Chapter 20

32 5 0
                                    

30 Juli 2018
Aku bersama keluargaku mengunjungi rumah Fahri, sebenarnya hari itu juga kami ada acara dikantor.

Karena aku sedang berada dirumahnya, jadi kuputuskan berangkat ke kantor setelah pulang dari rumah Fahri saja.

Saat itu Mamaku mengobrol dengan Mamanya Fahri, sementara Adiknya Fahri manja dengan Kakaknya yaitu Fahri sendiri yang lagi kecapean.

Akhirnya aku panggil dia karena merasa kasihan tidak ada yang mengajaknya main, sekalipun itu Fahri kakaknya sendiri.
Awalnya Adiknya Fahri tidak mau bermain denganku, tapi lama kelamaan mau main sama aku.

Di kala jam sudah hampir bentrok dengan acara kantor, aku dan keluargaku memutuskan untuk pulang.

"Terus kamu jadi dateng engga ke acara kantor?" Tanyaku pada Fahri sebelum benar-benar berlalu
"Ya kalo keburu mah aku dateng, nanti kita kabar-kabar-an aja" Jawab Fahri yang berencana naik kereta menuju lokasi acara kantor

Selama beberapa jam perjalanan, entah gimana ceritanya tiba-tiba aku dan Fahri sudah sampai di lokasi tujuan. Lalu kita sama-sama mencari kostum dresscode dengan tema yang sudah ditentukan oleh pihak kantor.
Aku memilihkan baju yang cocok untuk dipakai Fahri, begitupun Fahri memilihkan baju yang cocok untukku, namun ujung-ujungnya kami mengikuti saran dari desainer tata busana tersebut.
"DEG" Aku terbangun jam 2 pagi
Dan cerita tadi hanyalah M.I.M.P.I.! -_-

***

"Tha, masuk engga hari ini? Kepalaku pusing banget nih" Keluhku tepat jam 6 pagi
"Yaudah engga usah masuk lu. Istirahat aja, makan yang bener" Martha memberikan saran
"Tania sakit apa?" Tanya Puri
"Sakit yang butuh obatnya diajak jalan dan dikasih perhatian sama Fahri. Hahaha" Candaku "Sakit perut Ri, terus makanku juga memang engga beraturan akhir-akhir ini"
"Iya Ni, jangan makan yang terlalu pedas dan jangan telat makan ya" Saran Puri yang sangat tidak menyukai makanan pedas ini "Get well soon Ni, nanti diajak Fahri jalan-jalan deh. Hehe"

Martha dan Puri pergi kerja ke kantor. Sementara aku di kamar seorang diri akibat pusing yang masih memutar dikepala, jadi aku hanya bisa tiduran dan tak bisa kemana-mana. Untung Puri dan Martha dengan baiknya sudah menyediakan makanan dan minumanku di sudut kamar yang baru bisa kumakan siang ini.

***

"Justru yang aku takutin dari sisi Fahri yaitu:
1) Dia akhirnya peka sama perasaanku, tapi kenyataannya hanya aku yang baper, Fahrinya engga. Lalu kemudian dia menjauh dan jaga jarak denganku.
2) Dia akhirnya peka sama perasaanku, kita sama-sama baper, lalu jadian hati aku memang untuk Fahri, tapi hati Fahri belum sepenuhnya untuk aku. Melainkan masih berharap sama seseorang yang pernah hadir di masa lalunya.
"Ya ga mau lah aku tuh jadian sama orang yang belum bisa berdamai dan meninggalkan masa lalunya."

Aku sih cuma bisa berdoa sama Allah
"Jika memang Fahri baik untuk Tania dan keluarga Tania, semoga Allah membukakan pintu hati Fahri untuk Tania dengan cara memberi perhatian dan ngajak jalan kemudian mengobrol intens seolah saling mengenal satu sama lain. Dan semoga Fahri diberikan kemudahan untuk meninggalkan masa lalunya.

Aku juga berharap, jika nanti tiba saatnya Katya selesai proyek dan mulai bekerja kembali di kantor, Fahri akan tetap menjadi Fahri yang kukenal, engga pakai mikir "Ah udah ada Katya, jauhin Tania dulu deh nanti deketin lagi pas Katya pergi dinas ke luar kota"

Dan semoga saja dengan cara aku yang tidak lagi menggubris obrolan Katya di grup, Fahri bisa peka dan menyadari bahwa aku engga ada perasaan apa-apa lagi sama Katya selain sebagai rekan kerja." Tulisku pada sebuah buku catatan harian yang kuberi judul 'Doa dihati Tania' di sela-sela makan siangku

Prince DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang