CHAPTER 28- PILIHAN

487 62 14
                                    

Rencananya pengen update kalo gak hari Kamis ya Jumat, ternyata ada banyak gangguan dan baru bisa update sekarang 😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rencananya pengen update kalo gak hari Kamis ya Jumat, ternyata ada banyak gangguan dan baru bisa update sekarang 😭😭

Jangan lupa luangkan waktu 2 detik buat tekan bintang ya gais!

Selamat membaca kisah Zefa dan Genta

Btw, kalo ada yang typo atau kurang jelas komen aja ya.

Terimakasih banyak buat readers yang udah pencet bintang 😘❤️

***

Ruangan berwarna putih yang didominasi bau obat-obatan itu lenggang sejenak. Dokter berkepala tiga yang mengenakan kacamata minus fokus pada mesin sinar- x yang terhubung ke layar komputernya. Tangan pasien yang duduk di hadapannya memainkan jemari. Nampak gelisah.

"Aku gak bisa tidur semalem karena terus memikirkannya."

Ia meluapkan kegelisahan yang dirasakannya. Pasien itu membasahi kulit bibirnya yang pecah dengan air liur menggunakan hantaran lidah.

"Rasanya ... itu gak masuk akal."

Dokter berkepala tiga yang telah membantu pasien menjalani perawatan selama lebih dari 10 bulan menatap penuh iba. Memang agak repot mempunyai salah satu pasien yang petakilan. Apalagi umurnya masih menginjak angka remaja belasan tahun. Tapi dibalik semua itu ia salut karena sang pasien tetap ulet menjalani tahap perawatan meski tahu nyawanya tidak akan terselamatkan. Perawatan yang dijalaninya selama ini cuma bisa memperlambat penyakit yang dideritanya. Bukan menyembuhkan.

"Fakta bahwa aku cuma punya sisa waktu gak sampai satu tahun buat hidup. Gara-gara sebuah penyakit yang gak bisa disembuhkan oleh pengobatan modern saat ini."

Pasien bercerita dengan mimik ceria seperti biasanya. Seolah-olah ia ingin pamer ke banyak orang kalau dirinya baik-baik saja. Padahal jiwanya sangat rapuh. Tidak ada harapan setitik yang bisa digali untuk menolongnya sembuh total. Maka dari itu ... sewaktu tahu dirinya diagnosa penyakit mematikan, ia berupaya menguatkan diri dan selalu bersikap riang di depan orang lain. Supaya ia tidak perlu menghitung sisa waktu yang dimilikinya. Agar ia lupa bahwa dirinya adalah jiwa yang rapuh.

Nahas ... penyakitnya bisa kambuh kapan saja. Tiap kali gejala yang dialaminya timbul pasti bereaksi semakin parah. Saat itu ia tahu ... sisa waktu yang dimilikinya semakin menipis. Bahkan prediksinya tidak sampai hitungan satu tahun.

"Dokter tau betapa sehatnya aku? Aku bisa lari muterin lapangan sekolah sebanyak lima kali, olahraga basket dalem durasi waktu cukup lama, aku juga tidur dan makan teratur. Selain penyakit kambuh dari sebulan yang lalu, aku sepenuhnya baik-baik aja."

"Saya tau." dokter itu menyahut singkat. Ia bingung merespon curhatan sang pasien.

"Dokter ... gimana kalo seandainya aku menolak untuk mati? Apakah Tuhan akan berbaik hati menyetujuinya?"

Crazy Badboy vs Stupid Girl [HIATUS!] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang