D E L A P A N B E L A S

33K 4.8K 447
                                    

Pernah sakit tapi tak pernah sesakit ini versi kalian apa ders?

Hayuk berbagi cerita. Nanti aku posting di part selanjutnya! Wkwkwk

Enjoy~


****


Vica belum pernah segelisah ini ketika ia hendak pergi keluar rumah. Sungguh! Karena jadwal 'jalan' nya bersama Aryan hari ini dan pria itu sudah berjanji untuk menjemput Vica ke rumahnya jam 11 siang, Vica memutuskan untuk bersiap-siap dari jam 10 dan sekarang ia sudah berdiri di salah satu minimarket yang berada di dekat komplek rumahnya seraya melihat kesana kemari. Vica sudah mengabari Aryan untuk menjemputnya di sini karena Vica sedang membeli sesuatu—yang Vica tidak tahu apa itu sehingga akhirnya ia masuk dan memilih sembarang produk yang membuat Vica menyesali pilihannya. Tolak angin. Demi apa! Dari semua produk yang ada, Vica malah memilih tolak angin. Satu dus pula. Tuhan, ampunilah dosa Vica.

Habis, bagaimana lagi coba. Kalau Vica tidak menunggu Aryan di sini, pria itu pasti ke rumahnya, dan kalau Aryan ke rumahnya akan membuat keributan besar yang bisa mengundang tanya tetangga hingga akhirnya nama Vica akan digosipkan di forum tukang sayur komplek selama seminggu kedepan. Tidak, itu menyeramkan! Tapi sesungguhnya yang lebih menyeramkan dari itu semua adalah ibunya sendiri. Bagaimana tidak, sampai saat ini Vica tidak pernah bercerita kalau ia sedang dekat dengan pria—yang setiap hari ia temui—dan pria itu adalah klien ibunya dan calon suami—tapi ngga jadi—model idola ibunya sendiri. Mampuslah ia, Vica benar-benar tak siap dengan respon yang akan ditunjukkan oleh ibunya.

"Loh, Neng Vica lagi ngapain di sini?"

Suara bu Ajeng—tetangganya membuat Vica menoleh seketika. Ia tersenyum tipis, "Ini bu, abis beli tolak angin," jawabnya.

"Mau jalan-jalan ya?"

"Hah? Enggak kok bu, hehe."

"Eyy, masa enggak. Itu udah dandan begitu. Mana wangi juga, terus beli tolak angin. Euleuh-euleuh, ini mah kayaknya mau momotoran ya? Kamana neng? Ka Lembang? Atau touring?"

Buset. Memang Ibu-ibu dan rasa penasaran tak pernah bisa bersahabat.

"Enggak kok bu, bukan. Ini temen saya yang nitip," sanggah Vica.

Bu Ajeng menganggukkan kepalanya, tapi bukannya pergi, beliau malah duduk di samping Vica dan menatapnya penuh selidik, dan semua itu membuat Vica tak nyaman. Ini seperti Vica sedang dihukum dan semua orang memperhatikannya seraya bergumam dan sesekali menyumpahinya atas hukumannya. Wow, seram juga!

"Ibu nggak pergi?" tanyanya memberanikan diri.

Bu Ajeng terkekeh, "Nunggu bu Aminah, itu masih di dalem katanya mau beli minyak dulu mumpung promosi."

Seketika mata Vica membulat lebar. Di dalam ada bu Aminah? Serius? Bu Aminah yang tinggal di samping rumahnya? Ya Tuhan! Matilah Vicaaaa. Bu Aminah adalah sumber dari segala sumber ketidak tenangan Vica hidup di dunia karena omongannya! Dan sekarang Vica sedang menunggu Aryan di sini untuk menghindari ibunya tetapi ia malah bertemu dengan bu Aminah? Habislah ia! Habis sudah!

Menatap ponselnya, Vica buru-buru mengirimkan pesan pada Aryan untuk menanyakan keberadaannya. Kalau Aryan sudah dekat, ya bagus, ia bisa pergi sebelum ada bu Aminah, dan kalau Aryan masih jauh, lebih baik pria itu menunggunya di sana saja supaya Vica mendatanginya seraya menaiki ojek. Ah, benar. Ide yang bagus, Vica! Bagus sekali!

ODIVICATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang