Ara

19 2 0
                                    

Jika tau tidak bisa bersama, kenapa terus memaksakan? Bukankah itu hanya akan menyakiti dirimu sendiri?

***

Salwa kembali ke kelas sendiri tanpa Topan, langsung berjalan ke sampingku untuk duduk dan minum banyak air dari botol minumnya.

"Topan mana Sal?" tanya ku saat Salwa masih sibuk minum. Aku tau kalau Salwa ngga mungkin bisa jawab pertanyaanku, tapi aku tidak bisa tahan untuk bertanya.

Selesai Salwa minum aku masih melihat bibirnya pucat dan tangan yang sedikit gemetar. Dan sepertinya mata ku tidak salah lihat kalau pergelangan tangan Salwa memerah.

"Itu tangan lo kenapa?"

"Hah? Ngga, nggapapa" aku tau kalau Salwa bohong. Karena memang sehabatku ini tidak pandai berbohong.

"Topan kasar sama lo?" tebakku.

"Engga lah! Mana mungkin" nah kalau ini jawabab jujur. Salwa memang gampang dibaca sih.

"Terus dia mana? Kok tumben biarin lo balik ke kelas sendiri?"

"Kayanya tadi diakebelet deh Ra, abis makan dia langsung buru-buru gitu soalnya" nah kan bohong lagi.

Aku berhenti bertanya ke Salwa karna aku malah jadi bingung sendiri. Biar nanti aku tanya saja ke Topan. Aku hanya takut kalau tangannya Salwa yang memerah itu karna Topan. Memang sih Topan tidak ada tampang cowok yang akan kasar ke cewe, tapi kan kemungkinan itu tetap ada.

Kalau memang Topan orang yang seperti itu, aku tidak akan membiarkan Salwa dekat-dekat dengannya. Salwa berantem sama bocak SD aja kalah, gimana kalau dia lawan cowok kaya Topan.

***

Bel tanda pelajaran berakhir akhinya berbunyi juga "Sal, lo pulang sama Topan lagi?" aku segera memasukan buku-buku pelajaran ke tas.

"Tadi Topan sih bilangnya mau nganterin gw"

"Mepet terus ya tuh anak" aku sedikit kelas karna tidak bisa bertanya ke Topan kenapa tangan salwa memerah saat kembali dari kantin tadi. Topan seperti tidak mengizinkan Salwa jauh-jauh darinya. Wajar sih, namanya juga Topan lagi usaha buat jadi pacarnya Salwa kan.

Panjang umur, baru diomomgin Topan sudah muncul, masuk ke kelas ku dan berjalan ke arah meja ku dan Salwa.

"Sebentar ya Pan, gw belum selesai" Salwa buru-buru memasukan bukunya ke tas mungkin karna tidak ingin membuat Topan menunggu.

"Gw ngga bisa anter lo balik Sal" jawaban Topan menghentikan kegiatan Salwa

"Emang kenapa? Bukannya lo yang bilang kalau mau anterin Salwa balik" oke aku tau harusnya Salwa yang jawab, tapi mulutku tau-tau ngomong sendiri.

"Barusan kakak gw masuk rumah sakit Ra, nggapapa kan Sal kalau gw ngga bisa anter lo pulang?"

"Iyaudah nggapapa Pan, lo kerumah sakit aja ketemu kakak lo. Semoga sepat sehat ya buat kakak lo"

"Makasih, gw duluan ya Sal, Ra"

"Iya hati-hati Pan" jawab Salwa, sedangkan aku hanya mengangguk.

"Ra, nebeng ya" Salwa menarik-narik lengan bajuku seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.

"Ayo, tapi teraktir makan dulu ya Sal"

"Ayo, gw juga laper"

aduh rejeki anak sholeh, Salwa langsung menyetujui permintaanku "Tempat biasa ya ya ya"

"Lo ngga bosen apa makan disitu terus?" aku memang selalu mengajak Salwa ke satu tempat makan yang sama dan aku selalu pesan menu yang sama juga.

Dan sekarang meskipun Salwa protes aku tidak akan mendengarkannya seperti biasanya, aku akan membawa Salwa ketempat tersebut.

***

Aku tetap menikmati nasi goreng kornet terenak yang pernah ku rasa. Entah chef disini membuatnya dengan apa, tapi jika kamupenggemar nasi goreng sepertiku kalian pasti tau kalau nasi goreng ini beda dengan nasi goreng yang lainnya.

Salwa? Dia didepanku dengan muka ditekuk sambil makan internet pedas, kalian tau internet yang lu maksud ini indomie telur kornet kan? Biarin aja Salwa bete gitu, nanti juga kalau sudah kenyang dia normal lagi.

"Ara?" Ya tuhan, suara itu.

Aku takut untuk mengangkat wajah dan memastikan siapa yang memanggilku.

"Ra, dipanggil tuh" Salwa menyenggolku kaki ku dibawah meja. Nih anak kenapa ngga diem aja sih.

Rio "Nasi goreng kornet kaya biasanya, ngga bosen?" kalian perlu tau kalau Rio adalah cowok pertama yang berhasil membuat ku patah hati. Kalian salah jika mengira dia mantan ku dan kami pernah pacaran.

Aku belum seberuntung itu untuk menjadi pacarnya Rio, kami hanya pernah dekat. PERNAH DEKAT tapi dia berhasil mengorak-abrik hatiku, kampret emang.

"Gw gabung sini nggapapa kan?" Jangan, nanti gw deg-degan lagi.

"Kenalin itu teman gw, Salwa" aku memperkenalkan Salwa ke Rio, begitupun sebaliknya.

"Gw dulu teman rumahnya Ara, Sal. Cuma beberapa bulan lalu gw pindah rumah" ya, biar dia saja yang menjelaskan ke Salwa sekaligus ke kalian.

"Kebiasaan, gw tau itu nasi goreng enak. Cuma jangan berantakan terus kalau makan" Rio menyeka sudut bibirku tanpa menggunakan tisu sehingga kulit tangannya menyentuh bibirku langsung. Ya Tuhan jantungku.

"Lo ganti akun ya Ra, tiap gw chat pasti ngga kekirim"

"Iya, ponsel gw hilang soalnya" kehilangan ponsel yang aku syukuri, karna dengan begitu aku jadi punya jarak ke Rio. Jarak yang bukan sengaja aku atur, tapi sekarang kenapa aku malah bertemu lagi dengan Rio ditempat dimana aku sering pergi dengannya juga.

"Gw minta ID lo yang baru ya" Rio menyodorkan ponselnya. Lu rese Yo, gw setengah mati biar lupa sama lo, giliran sudah hampir berhasil lo muncul lagi bikin gw gagal move on kaya gini.

"Sip, nanti tinggal lo add back aja" Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gw duluan Ra, mau pesan makan juga. Duluan ya Sal, senang bisa kenal lo"

"Iya yo, sama" jawab Salwa singkat karna mulutnya penuh makanan.

"Sal buruan makannya" untung nasi gorengku sudah habis duluan. "Kenapa lo? Bukannya senang ketemu Rio, Rio cakep ya Ra?"

"Iya cakep"

"Lo naksir ya?"

Apa segitu kelihatannya kalau aku punya rasa ke Rio? "Berisik Sal, udah ah yu pulang" aku segera bangkit dari duduk dan berjalan keluar. Bodo amat sama Salwa, nanti juga dia menyusulku.

Aku berjalan ke mobil dan segera menghidupkan mesin, untungnya Salwa segera keluar juga dan menyusulku masuk mobil. Aku dengan segera melajukan mobilku keruar dari cafe tersebut. Bukannya aku tidak suka Rio, kalian tau kalau aku sebaliknya. Karna itu juga aku berusaha menjauhinya.

Aku tau, mungkin aku dan Rio tidak mungkin lebih dari sekedar TTN alias Teman Tapi Ngarep untukku. Dan jika aku tidak berusaha menjauh dari Rio, aku hanya akan mengharap lagi dan itu ngga baik buat hatiku, ntar sakit lagi, benar kan?

Ara & SalwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang