushola.
.
28 Mei 2018
Pagi itu, aku tiba di kantor kepagian. Akhirnya kuniatkan Sholat Dhuha di Mushola yang ternyata ada Fahri yang sepertinya baru selesai Sholat.
"Udah?" Tanya Fahri yang kufikir dia sudah keluar dari Mushola tapi nyatanya dia menungguku (?)
"Apanya?" Aku malah balik bertanya
"Sholatnya"
"Iya udah"
"Yauda Ayo"
"Lah lu dari tadi nungguin gue Fa? Aku baru sadar ternyata Fahri menungguku hingga selesai Sholat
"Iya. Karena lu penakut sendirian di Mushola, makanya gua temenin. Haha" Terang Fahri kemudian kami masuk Lift berbarengan dari Lantai 2 menuju Lantai 17 dan Lantai 18.

Aku menatap Fahri, pemilik nama lengkap Fahri Kurniawan. Lelaki yang mewarnai hari-hariku di kantor sejak Katya pergi ke luar kota, Lelaki yang selalu punya cara untuk menyenangkanku, Lelaki yang kutau dulu belum bisa melupakan seseorang dimasa lalunya.

Apakah Fahri yang sekarang sudah bisa berdamai dan meninggalkan masa lalunya?

***

"Hahaha selama perjalanan dari Lantai 2 ngobrolin apa nih? Kepo gue" Lamunanku tersadar ketika Puri masuk kedalam lift dari Lantai 17, bahkan aku tak menyadari Fahri sudah keluar dari lift.
"Engga ngobrolin apa apa" Jawabku rada aneh
"Diam sajakah?"
"Kepo. Lu habis ngapain di Lantai 17?"
"Kepo. Hahaha"
"Wah langsung bales dendam dianya Hahaha" Padahal tanpa dikasitau Puri pun aku sudah paham dia habis ketemu Yono di Lantai 17.

Belum lama aku menyibukkan diri didepan komputer
"Lagi apa?" Fahri menghampiriku dan ikut menatap layar komputer
"Ini lanjut ngerjain kerjaan yang kemarin"

Aku menuju ke Lantai 17 melewati tangga. Fahri yang baru saja keluar dari lift menyadari langkah kakiku
"Mau ketemu siapa?" Tanya Fahri ketika kami berpapasan
"Ada perlu sama Bu Nurma. Lu sendiri?"
"Mau ketemu Bu Dona"
Fahri membukakan pintu ruangan untukku, lalu kami pun bertemu Ibu Nurma dan Ibu Dona yang tempat duduknya bersebelahan.

Prince DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang