MENGOBROL dengan Tara ternyata cukup mengasyikkan. Meski perkenalan mereka bisa dibilang aneh karena Kishi mendadak berambisi menjadi makcomblang yang menyedihkan. Maxwell sebenarnya terpaksa duduk semeja dengan gadis itu karena tidak ada lagi tempat kosong yang akan memberinya privasi. Bergabung dengan orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya bukanlah hal yang membuat Maxwell nyaman. Tara, walau tergolong sosok asing, paling tidak sudah pernah berkenalan dengan lelaki itu secara resmi.
Entah dengan orang lain, tapi Maxwell selalu bersemangat jika bicara tentang pekerjaannya. Apalagi bila mendapati ada pendengar yang menaruh minat pada ceritanya. Tadi, menyaksikan Tara terkesan terpesona mendengar kisahnya, Maxwell benar-benar senang. Mendadak, dia merasa menjadi pendongeng yang sedang mengabarkan potongan cerita romantis yang misterius.
"Kamu kok bisa tertarik jadi arkeolog, sih? Awalnya gimana?" tanya Tara setelah Maxwell bercerita banyak tentang pasukan terakota.
"Gara-garanya baca tentang kisah Tutankhamum atau Tut, salah satu raja Mesir yang paling terkenal. Waktu makamnya pertama kali ditemukan oleh arkeolog bernama Howard Carter, butuh waktu tiga tahun cuma untuk motret, bikin daftar benda-benda yang ditemukan, dan ngebersihin harta makam sebelum ketemu mumi si raja itu."
"Wow! Serius? Sampai tiga tahun baru ketemu muminya?"
Maxwell mengangguk. "Waktu pertama baca tentang Tut, aku masih SMP. Itu yang bikin penasaran. Sebuah makam kok bisa serumit itu? Apalagi setelah baca banyak buku tentang Tut. Dulu penyebab kematiannya dianggap karena pukulan di kepala karena memang ada serpihan tulang yang lepas di tengkoraknya. Tapi belakangan hasil CT Scan ngebantah kesimpulan itu. Dari situ, aku tertarik pengin belajar arkeologi."
"Muminya di CT Scan?" Tara terpana, matanya dipenuhi binar yang membuat Maxwell tertulari semangatnya. "Aku nggak bisa ngebayangin ada mumi yang di-scan. Pasti ribet banget prosesnya, ya?"
"Yup.Tut itu jadi objek penelitian yang menarik banget. Muminya ditutupi topeng emas yang jadi salah satu harta karun Mesir Kuno paling terkenal. Telinga Tut ditindik, kepalanya dicukur plontos. Hasil CT Scan juga nunjukin kalau Tut nggak kurang gizi dan biasa hidup sehat. Nggak pernah sakit parah dari kecil. Gigi bungsunya nggak tumbuh dengan baik. Giginya juga tonggos karena faktor keturunan."
Tara berdecak kagum, membuat Maxwell mendadak salah tingkah. "Kamu hebat, bisa tau segitu detail."
"Aku baru bisa baca jurnal-jurnal tentang Tut doang. Sayang, aku belum punya kesempatan untuk ngeliat langsung bagian dari Raja Tut. Entah muminya atau benda-benda yang diambil dari makamnya. Itu salah satu cita-citaku." Maxwell tersenyum tanpa sadar. "Intinya, dunia arkeologi itu membuat kita bisa menyaksikan banyak keajaiban. Tut menjalani CT Scan sekitar 3.300 tahun setelah kematiannya. Kurasa, Tut sendiri nggak nyangka jenazahnya menarik minat manusia modern dan dipelajari sampai sekarang."
Tara nyaris memekik saat melihat arlojinya. "Kapan-kapan kamu harus cerita lagi tentang pengalaman di tempat-tempat penggalian, ya?" pinta gadis itu sebelum berdiri dari tempat duduknya. "Sekarang aku harus ke bandara, mau ngejemput klien yang besok bikin pesta lajang itu. Dah, Max."
Lelaki itu mengangguk dengan senyum tipis. Mendadak, Maxwell merasa aneh dengan dirinya sendiri. Ini kelemahan terbesarnya yang belum juga bisa ditundukkan. Dia orang yang tergolong pendiam, tapi tak bisa menutup mulut jika sudah bicara tentang dunia arkeologi.
Matanya mengikuti gerakan Tara melenggang dengan penuh semangat. Menurut Kishi, gadis itu masih kuliah tapi sudah mencoba membangun bisnis sebagai perencana pesta. Tebakan Maxwell, usia Tara baru awal dua puluhan.
Gadis berkulit putih itu kalah jangkung dibanding Kishi. Mungkin tingginya sekitar seratus enampuluhan sentimeter dengan tubuh sintal. Rambut Tara melewati bahu, legam, dipotong lurus dengan poni tebal. Matanya bulat dan ekspresif, alis tebal natural, pipi agak chubby, serta dagu bulat dengan belahan yang cukup jelas. Bibir biasa saja, dengan bagian bawah menyerupai bentuk busur. Yang menarik adalah hidung Tara. Dengan ujung yang agak mencuat, seolah hendak memberi tahu dunia bahwa tak ada yang boleh menyombongkan diri di depan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geronimo! [Terbit 21 Oktober 2019]
General Fiction[Sebagian cerita sudah dihapus] Maxwell Ravindra mungkin serupa kaktus. Dia bisa bertahan hidup meski menghadapi cuaca tak bersahabat. Pengkhianatan dari perempuan yang nyaris diajak menikah, tak terlalu memengaruhi hidupnya. Lelaki itu masih memili...