Banjarnegara, 26 Agustus 2018
BAB 9
Perhatian AlYuki melangkah lemah, badannya tiba-tiba terasa lemas, kepalanya mendadak pusing. Adahal seharian ini dia tidak melakukan pekerjaan yang berat. Dia hanya membereskan rumah, menyetrika pakaian keringnya dan juga pakaian Al. Kebetulan hari ini kantornya libur karena tak ada jadwal wedding.
Dengan berpegangan pada besi tangga Yuki menuruni dengan perlahan. Ia hendak mengambil air minum di dapur. Meski jarak antara lantai dua dan dapur tidak begitu jauh, namun disaat kondisi Yuki yang seperti ini membuatnya cukup tersiksa. Yuki langsung duduk dan mengambil nafas dalam-dalam, akhirnya bisa sampai dapur dengan kekuatan yang tersisa.
Yuki merutuki kebodohannya yang tidak membawa telepon genggam ke bawah, sekarang ia harus kembali berjuang ke ruang tengah, ruang keluarga di mana telepon rumah berada. Dia harus menghubungi Al yang masih berada di kantor. Yuki sudah tak tahan dengan kepala yang terus berdenyut dan badan lemas.
Yuki terus menghubungi nomor ponsel Al, tapi tak ada satupun yang di jawab. Yuki mendesah kecewa, ia pun mengakhiri panggilannya dan tertidur lemas bersandar pada sofa malas. Hingga akhirnya kesadaran Yuki terenggut karena rasa kantuk dan lemas.
Pukul sembilan malam Al baru saja pulang dari kantor cabang. Ekspresi kelelahannya sangat terlihat di wajah, baju kantor yang ia kenakan juga sudah kusut. Al menyerit heran saat halaman rumahnya masih gelap, mengamati ke dalam sepertinya belum ada cahaya lampu satupun menerangi rumahnya. Pikiran Al terpecah antara Yuki yang keluar atau memang Yuki sengaja tidak menyalakan lampu-lampu di rumah mereka, meski itu sangat mustahil.
Menggunakan kunci cadangan Al membuka rumah, ia kembali menutup pintu dan mengunci kembali. Tak lupa ia menyalakan lampu teras, setelahnya ia menyalakan rang tengah sebagai penerang rumahnya.
Al hendak langsung naik ke kamar, namun matanya menangkap seseorang sedang tidur di sofa. Al pun melangkah sembari menyakinkan matanya jika apa yang ia lihat itu tidak salah. Al mendapati istrinya meringkuk, sedikit mengigil dengan wajah pucat pasi. Al segera melempar tas kerjanya dan berjongkok untuk menolong istrinya.
Kesadaran Yuki terusk saat tangan dingin Al mengusap dahi Yuki yang dipenuhi peluh. "Tenanglah sayang, kita akan ke rumah sakit sekarang. Tapi kamu harus ganti baju dulu." Al bermonolog pada Yuki.
"Pu.. Pusing..." Rintih Yuki. Air mata Yuki meluncur begitu saja, membuat Al semakin panik.
"Tunggu sebentar, aku ambil baju kamu dulu."
Yuki hanya mengangguk lemas.
Dengan berlari Al menuju kamarnya mengambil baju Yuki, ia merutuki dirinya sendiri karena terlalu lama memilih baju untuk istrinya. Satu alasan Al, ia tak ingin tubuh Yuki terlihat oleh pria lain.
Setelah menemukan pakaian yang cocok ia kembali berlari dan menggantikan pakaian Yuki dengan pakaian yang sudah ia ambil tadi. Al membopong tubuh Yuki, meskipun sedikit kesulitan akhirnya ia bisa masuk ke mobil, mendudukan Yuki di kursi depan. Dengan kecepatan sedang Al membawa Yuki ke rumah sakit.
Sebelumnya Al sudah terlebih dahulu menelpon rumah sakit, mendaftarkan istrinya sehingga saat ia sampai rumah sakit, petugas sudah menghadang di depan pintu. Yuki pun segera masuk ke IGD untuk mendapatkan pertolongan. Selama dokter menangani istrinya Al terus berdoa untuk kesembuhan Yuki dan semoga istrinya baik-baik saja.