Bab 12

1.4K 229 9
                                    

Banjarnegara, 23 September 2018

BAB 12

Tidak Baik-Baik Saja

Baru saja lima menit duduk disinggasananya, Yuki sudah dipanggil pak bos keruangannya. Sebentar ia memfokuskan diri kepada pekerjaannya, mengabaikan permasalahan di rumah. Ia hanya ingin belajar profesional itu saja.

Dengan membawa buku agenda dan satu buah pena, Yuki pergi menemui Shwan. Suara ketukan sepatu Yuki yang beradu dengan lantai mengundang perhatian para bawahannya, merea segera menyapa Yuki dengan senyuman dan ada pula yang menyapa dengan sapaan selamat pagi. Dari sekian banyak alasan yang membuatnya bertahan bekerja di kantor Shwan adalah keramahan para pekerjanya yang tak bisa ia ragukan. Pendidikan mereka memang tak setinggi para pekerja yang lain, namun sikap ramah dan sopan santun mereka patut diacungi jempol.

Meski demikian Yuki tak pernah merasa ada satu orangpun di kantor ini yang beruaha membangun benteng pemisah karena jabatan dan pendidikan. Meski di dalam pekerjaan mereka akan menempatkan diri sesuai dengan jabatan masing-masing, namun di luar mereka semua bisa membaur menjadi satu tanpa terkecuali.

"Kamu nggak mau masuk?" Tanya Shwan yang sedari tadi mengamati Yuki. Karyawannya ini asik berdiri di depan pintu ruangannya, kebetulan Shwan baru saja menemui karyawan yang lain dan saat ia kembali, Shwan melihat Yuki yang berdiri di depan pintu sembari memegang door handle ruangannya.cukup lama Shwan menikmati kediaman seorang Yuki hingga membuat seorang Shwan tersenyum sendiri. Sebelum akhirnya lebih gila lagi maka Shwan membangunkan Yuki dari lamunannya.

Bruk

Buku yang Yuki pegang terjatuh seketika karena suara Shwan yang berhasil mengagetkannya. Reflek keduanya berjongkok untuk mengambil buku yang terjatuh. Tanpa disengaja kepala Yuki dan kepala Shwan berbenturan. Meski tidak terlalu kencang tapi cukup membuat kepala keduanya merasa pening, meski hanya sedikit.

"Au..." Teriak keduanya kompak, tangan mereka sama-sama memegang dahi dan mata mereka saling bertepu. Shwan paling menikmati, menyelami perasaannya sednirir dari tatapan mata seorang Yuki, wanita yang diam-diam ia kagumi sejak dahulu kala.

Shwan pun tak tahan untuk tidak menjulurkan tangannya ke wajah Yuki. Namun segera Yuki sadar dari apa yang akan Shwan lakukan, seketika wajah Yuki berpaling membuat tangan Shwan hanya bisa menggenggam angin.

Ada perasaan kecewa, bahkan Shwan tersenyum kecut atas respon dari Yuki. "Sorry, ayo kita masuk. Ada yang ingin aku bahas tentang acara minggu depan." Kata Shwan sehari kembali berdiri dan membuka pintu ruangannya. Memberikan akses pada Yuki untuk masuk lebih dulu, barulah ia masuk setelahnya.

Sembari menutup pintu, Shwan mengambil nafas dalam kemudia dia hembuskan untuk menahan gejolak dalam hati, menekan sedalam mungkin kekecewaannya dan juga kecanggungan.

Shwan dan Yuki sidah duduk berhadapan, mata Shwan sempat melirik ternyata Yuki masih betah dengan kepala tertunduk.
"Sorry y Ki, buat kejadian tadi. Sekarang kita mulai bahas agenda kita untuk minggu depan. Kemungkinan klien akan datang menemui kamu besok, jadi kamu harus siapkan tim kamu." Kata Shwan memulai. Yuki hanya bisa menganggukkan kepala, dia masih memikirkan kejadian beberapa menit lalu. Ia merutuki kebodohannya yang bisa kaget karena gangguan Shwan. Ahh... Sepertinya otaknya belum fokus secara sempurna, masih tertinggal sebagian do rumah. Merekapun kembali melanjutkan percakapan mereka ditengah-tengah kecanggungan yang masih menyelimuti.

"Kamu ada masalah Ki? Tanya Shwan ketika Yuki hendak berdiri untuk meninggalkan ruangan Shwan karena rapat mereka sudah selesai. Kini Yuki menatap Shwan dan kembali duduk ke posisi semula.

Yuki tersenyum kemudian menggelengkan kepala "Nggak kok..." Kilah Yuki. Sebegitu kentarakah kegalauan di wajahnya hingga Shwan mengetahui kegelisahannya.

"Jangan bohong, aku tahu kamu bukan wanita yang mudah melamun, murung. Kamu wanita ceria, itu yang selama ini aku lihat. Tapi hari ini aku melihat ada sesuatu yang berbeda, mau berbagi denganku?" Tawar Shwan. Bukan gimana-gimana hanya saja Shwan ingin mengetahui apa yang sedang menggangu pikiran Yuki. Karena tidak biasanya Yuki diam disepanjang rapat mereka, Shwan yakin bukan karena kejadian tadi yang menimpa mereka pasti ada faktor lain.

"Nggak papa, hanya sedikit tidak enak badan. Terimakasih atas perhatianmu, tapi sungguh aku nggak papa." Kilah seorang Yuki. Shwan pu tidak bisa memaksa. Akhirnya Shwan mempersilahkan Yuki pergi setelah wanita itu berpamitan kepadanya.

Yuki membuka pintu ruangan Shwan yang tertutup, untuk kembali ke ruangannya. Setelah keluar ia tak lupa untuk menutupnya kembali. Yuki berjalan tanpa melihat kanan kirinya sehingga ia tak sadar akan keberadaan Al yang sedang berdiri bersandar pada tembok sambil memperhatikan sang istri yang baru saja keluar dari ruangan bos.

Al memang sudah sedari tadi berada di sana, menanti sang istri yang entah sedang membicarakan apa di dalam. Al mencoba menahan perasaannya untuk tidak mendobrak pintu ruangan bos istrinya karena mereka terlalu lama mengobrol di dalam. Melihat istrinya keluar dengan pandangan tertunduk tanpa perduli orang-orang disekeliling Al pun mengikuti Yuki dari belakang.

Bahu sang istri melorot, pasti ada sesuatu yang sedang Queennya pikirkan. Namun apa itu Al juga tidak tahu. Kepekaan Al akan perasaan seorang wanita tidak begitu peka jika wanita itu sendiri tidak bercerita. Al akui itu hingga ia tidak pernah marah jika Yuki meminta Al untuk lebih sedikit mengerti akan perasaannya.

Yuki masuk kedalam ruangnnya, Yuki tersentak saat suara pintu yang barusan Yuki tutup kembali terbuka dan dirinya melihat sosok Al sebagai pelaku utaman. Al sudah duduk di depan Yuki, mata Yuki mengerjap tak percaya.

"Sini kalo kelilipan, biar bli bagus tiup." Kata Al menanggapi respon Yuki.

"Sejak kapan bli bagus ada di sini?" Tanya Yuki.

Al berdecak, ia sedikit merutuki kebodohan istrinya yang tak sadar akan keberadaan Al yang terus membuntut sedari tadi. "Sudah cukup lama, bahkan kakiku sampai pegal karena berdiri di depan ruangan si bos besar hanya untuk menanti kamu keluar." Tuturnya mengadu.

"Serius?" Tanya Yuki tak percaya.

Ia seperti kembali kemasa lalunya saat Al melakukan hal yang sama beberapa tahun silam. Saat itu Yuki masih duduk dibangku kuliah, sudah beberapa hari Al tidak memberinya kabar setelah pertengkaran mereka karena Yuki yang selalu mengikuti Al kemana-mana hingga membuat prianya geram. Al marah besar dan Yuki pun memutuskan untuk menghindar. Saat itu Yuki pikir jika hati itu juga adalah saatnya dia menyerah akan perasannya. Meskipun hubungan mereka sudah bisa dibilang terikat namun sepertinya perasaan cinta dari Al belum sepenuhnya tumbuh. Namun saat Yuki siap untuk menyerah, justru sang pria lah yang mendekatinya lebih dulu.

Al rela menunggu di kampus berjam-jam saat Yuki kuliah. Kebetulan saat itu jadwal kuliah Yuki fu sehingga Yuki sulit sekali untuk ditemui hingga akhir perkuliahan selesai.

Saat Yuki berjalan sendiri di depan Al, mata Yuki sama sekali tak mengetahui jika Al sudah berada di sana menantinya berjam-jam tanpa menikmati makan dan minum. Hingga akhirnya di parkiran tangan Yuki diseret begitu saja oleh Al dan memasukkan wanita itu secara paksa kedalam mobilnya.

Sementara Yuki sibuk menyelamati masa lalunya bersama Al menyerit bingung dengan ekspresi istrinya. Al pun mendekat dan meraih bahu sang istri. Menyadarkan Yuki dari lamunannya. "Sebenarnya apa yang ada di kepala cantik istriku ini, hemmm." Kembali Al menanyakan keadan istrinya.

"Aku baik-baik saja."

"Yakin?" Tanya Al memastikan.

Yuki mengangguk lalu memeluk pinggang sang suami. Menghirup dalam-dalam aroma parfum suaminya yang begitu memenagkan baginya.

Selalu seperti ini, tiap kali Yuki mengatakan dia baik-baik saja Al langsung diam. Tak mencoba mencari kebenaran meski dalam lubuk hati Al ada sedikit kepercayaan yang mengatakan Yuki tak baik-baik saja. Sampai kapanpun Al akan bersikap seperti itu dan Altidak akan mencoba mengulik hati ataupun oerasaan seseorang jika dia sudah berucap "Tak apa" sementara Yuki ingin sekali Al memahami perasaannya, tahu apa yang ia pikirkan meski Yuki tak bicara dengannya. Keegoisan mereka di sini yang terkadang membuat mereka dalam keadaan yang tak baik-bai saja.

***

BIDADARI tak BERSAYAP √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang