Belum ada hitungan jari Zefa bersekolah di SMA Bakti Praja, tapi namanya sudah terkenal luas di kalangan siswa-siswi akibat kejadian di lorong sekolah bersama Bianca.
Seperti sekarang, saat Zefa berjalan santai menuju kantin, beberapa murid yang tadinya tak peduli melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Satu-dua dari mereka berbisik-bisik ke telinga temannya, menilai penampilan Zefa.
Alih-alih menegur atau memperingati, Zefa terus bernyanyi sambil berjalan menuju kantin. Masa bodo baginya.
"Lulu!" teriak Zefa cempreng. Ia mempercepat langkah kaki.
Zefa meletakkan ransel di atas meja. Matanya menyusuri tiap gerak-gerik Lulu menelan bubur. "Lo nggak bosen, Lu. Makan bubur mulu?" bokongnya ia daratkan ke kursi.
"Lo sendiri kenapa nggak bosen makan seblak? Tiap hari kalo ke kantin jajannya seblak mulu, sampe mata gue bisulan liatnya." Lulu balik bertanya. Mengingat dari awal masuk sekolah hingga sekarang Zefa selalu membeli seblak. Seakan-akan makanan itu sudah menjadi darah daging di tubuhnya.
Zefa menyengir lebar. Bola matanya berubah menjadi sipit. "Nggak tau dah, abisnya kalo gue belom makan seblak bawaannya kayak ada yang kurang gitu."
Lulu memutar bola mata. Malas mengajak Zefa debat.
"Gue beli seblak dulu ya, Lu."
Lulu menarik pergelangan tangan Zefa. "Eh, mau beli apa tadi kata lo?" nada bicara Lulu tak bersahabat.
"Seblak,"
"Masih pagi, Zefa. Jangan makan seblak."
"Terus, gue harus beli apaan dong?" tanyanya merengek.
Lulu menggaruk rambutnya berkali-kali, berusaha tetap sabar menghadapi sifat Zefa. "Beli bubur aja, kalo nggak nasi uduk." usulnya.
Bahu Zefa bergedik. "Ih, nggak mau ah! Nasi uduk itu nggak enak! Masa rasanya beda sama nasi putih. Padahal kan, sama-sama putih warnanya."
Lulu membulatkan kedua mata. Bibirnya bahkan tidak mau tertutup rapat. Zefa benar-benar membuat kesabarannya diuji habis-habisan.
🌻
Tidak ada hal menyenangkan yang bisa Genta lakukan selain berbaring di salah satu sofa rooftop. Kedua matanya terpejam damai. Rooftop adalah surga dunia baginya. Menenangkan, sejuk, juga tidak ada suara berisik yang menggangu pendengarannya.
Sebenarnya Genta melarikan diri ke rooftop karena satu alasan, pelajaran matematika. Entah kenapa saat mendengar nama mata pelajaran itu perut Genta terasa mual dan ingin lekas memuntahkannya.
Genta benci melihat banyak rumus yang menurutnya lebih sulit diselesaikan ketimbang pelajaran fisika. Ditambah lagi ia belum mengerjakan PR matematika. Membuatnya malas kena hukuman, dan berkahir memilih rooftop sebagai tempat pelariannya.
Tepukan pelan di pundak Genta membuatnya menengok malas. "Faqih mana?" tanya Genta pada Surya dan Nesvadba begitu ia menyadari bahwa keduanya tidak datang bersama Faqih.
Surya menaik turunkan kedua bahu. "Nggak tau, pas selesai istirahat dia nggak masuk ke kelas, ngapel pacarnya kali." tebaknya asal ceplos.
Genta menghela napas berat. Ia heran kenapa Faqih cepat akrab dengan para siswi di sekolah. Bila dihitung, mantan Faqih lebih dari 50 orang. Kalau putus, Faqih pasti selalu mengganti nomor hapenya. Entah karena alasan apa.
"Ngapa lo, bro?" Nesvadba terkekeh pelan melihat wajah masam Genta.
Genta menghela napas lagi. Matanya melirik Nesvadba. "Pusing gue, tiap hari tugas banyak, kepala rasanya mau pecah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Badboy vs Stupid Girl [HIATUS!]
Teen Fiction⚠️DILARANG KERAS MENGCOPY CERITA SAYA⚠️ REVISI SETELAH TAMAT‼️ Cover by : @SivaMhrnii "Pacaran itu apa?" Zefa bertanya dengan wajah begonya. "Hah?! Serius lo gak tau?" Genta balik bertanya. Wajahnya nampak melongo tak percaya. Zefa menyengir leb...