home

170 11 0
                                    

Firgi menisayratkan ke mamahnya. Bahwasannya ia ingin pergi ke rumah andin dengan sepeda kesayangannya.

Tapi sang mamah tidak mengizinkannya.
Sang mamah sangat tegas firgi harus pergi dengan supir pribadi.

Terpaksa firgi mengalah dan di antar oleh supir pribadinya.






Tok tok tok tok

Firgi mengetuk pintu rumah andin.

Karena andin tengah mandi, neneknya lah yang keluar.

Neneknya membuka pintu sambil terbatuk-batuk.
Ia melihat seorang lelaki muda dan tampan.

"Iya mencari siapa?" tanya nenek andin.

Firgi bingung harus menjawab seperti apa.
Ia mengisayaratkan agar sang nenek tetap disini.

Firgi pun berlari cepat kearah mobil yang berada di depan ruman andin untuk mengambil buku dan pulpen.

Nenek andin tidak mengerti ia hanya menunggu sesuai sang permintaan lelaki itu.

Firgi kembali dan menuliskan sesuatu dihadapan sang nenek "saya firgi. Andinnya ada?"
Firgi menyodorkan bukunya untuk di baca sang nenek.

Nenek andin tidak mengerti apa yang dilakukan firgi. Pertanyaan di kepala Sang nenek sangat banyak sekali.

"Ada kok tadi lagi mandi. Tunggu dulu yah disini. Nenek panggilkan andin terlebih dahulu" tulis sang nenek dibuku.

Firgi membacanya tersenyum dan memganggukan kepala ke nenek andin.

"Andin sudah selesai belum pakai bajunya" teriak sang nenel seraya mengetuk pintu kamar.

"Iya nek bentar lagi. Emang kenapa nek?"

"Itu ada orang yang namanya firgi nyariin kamu"

"Hah firgi" andin berteriak karena kaget.
Andin menyisir rambutnya secara kilat.

Ia berlari ke arah dapur untuk menaruh handuk dan mengambilkan air putih untuk firgi.

Firgi menunggunya diluar. Ia sudah mengambil barang yang akan di berikan ke andin.

Tuk andin menaruh gelas di atas meja.
Firgi yang melihat itu hanya nyengir kuda.
Karena firgi tidak memberitahu andin jika dia akan datang kerumahnya.

Andin mengambil buku yang biasanya ia gunakan sebagai alat komunikasi.

"Kamu ngapain ke rumah aku" tulis andin.

"Aku pengen maen aja. Pengen kenalan juga sama nenek kamu. Masa gak boleh?"

"Bukannya gak boleh. Tapi kamu gak bilang kalo mau kesini"

Firgi memberikan setangkai bunga mawar dengan quotesnya.

Lebih baik berduri diluar daripada berduri di dalam.

Andin tidak mengerti dengan quotes tersebut. Sepertinya firgi meragukan perasaannya.

"Maksud kamu apa? Quotesnya kok kayak nyudutin aku?" andin menanyakan hal tersebut.

"Bukan, aku bukan menyudutkan kamu. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih karena kamu sudah mau menjadi kekasihku dan menerima kekurangan ku" firgi menuliskannya sedikit lama.

Andin membacanya dan tersenyum kearah firgi.

Firgi seperti melihat ujung bibir andin sobek.
Firgi menyentuh wajah andin untuk menghadap kearahnya.

Andin terkejut dia takut bibirnya yang sobek terlihat oleh firgi.

Firgi menyentuh bagian ujung bibir andin. Andin meringis kesakitan. Firgi bisa melihat dari ekspresi andin itu beneran sakit.

Firgi bertanya lewat tatapan matanya dengan menggerakan tangannya meminta penjelasan.
Yang di tanya hanya menggelengkan kepala.

"Sudah diobati?" tanya firgi.

Andin mengambil buku yang telah disodorkan oleh firgi.

"Sudah" jawab andin. Firgi ingin bertanya sebanyak mungkin. Namun jari-jari tangannya pegal harus menulis secara terus-menerus.

Mereka hanya berdiam.

Andin menuliskan sesuatu.
"Aku ingin belajar bahasa isyarat agar lebih mudah berbicara dengan mu"

Firgi yang membacanya sangat tersentuh.

"Tidak usah bila dipaksa akan semakin sulit untuk memahami setiap gerakannya. Satu gerak tubuh dalam bahasa isyarat mempunyai arti yang sangat banyak" firgi memberikan bukunya dengan di lanjutkan mengusap-ngusap pelupuk kepala andin.

Andin langsung mengerucutkan bibirnya setelah mendapatkan jawaban dari firgi.

"Aku tidak terpaksa aku ingin mempelajarinya" andin tetap kekeh.

"Ya ya ya aku akan mengalah."

Andin tersenyum kemenangan...

"Andin ayok ajak firgi makan, masakannya sudah siap" sang nenek mengajak untuk makan bersama.

Andin menarik tangan firgi untuk masuk kedalam rumahnya yang sederhana berbeda sekali dengan rumah firgi mungkin 3 kali lipatnya rumah andin.

Makanan sudah dihidangkan mereka semua duduk dilantai beralaskan karpet bergambar unicorn.

Firgi ingin menolaknya setelah tahu ia akan di ajak makan.

Tapi nenek andin sudah menyuruhnya duduk.

Firgi malu. Takut sang nenek tidak menyukainya.

Firgi diambilkan nasi dan lauknya oleh andin. Neneknya hanya melihat adegan itu.
Firgi mengucapkan tidak perlu banyak-banyak namun andin memberikan sebaliknya.

Mereka bertiga makan dengan hening hanya suara sendok yang berdenting sesekali.

"Kamu tunarungu?" tanya sang nenek ke arah firgi dengan bahasa isyaratnya.
Ia bisa sedikit bahasa isyarat sebab di kampung dulu ada temannya yang tunarungu juga.

Firgi heran neneknya andin bisa berbahasa isayarat namun sedikit agak berbeda.

"Iya saya tunarungu" jawab firgi.

"Kamu tinggal didaerah mana?" lanjut sang nenek.

"Saya tinggal di daerah taman balaraja. Saya tidak menyangka nenek mahir berbahasa isyarat"

Andin hanya melihat percakapan kekasih dengan neneknya. Ia tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Kamu pacarnya andin?" tanya sang nenek.

Firgi melihat ke arah andin dan menganggukan kepala.

"Ia saya kekasihnya, dia beda dari perempuan lain. Tidak pernah menganggap saya kurang sempurna. Dia selalu menganggapnya saya sama dengan yang lainnya."

"Ya dia beda. Andin adalah orang yang sangat kuat dia sangat mandiri. Jadi tolong jaga andin untuk nenek" nenek andin meminta untuk menjaga putri kesayangannya.

"Pasti nek."


Mereka bertiga pun makan dengan nikmat.
Andin tidak menyangka neneknya bisa berbahasa isyarat.


TunaRunguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang