D U A B E L A S

42.6K 5.3K 308
                                    

"Loh, Mbak yang punya toko kemana?"

Arshad datang pagi ini dengan membawa sarapan Vica tetapi wanita yang biasanya sudah membuka toko dan duduk di balik meja malah tidak terlihat sama sekali batang hidungnya. Adel yang malah duduk di sana sekarang.

"Ke Cigondewah lagi dia hari ini Shad," jawab Adel.

Arshad mendesah kecewa karena ia tak bisa melihat Vica hari ini.

"Kalau gitu gue susulin aja deh Del ke sana," ucapnya.

Adel menggelengkan kepalanya tak menyangka, "Demi kasih nasi kuning aja, sampe susulin ke Cigondewah. Shad, Shad. Mana tahu Vica juga udah sarapan kan di sana."

"Ya nggak apa-apa, yang penting gue susulin aja."

Adel mencibir, "Itu mah lo nya aja yang pengen ketemu dia."

"Itu sih lo nya aja yang suudzon sama niat gue," timpal Arshad.

Pria itu berbalik, segera pergi dari toko tapi Adel malah memanggilnya, "Shad! mumpung Vica nggak ada di sini, bisalah gue tanya sesuatu sama lo."

Arshad berbalik. Ia meraih kursi dan duduk di hadapan Adel, "Apa?" tanyanya.

Begitu Arshad memasang sikap bersedia untuk ditanya apapun, Adel melancarkan aksinya. Gadis itu menatap Arshad penuh selidik, matanya memicing dan ia mulai mengatakan pertanyaan besar yang sejak lama mendiami kepalanya, "Cewek-cewek lo yang kemarin itu, hoax kan?" tanyanya memastikan.

Arshad tertawa. Ia menatap Adel dan menunjuk-nunjuknya, "Wah, jahat. Dibilang bohong."

"Kalau nggak bohong, mana coba lo kasih foto selfie kalian berdua."

Arshad menggelengkan kepalanya, tanda tak mau memberikan apa yang Adel minta.

"Shad, gue nih berpendapat aja ya. Bukan sebagai temen Vica, atau sebagai orang yang mengenal lo. Tapi gue cuman heran aja, lo... manas-manasin Vica, buat apa? kalau lo benci sama dia, biar dia ngerasa iri gitu karena lo udah move on sementara dia masih gitu-gitu aja? dan kalaupun memang bener, buat apa semua sarapan-sarapan dan makanan juga minuman favorit Vica, kemudian lo yang kerjaannya malah gangguin Vica, seharian diem di depan toko, bukannya abisin waktu sama pacar-pacar lo yang banyak itu."

"Sedangkan kalau lo masih cinta sama dia, ya... buat apa lo pamerin cewek-cewek ke dia dan gangguin dia sih Shad? yang ada dia kesel sama lo, makin jauh lah jalan lo buat balikan sama dia. Bukannya seharusnya yang lo lakuin itu justru tunjukin bahwa lo adalah orang yang layak buat dia? bukannya orang yang bajingan yang bakal bikin Vica nggak nyesel udah cerai sama lo."

Arshad tersenyum getir, "Justru kata nggak menyesal itu yang gue harapkan Del."

Adel mengerutkan keningnya. Selama ini, sulit untuk mencari tahu kedua perasaan orang-orang bodoh yang telah berpisah ini, tapi sekarang... ketika waktunya tiba, Adel tak mau menyia-nyiakan kesempatannya sehingga ia mencoba untuk mengendalikan dirinya. Setenang mungkin dan tak memberikan respon berupa pertanyaan yang sudah pasti akan dijawab dengan nyeleneh oleh Arshad. Jadi, dengarkan saja.

"Penyesalan kan datangnya belakangan, dan gue nggak mau rasa kayak gitu nyiksa dia sampe dia menyalahkan dirinya sendiri. Gue cuman mau, dia berpikir bahwa perpisahan kita, bukan salah dia, tapi salah gue. Itu aja. Dia bisa menjalani hidupnya dengan bebas, tanpa harus ada beban bahwa dia seseorang yang pernah gagal. Dengan kelakuan bajingan gue, dia bisa bilang ke semua orang, kalau gue yang nggak bener, gue yang salah, dan gue penyebab dari perceraian kita."

Ya Tuhan...

Adel mengerjapkan matanya. Terkejut dengan apa yang baru saja Arshad katakan. Hey, serius... yang mengatakan kata-kata seperti itu adalah Arshad?

ODIVICATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang