BAB 24
Pusingnya calon orang tuaYUKI sedang asik mendengarkan musik saat Al pulang dari kantor. Sebenarnya Yuki sedih, mendekati hari kelahiran sang anaknya Al justru semakin sibuk dengan pekerjaannya, bahkan nanti malam suami terganteng nya ini akan terbang ke Bali untuk menyelesaikan pekerjaan mendadaknya di sana dan pekerjaannya ini memakan waktu lama. Lima hari, sebenarnya lima hari itu singkat dibandingkan dengan kepergian Al sebelumnya. Namun keadaannya sekarang berbeda. Yuki sedang hamil besar dan dia sangat menginginkan suaminya berada di sebelahnya setiap saat.
Al medekati sang istri yang sepertinya masih menyimpan marah kepadanya sejak malam tadi, semalam Al menjelaskan kepada Yuki menengenai pekerjaannya, bukan mau Al juga. Namun bagaimana lagi, ini adalah kewajibannya. Jika ditanya mau atau tidak untuk melihat anaknya lahir, tentu jawaban Al mau. Bukan hanya melihat tapi juga menemani. Ia ingin menjadi orang yang selalu berada di samping istrinya jika hari itu datang. Bahkan Al sudah mempersiapkan cuti jauh-jauh hari.
Tapi siapa yang tahu akan datang pekerjaan untuknya, sebenarnya Al sudah menolak dan meminta rekan lain untuk menangani proyek ini. Namun klien mereka tak mau, terpaksa Al harus mau untuk melaksanakannya. Dan naasnya justru kini sang istri yang marah besar kepada dirinya.
Al berjalan pelan, ia tahu jika Yuki pasti tahu keberadaannya namun Yuki abai dengan memejamkan mata di sofa sambil menikmati istrumen yang ia dengar. Al ikut duduk dan tangannya tak bisa untuk tidak memeluk sang istri meski dari samping. Al memeluk tubuh Yuki, menyembunyikan wajahnya di bahu sang istri sembari menghirup aroma tubuh Yuki yang meyegarkan.
Sementara itu Yuki tak membalas, namun juga tak menolak. Ia membiarkan saja suaminya, toh sesungguhnya Yuki ingin juga, malah merasa rileks. Apalagi kini tangan Al berada di atas perutnya sambil mengusap-usapnya dengan lembut. Jujur Yuki masih marah, namun tak semarah tadi malam. Ini memang pekerjaan suaminya, Yuki sebenarnya hanya sedih saja, dia takut jika nanti di momen melahirkannya suami tak ada di sampingnya. Padahal ini yang Yuki tunggu, berjuang bersama dengan suami saat anak mereka lahir.
"Segitu marahnya ya sampai aku pulang nggak disambut, sedih sekali rasanya." Al sedang tidak berbohong, dia sedang mengutarakan perasaanya.
"Sayang, bicara sama mommy ya. Bilang kalo Daddy minta maaf. Daddy janji pekerjaan di sana akan cepat selesai dan saat kamu lahir Daddy ada menemani kalian." Berhubung Yuki masih diam tanpa kata, biarlah Al berbincang dengan anaknya. Siapa tahu nanti anaknya bisa membuat Yuki luluh.
"Yang, ngomong ih... Apa kamu aku bawa ke Bali aja ya. Kita melahirkan di sana..." Al menepuk jidat karena merasa salah ngomong, "Maksud aku kamu melahirkan di Bali aja ya." Tiba-tiba saja Al dapat ilham dan kenapa mereka tidak mendapatkan ide ini jauh-jauh hari.
Mata Yuki seketika terbuka dan langsung menatap wajah suaminya. Yuki meringis melihat wajah Al yang begitu kucel. Pati suaminya begitu sangat lelah dan lebih kasiannya lagi karena pulang bukannya disambut senyuman malah disambut kediamannya.
"Terus kita batalin mereka gitu untuk ke sini?"
"Ya mau giman lagi."
"Nggak mau lah, ribet tau bawa ini itu."
"Nggak usah bawa apa-apa, biar mereka aja yang nyiapin. Nanti aku kasih tahu ke Mama dan Bunda deh atau orang suruhan aku untuk ngisi rumah Mama."
"Yakin nggak akan ribet? Kalo aku tinggal di mama, bunda pasti mikir kenapa kita nggak mau ke sana, begitu sebaliknya. Mending aku di sini aja, udah sana kamu pergi."
Yuki melenggang pergi meninggalkan Al, Yuki menuju dapur mengambil air minum untuk membasahi kerongkongannya. Salah satu pusingnya menjalani pernikahan adalah orangtua. Mertua ingin ini, orangtua sendiri ingin seperti ini jadilah begini.
Saat kita menikah ada dua keluarga yang perlu kita perioritaskan, bukan hanya satu. Jadi kitapun tak boleh egois, harus benar-benar adil dalam membagi keluarga. Bisa-bisa nanti ada drama menegangkan di dua kubu.
Al mengikuti istrinya ke dapur, Yuki terlihat sedang minum air putih dan tak usai dengan air putihnya saja, tangan trampil wanita itu sedang sibuk membuatkan minuman hangat. Pastilah minuman itu untuk Al, Yuki tak akan setega itu.
Pelukan hangat Al berikan untuk istrinya. Al menyandarkan kepala di bahu Yuki sambil menghirup dalam-dalam wangi tubuh sang istri. Yuki tak menolak, kali ini ia membiarkannya lagi karena memang Yuki ingin.
Tiba-tiba saja membayangkan kepergian Al membuat mata Yuki kembali memerah, bahkan butiran itu sidah mulai turun. Al terkaget saat tahu bahu sang istri bergetar dan nafas istrinya yang taj teratur.
Yuki melempar sendok yang ia gunakan untuk mengaduk teh, ia benar-benar kesal dan butuh pelampiasan. Al segera mengalihkan tangannya dari perut ke tangan Yuki, meraih kedua tangan istrinya mengelusnya pelan berharap emosi sang istri hilang.
"Aku marah, aku kesel....!" Kata Yuki penuh penekanan. Mungkin ini hormon ibu hamil mendekati kelahiran.
Al segera membalikkan badan istrinya, menggendong sang istri membawa Yuki ke kamar.
Membaringkan Yuki di ranjang begitu juga dirinya. Al yakin sepertinya kepergiannya gagal kali ini, lebih baik dia kehilangan pekerjaan itu daripada dia meninggalkan sang istri dengan keadaan seperti ini.
"Jangan nangis sayang, sudah ya. Aku telpon kantor dulu ya." Al mengecup kening Yuki kemudian menuju balkon untuk menelpon.
Meski sedikit ke susahan untuk ijin akhirnya Al di ijinkan oleh si bos. Diakui tidak mudah berdebat dengan bis besarnya memang, tapi mau bagaimana lagi dari pada Yuki kato terus-terusan marah, emosi malah nggak baik buat Yuki dan juga calon anak mereka, sebagai suami yang peka dia lebih memilih menunda pekerjaannya bahkan memberikan kepada rekan kerja yang lain. Beruntung bos besarnya mengalah dan dia akan berusaha meyakinkan sang klien.
Ketika Al kembali ternyata sang istri sudah tidur. Mungkin saja istrinya kelelahan. Al ikut tidur memeluk sang istri."Manja sekali ya mom sama anak mom yang masih diperut ini. Maaf kan daddy sayang."
Al mencoba bermonolog dengan anak nya, hal yang jarang ia lakukan memang. Dan rasanya ada kebahagiaan tersendiri ketika calon anak mereka merespon dengan gerakan-gerakan kecil.
"Anak Daddy nendang ya. Jangan keras-keras kasian mommy sayang. Kalo mau keras nanti, saat kamu sudah keluar ya. Kita main bola bersama okai, sekarang kita istirahat bersama. Daddy sayang kalian."
Sembari terus mengusap perut buncit istrinya, Al memejamkan mata. Ia juga merasa lelah dengan pekerjaan hari ini ditambah lagi bertengkar dengan Yuki, yang pastinya menguras pikiran dan tenaga. Sekarang saatnya tidur bersama keluarga kecilnya dan itu pasti nyaman sekali.
Jepang, 19 Juli 2019