SINC : 3rd

6.9K 466 3
                                    

Sejujurnya hari ini aku sibuk. Tugas kuliah belum kelar dan deadline-nya besok. Tapi, karena aku menghargai kalian yang membaca dan aku juga sudah berjanji untuk update tiap hari, jadi aku menyempatkan waktu untuk mengetik.

Maaf apabila kalian merasa chapter ini kurang maksimal. Tetapi, percayalah selanjutnya aku akan lebih berusaha lagi.

Hope you like it!

Don't forget to vote and comment if you like this story.

Happy Reading....

***

Alice :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alice :

Alice duduk termenung di depan meja riasnya. Pikirannya berkelana kemana-mana. Memikirkan mimpi apa itu? Siapa pria itu? Mengapa dia menghilang tiba-tiba? Mengapa jantungnya berdegup kencang kala berdekatan dengan pria itu? Semuanya berputar-putar di dalam otaknya. Memaksanya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu yang seakan ingin meledakkan kepalanya. Alice menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya. Menatap wajah mengerikannya di cermin berbentuk bundar yang kini ada di hadapannya. Wajahnya pucat pasi, bibirnya mengering, dan rambutnya acak-acakan. Alice bahkan tidak tahu bagaimana ayahnya masih bisa mengenalinya.

Mengingat hal itu, Alice jadi teringat saat ayahnya menemukannya. Pria itu tampak sangat khawatir dan menuntun Alice untuk keluar. Dilihatnya ibu dan juga saudari tirinya memandangnya dengan buas. Seakan-akan ingin memakannya hidup-hidup. Alice menjadi merinding membayangkannya. Bagaimana nasibnya esok hari ketika ayahnya pamit bekerja? Pastilah dia akan mendapatkan hukuman lainnya yang mungkin lebih berat dari sebelumnya.

***

Alice mendampingi ayahnya hingga sampai di pintu depan. Dibelakangnya terdapat Nathalia dan juga Emily yang tengah memasang senyum palsu.

Kuda berwarna coklat milik ayahnya telah siap dan menunggu di halaman depan. Rasanya sangat sulit untuk berpisah dari ayahnya, bahkan pertemuan mereka belum genap 24 jam. Dengan berat hati, Alice melepaskan rangkulan tangannya di lengan Adolf. Namun tanpa disangka-sangka, Adolf menahan tangannya.

"Kamu ikut dengan ayah ke istana."

Semuanya membulatkan matanya saat mendengar perintah tegas Adolf. Alice kebingungan dan hanya dapat melihat Nathalia dan Emily bergantian.

"Untuk apa, Adolf? Alice lebih nyaman jika ditinggal di rumah," jelas Nathalia sembari menghampiri suaminya.

"Tidak lagi, Lia. Ini kedua kalinya aku menemukan Alice terkurung. Aku tidak bisa membiarkanmu menjaga putriku," ucap Adolf sambil menatap istrinya tajam.

She is not CINDERELLA | RE-UPLOADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang