Bab 2

1.9K 233 21
                                    

Banjarnegara, 26 Mei 2018

BAB II

SENDIRI-SENDIRI

Suara burung berkicau memecah keheningan pagi, dalam tidur lelapnya Al terusik karena kicauan tersebut dan juga sinar cahaya matahari yang masuk kedalam kamaarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara burung berkicau memecah keheningan pagi, dalam tidur lelapnya Al terusik karena kicauan tersebut dan juga sinar cahaya matahari yang masuk kedalam kamaarnya. Rupanya korden kamar Al telah tersingkap siapa lagi jika bukan sang Bunda yang membukanya toh hanya Bundanya yang berani memasuki kamar Al di pagi hari.

"Bangun Kak, sudah pagi. Nanti kamu terlambat ke kantor." Suara sang Bunda membangunkan anak pertamanya. Al memang cukup sulit dibangunkan karena memang dia suka sekali tidur tapi sekalinya begadang jangan ditanya, dia seperti orang yang terkena insomnia.

Dengan malas, Al membuka matannya. Ia menggeliat meregangkan otot-otot agar terasa lebih rileks. "Pagi Bun!" Sapa Al dengan hangat setiap paginya. Jika orang lain yang sudah beristri akan menyapa istrinya di setiap pagi karena sang istrilah orang pertaama yang mereka lihat ketika bangun, lain hal dengan Al. Setiap pagi muka berseri sang Bunda yang selalu ia tatap ditiap paginya.

Bunda membalas sapa Al dengan balik menyapa sang putra, kemudian sang Bunda beralih ke sudut ruangan di mana terdapat kotak penyimpanan pakaian kotor milik Al yang terbuat dari rangkaian bambu. Setiap pagi selain membuat sarapan, membangunkan suami dan anak-anak tak lupa Maia mengambil pakaian kotor seluruh anggota keluarganya untuk ia bawa ke tempat cuci. "Kamu belum subuh kan sayang? Sholat dulu tapi jangan diulangi terus menerus. Kamu sudah punya istri dan lambat laun kamu akan punya anak, cobalah jadi imam buat keluargamu." Maia tidak tahu harus menasehati putranya ini seperti apalagi, berulang kali Maia mengingatkan namun anaknya ini haya menjawab iya dan iya tanpa direalisasikan dengan baik.

"Pantas Yuki lebih memilih tinggal jauh di luar kota sana ketimbang menemani suaminya yang tak bisa memberikan contoh baik. Mungkin ini juga alasan Yuki kenapa ia memintamu untuk menunda memiliki anak." Terang Maia dengan wajah sendu. Menikahkan Al dengan Yuki bukan hanya untuk mengakhiri masa lajang sang putra, tetepi ia juga ingin menjadikan putranya orang yang lebih bertanggung jawab ketika sudah memiliki keluarga dan MaIa tak munafik jika ingin sekali menimang cucu, mendengar suara tangis bayi dalam rumahnya, mendengar celotehan anak kecil namun impiannya kandas ketika sang putra bilang kalau menantunya menginginkan mereka untuk menunda memiliki anak yang entah sampai kapan.

Perasaan Al tercubit mendengar penuturan Bundanya, biasanya sang Bunda hanya mengeluarkan ceramah sebagai sindiran dengan tatapan dingin namun kali ini sepertinya sang Bunda sudah berada pada titik puncak kekesalannya membuat Al merasa berdosa karena pagi-pagi sudah membuat Bundanya sedih.

"Sholat lah Al dan bersiap, Bunda dan yang lain menunggu di bawah untuk sarapan bersama." Kata Maia sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar sang anak.

Setengah hati Al meninggalkan tempat tidurnya lantas masuk ke kamar mandi, membersihkan diri dengan melakukan beberapa ritual di dalam seperti mencukur bulu-bulu halus di sekitaran wajahnya barulah ia mengguyur tubuhnya dengan air dingin.

BIDADARI tak BERSAYAP √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang