Bab 10. Seksi

20K 3.6K 189
                                    

KALIMAT terakhir Tara membuat tawa Maxwell pecah lagi. Sesaat kemudian dia tersadar, entah berapa kali dirinya tergelak tiap bersama gadis itu. Seolah Tara membawa virus tawa yang menular dan tak kuasa ditampiknya.

"Serius kamu ngomong kayak gitu?" tanya Maxwell, setengah tak percaya.

"Serius, dong. Aku nggak tahan tiap kali ada orang yang jelek-jelekin temenku. Apalagi aku tau yang terjadi sama kalian. Untuk orang lain, harusnya aku belain kakakku sendiri. Tapi aku nggak bisa. Udah tau salah tapi masih dibelain, rasanya kayak jahat sama diri sendiri. Hati nuraniku memang luar biasa, kan?" Kalimat terakhir Tara dipenuhi aroma canda.

Dianggap sebagai teman oleh gadis yang baru dikenalnya beberapa hari silam, tidak sering dialami Maxwell. Selain Tara, mungkin cuma Vanessa yang merasa begitu. Meski tadi dia sengaja mengabaikan dugaan Tara tentang si penelepon, Maxwell tahu Vanessa cenderung memandangnya sebagai lelaki idaman. Maxwell mungkin tidak luwes bergaul tapi dia tidak bodoh. Telepon Vanessa barusan hanya menegaskan dugaannya. Gadis itu mengaku merindukannya dan ingin mereka terlibat penggalian di tim yang sama.

"Memangnya mereka curiga apa, sih? Aku jadi penasaran," Maxwell berpura-pura tidak tahu.

Tara mengangkat bahu. Gadis itu memasukkan satu suapan makaroni panggang ke dalam mulutnya. Saat itulah Maxwell baru menyadari meski tak bisa menguraikan dengan detail. Bahwa Tara memiliki espresi tertentu tiap kali menyantap makanan yang dianggapnya nikmat.

"Curiga kamu manfaatin aku untuk nyakitin mereka berdua. Gitu deh kira-kira."

Hari ini dia baru saja membuktikan bahwa para pendosa selalu dikejar-kejar oleh kecurigaannya. Namun kali ini Maxwell bisa agak maklum. Melihat dia bisa mengenal Tara, adik bungsu Jacob, tentu saja mantan sahabatnya itu merasa curiga. Setahu Maxwell, Jacob adalah orang rasional yang tak percaya pada kebetulan.

"Aku nggak akan bela diri dengan bilang kalau aku manusia mulia yang punya standar moral tinggi dan sebagainya. Tapi kurasa kita sama-sama tau gimana Kishi yang suka ikut campur itu ngenalin kita. Aku yakin banget, sampai detik ini pun dia nggak tau kamu itu adiknya Jacob. Nggak ada kebetulan semengerikan itu."

Tara mengangguk tanda setuju. Jari-jarinya berjalinan dengan tubuh agak dimajukan. "Yup, bener banget. Siapa sangka cowok seksi yang kudadahin pas lagi jalan di pantai sana, ternyata terkait sama Mas Jacob dengan cara yang rumit. Tapi, walau tau situasinya kayak gini, aku pasti tetap punya kesimpulan yang sama."

Maxwell yang sedang meneguk air mineralnya, nyaris tersedak saat mendengar Tara mengucapkan "cowok seksi" dengan begitu santainya. Rasa penasaran mulai menggelitik perutnya. "Apa yang bikin kamu menyimpulkan kalau aku seksi? Cuma karena aku bertelanjang dada setelah berenang?"

Wajah Tara memerah. Ini kali pertama gadis itu terlihat malu. Maxwell pun mendadak merasa seperti orang berkepribadian ganda. Sebelum ini, tak pernah dia mengajukan pertanyaan semacam itu pada siapa pun. Namun dia belum sempat meralat kalimatnya karena Tara sudah memberikan jawaban.

"Jujur nih, aku nggak tau konsep seksi itu kayak apa. Cuma pas ngeliat kamu... jalan di pantai dengan cueknya, kata 'seksi' langsung muncul di kepalaku." Tara terbatuk kecil, terlihat malu. Namun, tentu saja bukan Tara namanya jika segera menutup mulut begitu saja. "Maaf kalau kamu nggak suka dibilang seksi. Aku nggak ngebayangin hal-hal jorok, kok."

Kalimat terakhir yang bernada pembelaan diri itu membuat Maxwell melepas tawa. Gadis ini, dengan segala keberanian dan ketangguhannya, masih menyimpan sisi polos yang membuat Maxwell merasa gemas. Dia memang tidak tahu kehidupan yang sudah dilalui Tara, tapi melihat sikap Jacob dan Sheva saat mereka sarapan tadi, Maxwell merasa hormat pada gadis ini. Karena Tara tidak kehilangan keceriaan atau berubah sinis meski berhadapan dengan orang-orang yang suka menyudutkan.

Geronimo! [Terbit 21 Oktober 2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang