KRING ... KRING ... KRING ...Suara jam alarm berwarna merah kelam berbunyi, membangunkan seorang remaja laki-laki bernama Genta Arya Prakasa. Dengan rasa malas dan mata terpejam, ia meraba bagian samping kanannya susah payah, mencari jam alarm yang semalam ia tempatkan di nakas meja.
"Ck! Sialan!" gumam Genta kesal. Saat bangkit dari tempat tidur, tanpa sengaja iris matanya melihat sebuah kalender yang tertera di nakas meja bertuliskan hari yang paling dibencinya 'Senin'.
Siapa yang tidak benci pada hari Senin? hari di mana semua orang yang berstatus sebagai pelajar harus melakukan upacara bendera. Jika mereka telat berdiri di lapangan atau pakaiannya tidak lengkap alias acak-acakan, mereka harus rela diberi hukuman.
"Sekolah tuh?" tanya Ghina, kakak Genta yang tengah asyik mengunyah roti sebagai sarapan pagi di meja makan.
"Menurut lo?" Genta bertanya balik.
"Sekolah 30 menit, abis itu bolos, palingan lo nongkrong di warung Mak Kevin," sahut Ghina judes.
"Anak pinter!" pujinya sembari menepuk-nepuk puncak kepala kakaknya.
"Sakit bego!"
Ghina berdecak kesal ketika rambut cokelatnya berantakan karena ulah sang adik. Ia membenarkan tatanan rambutnya kembali dengan wajah tertekuk. Sialan! Padahal ia butuh waktu hampir setengah jam untuk merubah gaya rambutnya menjadi ikal, tapi Genta malah merusaknya dalam sekejap.
Alih-alih merasa bersalah, Genta menarik kursi dan duduk manis. Tangannya mencomot selembar roti di piring. Ghina melirik sinis setiap gerak-gerik Genta.
"Rumah sepi," celetukan Genta memecahkan keheningan di meja makan. Ia membaluri selai cokelat ke roti tawar miliknya.
"Mama pergi lagi ke Thailand, ngurus proyek katanya, gak tau tuh, pulang kapan."
Genta merespon ucapan Ghina dengan sekali anggukan. Giginya menarik roti yang berada di genggaman tangannya. Laki-laki itu tidak berminat menanggapi lebih jauh. Pasalnya, kedua orangtua Genta memang selalu sibuk dengan urusan bisnis yang terus berkembang pesat. Papanya kini sedang berkerja di Belanda selama kurang lebih lima bulan, sedangkan mamanya mengambil alih proyek kecil-kecilan di Thailand.
Mungkin karena hal itulah Genta menjadi kurang terurus sehingga tumbuh menjadi anak remaja yang nakal. Kalau saja sekolah SMA Bakti Praja bukan milik pamannya, Genta pasti sudah berpindah-pindah sekolah dari dulu.
"Woi! Ini udah mau jam setengah tujuh! Lo kapan mau berangkat sekolah?" tanya Ghina sewot. Adiknya terlalu santai, seakan hukuman di sekolah sudah menjadi langganannya.
Mata Genta menilik arloji berwarna hitam yang ia kenakan di pergelangan tangan kiri, "ya udah, gue berangkat. Jangan kangen sama gue!"
Genta mengenakan ranselnya. Ia membenarkan letak tali di kedua pundak sebelum berjalan meninggalkan meja makan.
"Najis! Jijik parah gue, sumpah! Dasar anak tengil!"
Tubuh Genta berbalik menghadap kakaknya, "Tengil-tengil kayak gini tapi tetep ganteng, kan?" tanyanya usil disertai kedipan sebelah mata. Sebelum Ghina protes, Genta sudah lebih dulu berbalik seperti semula, berjalan keluar rumah.
"Cih! Dasar! Giliran di rumah gayanya tengil! Giliran di sekolah aja, dinginnya minta ampun!" gerutu Ghina kesal begitu punggung Genta menghilang dari pandangannya.
Ghina memang sering mendengar dari mulut teman-teman adiknya bahwa kelakuan Genta di sekolah dan di rumah sangat jauh berbeda. Genta memang seperti itu, hanya pada orang-orang terdekat sifatnya bisa berubah menjadi gila. Berbeda ketika ada cewek yang mendekatinya, Genta pasti tidak akan merespon dan hanya diam seperti orang mengidap penyakit bisu. Ia merasa risih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Badboy vs Stupid Girl [HIATUS!]
Teen Fiction⚠️DILARANG KERAS MENGCOPY CERITA SAYA⚠️ REVISI SETELAH TAMAT‼️ Cover by : @SivaMhrnii "Pacaran itu apa?" Zefa bertanya dengan wajah begonya. "Hah?! Serius lo gak tau?" Genta balik bertanya. Wajahnya nampak melongo tak percaya. Zefa menyengir leb...