SINC : 14th

5.4K 300 0
                                    

Hola!!! Hari ini aku update!!!

Konflik SINC akan dimulai dari chapter ini dan pertemuan Erick dengan Alice tinggal tunggu bentar lagi.

Penasaran???

Makanya ikutin terus cerita SINC ini sampai tamat ya...

Hope you like it!

***

Alice :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alice :

Alice mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum membuka mata sepenuhnya. Dia mengarahkan matanya untuk melihat sekitar. Dia ingin menarik tangannya, tetapi sebuah sentuhan lembut menghentikannya. Alice menoleh ke samping, dimana Adolf tertidur dengan sebelah tangan sebagai tumpuan, sedangkan sebelahnya lagi menggenggam tangan Alice.

Alice tersenyum lembut dan berusaha untuk mendudukkan diri, tetapi gerakan kecilnya tanpa sengaja membangunkan Adolf dari tidurnya.

"Maaf karena Alice mengganggu tidur nyenyaknya ayah," ucap Alice dengan penuh penyesalan.

Adolf membuka matanya lebar-lebar. Saat matanya bisa melihat wajah Alice dengan jelas, dia segera memeluk Alice erat.

"Kamu baik-baik saja, Alice? Apa ada yang sakit?" tanya Adolf tanpa menyembunyikan kekhawatirannya dan itu membuat benak Alice menghangat.

"Alice baik-baik saja, ayah. Justru dengan Ayah memeluk Alice seperti ini, membuat Alice susah bernapas," candanya, namun dengan segera Adolf melepaskan pelukannya.

"Ah! Maafkan ayah... Ayah hanya khawatir karena kamu tiba-tiba pingsan," ucap Adolf sembari menggaruk tengkuknya salah tingkah.

Berbanding terbalik dengan Alice. Dia mendadak mengingat hal terakhir yang membuatnya kehilangan kesadaran. Alice memandang Adolf lekat, menunjukkan bahwa dia meminta sebuah pembenaran. Adolf yang mengerti, segera duduk dan menyentuh kedua tangan Alice.

"Ayah... Katakan bahwa itu semua hanyalah mimpi buruk Alice saja. Alice itu anak ayah, putri kecil ayah. Katakan pada Alice bahwa ayah masih menginginkan Alice sebagai putri ayah," desak Alice. Air mata telah mengenang di pelupuk matanya dan dengan segera Adolf menyekanya.

"Apa yang kamu bicarakan, Alice? Ayah masih menginginkanmu, selamanya akan seperti itu, sayang. Kamu adalah berlian buat ayah dan mana mungkin ayah tidak mengakuimu sebagai putri ayah," jelas Adolf penuh pengertian.

Alice mengerjapkan kedua matanya dan memandang Adolf dengan ragu. Namun, dengan segera ditepisnya jauh-jauh dan langsung memeluk ayahnya.

"Maaf, ayah.... Alice janji Alice akan menjadi anak yang baik. Yang selalu membanggakan ayah. Alice lebih baik tinggal di rumah daripada di sini, asalkan ayah tidak membuang Alice." Alice menangis tersedu-sedu, membuat hati Adolf sakit, seolah teriris. Dengan lembut, dia mengusap punggung gadis itu, lalu mengecup puncak kepalanya.

"Ayah tidak mungkin membuang Alice dan ayah tidak akan membiarkan Nathalia menyakitimu lagi, Alice."

Alice mengangguk pelan dan semakin menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Adolf. "Alice sayang Ayah...."

Adolf tanpa sadar meneteskan air mata haru, kemudian mencium pipi Alice bertubi-tubi. "Ayah juga sangat sayang pada Alice apapun yang terjadi. Alice harus percaya pada ayah."

***

Helena :

Helena dengan langkah lebar menghampiri Adolf saat pria itu baru saja keluar dari kamar Alice.

"Bagaimana keadaan Alice?" tanya Helena cemas.

Adolf menatap Helena dan Arthur bergantian, lalu memberi hormat. "Alice baik-baik saja, My Queen. Saat ini dia tengah beristirahat."

Helena menghembuskan napas lega dan memandang pintu kamar Alice dengan sendu.

"Lalu, apa dia sudah bisa menerima kenyataan bahwa dia merupakan putri kami?" tanya Arthur tiba-tiba yang membuat Helena kesal.

"Cukup, Arthur! Kita sudah membahas hal ini sebelumnya. Seharusnya kita memberikannya pengertian secara perlahan, tetapi kamu malah membuatnya menjadi kacau. Kamu harus ingat Arthur bahwa asal mula masalah ini adalah karena keegoisan kamu," bentak Helena membuat semua yang mendengarnya tercengang.

"Helena, tenangkan dirimu. Dimana tata kramamu sekarang?" desis Arthur.

"Tenang? Aku sudah cukup sabar dengan sikapmu selama ini, Arthur. Aku belum memaafkan kamu karena telah memisahkan aku dengan Alice," pekik Helena histeris.

Arthur yang sudah emosi pun terpancing dengan kemarahan Helena. "Aku melakukan semua itu karena aku sayang padamu, Helena. Aku mencintaimu dan aku tidak mau kehilanganmu. Tidakkah kamu mengerti? Tidakkah kamu memikirkan perasaanku sedikit saja? Apa kamu tahu perjuangan aku selama ini untuk mencari Alice? Aku telah menggerakkan setengah prajurit untuk melacaknya, tetapi hasilnya nihil."

Adolf meneguk ludahnya susah payah saat mendengar penjelasan Arthur. Ditambah lagi kini pria itu menatap Adolf tajam.

Helena tersentak. Dia merasa bersalah karena telah mengabaikan Arthur selama ini. Dia juga tidak menganggap serius perasaan Arthur kepadanya dan dia tidak sadar bahwa dia telah cukup menyakiti perasaan suaminya.

"Arthur..."

"Diam, Helena! Aku tidak butuh belas kasihanmu!" Setelah mengucapkan itu, Arthur segera melangkah menuju kamar mereka.

Adolf melirik sekitar dimana banyak pelayan yang menyaksikan pertengkaran tadi. Dengan lirikan mata, Adolf memberikan perintah agar semuanya pergi. Semua pelayan tampak memucat dan bergegas untuk kembali ke pekerjaan masing-masing.

Helena jatuh terduduk di atas lantai dan menangis tersedu-sedu. Dia bahkan tidak mempedulikan bahwa dia terlihat memalukan saat ini. Tidak seharusnya dia menyalahkan Arthur sepenuhnya. Dia seharusnya berterimakasih pada Arthur karena masih mau menerimanya. Bahkan Arthur senantiasa menunjukkan kasih sayangnya yang tidak digubrisnya sedikit pun. Helena mengira bahwa Arthur melakukan itu semua karena ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka hidup harmonis, walaupun kenyataannya tidak. Tetapi, kini dia tahu bahwa dia telah membuat kesalahan yang fatal. Arthur mencintainya dan dia telah sangat menyakiti pria itu.

Adolf dengan segera membantu Helena untuk berdiri saat dilihatnya wanita itu menyeka air matanya. "Sebaiknya Ratu berbicara baik-baik dengan Raja Arthur. Saya yakin beliau hanya tersulut emosi."

Helena menatap Adolf dengan sisa-sisa air matanya dan menggenggam tangan pria itu. "Apa dia akan memaafkan aku?" tanyanya dengan suara serak.

Adolf tersenyum lembut lalu menarik tangannya dengan sopan. Dia mengangguk kecil. "Raja Arthur sangat mencintai Ratu. Dari dulu hingga sekarang dan itu tidak akan pernah berubah."

Helena mengangguk mengerti, lalu berjalan cepat menuju kamarnya.


Bersambung....

She is not CINDERELLA | RE-UPLOADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang