BAB 19

1.5K 199 8
                                    

BAB

19

Sama-sama Berjuang

Usia kandunganku memasuki bulan ke empat bulan, alhamdulillah sejauh ini semaunya berjalan lancar. Baik aku maupun calon anak kami dalam keadaan sehat, meski kadang dia sangat manja dengan Ayahnya dan membuat Ayahnya kesal sendiri menuruti keinginan calon buah hati kami. Aku juga kadang menangis sedih, ketika Al yang lelah bekerja, pulang bukan langsung istrirahat malah harus menuruti keinginan kami berdua yang kadang tidak mengenal waktu.

Sungguh aku tak tega melihat dia menahan kantuk, melihat mata pandanya setiap pagi karena kurang tidur. Meski dia tak pernah mengeluh, namun aku tahu di dalam hatinya pasti ada sedikit rasa ingin menolak saat menuruti keinginan kami. Hanya saja dia ingin memberikan yang terbaik untukku dan calon anaknya.

Malam ini detik waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 dini hari, namun Al tak kunjung sampai di rumah. Sore tadi dia mengabari akan pulang terlambat, namun tidak selarut ini. Dia bilang acara hanya sampai jam sepuluh saja, namun sampai detik ini kehadiriannya belum ada tanda-tanda.

Yuki menghadap jendela kamarnya, memandang malam yang sedang menangis dengan deras. Dia tidak marah, namun hanya cemas. Melihat hujan semakin deras menambah perasaanya semakin was-was terhadap suaminya, takut terjadi sesuatu dengan suaminya pasalnya Al mengendarai mobilnya sendiri. Bagaimana kalo Al kenapa-napa di jalan. Namun sebisa mungkin Yuki menepis semuanya. 

Setiap kali pikirannya melanglang Buana kearah yang tidak baik, maka Yuki akan mengusap perutnya. Mencari kekuatan dari calon anaknya.

Merasa sudah lelah, Yuki pun beranjak dari sana menuju ranjang tidurnya. Yuki tidur terlentang sambil memandangi jarum jam dan berdoa smoga Al cepat pulang.

Tapi nyatanya Yuki tak sekuat itu, pukul setengah satu dini hari mata Yuki terpejam. Matanya sidah tidak bisa diajak kompromi.

Deru suara mobil memasuki garasi, Al sudah sampai di rumah tepat pukul satu dini hari dengan membawa rasa lelah akibat pekerjaan yang semakin hari semakin menumpuk. Al bersyukur, mungkin ini rejeki calon baby nya juga. Karena semenjak usia kandungan Yuki memasuki bulan ke dua, Al dibanjiri klien dan diamanahi untuk memegang beberapa proyek besar.

Bukan menolak rejeki dan sombong, Al bahkan menolak beberapa calon klien karena memang Al merasa kualahan dengan apa yang ia pegang sekarang. Dirinya juga tak mungkin untuk menambah jam sibuknya sementara Yuki jelas-jelas juga membutuhkan perhatian khusus.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah, Al lebih dulu duduk di dalam mobilnya guna mengistirahatkan mata, tubuh dan pikiran sebelum nanti bertemu Yuki dan mungkin isterinya akan terbangun meminta dibelikan ini dan itu seperti biasanya. 

Jika sudah berhadapan dengan ngidamnya sang istri maka Al akan kehilangan waktu istrirahat. Maka Al memutuskan untuk beristirahat sebentar saja.

Dirasa cukup, maka Al masuk ke dalam rumah. Membuka dan menutup kembali pintu rumah dengan pelan agar tidak mengganggu para penghuni di dalam.

Al meletakkan tas kerja di meja rias sang istri, sebelum mendekati dan bergabung dengan Yuki, Al membersihkan badannya dulu, menggunaka pakaian tidur kemudian barulah bergabung dengan Yuki.

Wajah Yuki Al pandang dengan lekat-lekat, sungguh Al sangat rindu istrinya. Seharian tidak bertemu membuatnya setres sendiri. Tangan Al mengusap Puncak kepala istrinya. "Tumben kamu nggak bangun, Yang?— mata Al lantas memandang perut sang istri dan meletakkan telapak tangannya di sana "Seharian ini nggak rewel kan ya? Jaga Ibu selama Ayah pergi ke kantor ya Sayang. Jangan rewel sama Ibu, rewel kalo ada Ayah aja."

Lama-lama Al ikut tertidur juga dengan wajah yang masih menampakkan senyuman.

Belum lama Al terlelap, Yuki bangun dati keterkejutan mimpinya. Mungkin karena lelah dan memikirkan hal yang tidak-tidak sebelum tidur tadi akhirnya berakhir dengan mimpi buruk. Yuki bangun dengan nafas tersengal, namun sama sekali tidak mengganggu seseorang yang ada di sampingnya. Tangan Yuki meraba sesuatu yang melingkari pinggangnya, kemudian menatap wajah suaminya.

Ada rasa lega di hati Yuki karena mendapati sang suami sudah berbaring disamping tubuhnya dengan keadaan baik-baik saja. Setidaknya mimpinya itu tidak begitu berpengaruh padanya, mengurangi ketakutan serta kecemasan. 

Merasakan pergerakan Yuki, mata Al yang baru terpejam akhirnya berlahan terbuka kembali. Al memilih duduk dan menyandarkan nunggunya di kepala ranjang.

"Kamu kenapa bangu, Yang? Mau minum atau mau makan sesuatu seperti malam-malam sebelumnya?"

Pertanyaan dari Al membuat Yuki menggeleng. Menadakan wanita itu benar-benar sedang tidak ingin apa-apa. "Kenapa?" Tanya Al heran karena ini pertama kalinya Yuki menolak tawaranya. "Kamu nggak lagi sakit kan?" Al sedikit curiga, pasti ada yang salah dengan istrinya.

"Aku nggak papa beneran deh, kamu istirahat lagi aja. Aku juga mau tidur lagi," terang Yuki jujur.

"Aku nggak keberatan kok Yng kalau kamu mau minta kemana malam ini, kamu mau apa?" Sepertinya Al tak bisa percaya begitu saja dengan Yuki. ia masih berdikeras membujuk istrinya.

"Beneran deh, aku nggak lagi pingin apa-apa. Aku sama baby cuma lagi pingin tidur sama Ayahnya yang katanya ijin terlambat sebentar namun ternyata," tiba-tiba saja Yuki merasa sedih jika mengingat janji Al yang tak ditepati oleh pria itu. Perubahan mimik wajah Yuki membuat Al menyesalinya.

Al merengkuh tubuh sang istri dalam dekapan hangat tubuhnya. "Maaf ya, tadi aku mitting terus mereka minta ada beberapa refisi jadi aku kerjakan sekalian, namun aku lupa waktu." Ringis Al penuh sesal. Kebetulan sekali kliennya yang satu ini cukup rempong, membuat Al kadang kesal sendiri. Ingin Al tidak melanjutkan namun semuanya sudah setengah jalan dan Al tidak bisa lepas tangan begitu saja. Sehingga mau tidak mau Al harus menjalankannya sampai bangunan itu rampung di kerjakan.

"Pasti sangat lelah ya, maaf sering membuat kamu repot kalo malem. Padahal kamunya sendiri juga butuh istirahat." Meski sudah tidak berurai air mata, namun mendung masih menghiasi wajah Yuki.

"Uhhh, istriku unyu sekali kalo begini. Aku memang lelah, tapi seperti yang Bunda katakan jika istri dan keluarga juga prioritas. Waktuku tidak boleh habis hanya karena pekerjaan, tapi aku juga harus pandai-pandai mengabiskan waktu dengan keluarga. Terutama buat kamu dan calon baby kita."

Yuki tersenyum mendengar setiap penjelasan dari suaminya. Ada rasa bahagia memenuhi hati Yuki saat ini, ucapan Al benar-benar membawa mood bagus untuknya saat ini. Karena terlalu bahagia Yuki tak kuasa untuk tidak menghadiahi suami dengan ribuan kata terimakasih.

"Udah yuk kita tidur, tadi katanya mau tidur lagi." Ajak Al.

"Kenapa nggak baring?" lagi-lagi Al bertanya, menanyakan tingkah aneh istrinya. Maklum saja setiap detiknya Yuki selalu berubah-ubah.

"Peluk..."

Senyum Al mengembang mendengar jawaban Yuki, kenapa istrinya setiap hari harus meminta. Tanpa Yuki pinta Al pasti akan memeluknya hingga pagi datang karena itu permintaan Yuki setiap harinya. Al hanya akan melepaskan pelukannya jika tanpa sengaja mbadannya bergerak jika tidur dan pastinya Yuki yang sadar akan menangis membangunkan Al.

"Baiklah, apa yang nggak buat istri manjaku ini."

"Selamat tidur," ucap Yuki.

"Met tidur juga Ibu dan baby, terimakasih sudah mau berjuang untuk mengandung anak kita dan aku akan berjuang untuk kalian."

....

Banjarnegara, 25 Januari 2019


maaf untuk typonya ya hehe

BIDADARI tak BERSAYAP √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang