"Kak Dimas, emangnya kak Dimas nggak suka sama aku? aku cantik tahu," Vica tersenyum lebar di hadapan Dimas—guru les temannya yang dua bulan ini senang sekali Vica temui. Saking sukanya pada Dimas, Vica sampai rela les dua kali, pertama di SSC tempatnya les sepulang sekolah, kedua di rumah Dewi—temannya yang mempunyai guru les setampan dan sekeren Dimas. Ya ampun!
Dimas tersenyum tipis, "Kita lanjutin ya bahasannya. Jadi, persamaan—"
"Persamaan aku sama kak Dimas, apa?" tanya Vica dengan polos.
Dewi menyikutnya, memberitahunya untuk diam dan mendengarkan tapi Vica malah tak menghiraukannya.
"Jawab dong. Jawab atuuuuh, jawab," pinta Vica.
Dimas menghela napas, "Kania, PR kamu banyak loh."
Dipanggil Kania seperti itu, Vica tersipu. Ia menundukkan kepala seraya senyam senyum nggak jelas, kesenengan karena Dimas memanggilnya seperti itu.
*****
Seketika mata Vica melebar. Ia teringat dengan semua masa lalu gila yang sudah ia lupakan. Vica menganggap semuanya sebagai dosa besar atas apa yang sudah ia perbuat dan sekarang... Vica benar-benar tidak menyangka kalau dosanya akan berwujud sebagai Dimas yang sekarang muncul dihadapannya. Dan... bodohnya lagi... KENAPA MULUTNYA HARUS REFLEK MENYEBUTKAN KATA DIMAS?!
Vica menelan ludahnya. Ia menatap Dimas dengan seksama, pria itu mengerutkan kening, menatap Vica penuh selidik, lalu mengerutkan keningnya lagi. Dari gelagatnya, Vica menyadari satu hal bahwa Dimas sepertinya tidak mengenalnya.
"Maaf, mbak—"
Sebelum pria itu melanjutkan ucapannya, Vica melihat Arshad sedang membeli rokok pada pedagang asongan yang lewat di depan tokonya, dan sebuah ide melintas di kepalanya.
Vica berteriak lagi, dengan nada suara yang sama, "D—Dimas!" panggilnya.
Arshad tidak menyahut. Tentu saja, namanya kan Arshad Darmawan, dan tidak ada unsur Dimas di sana, tapi Vica tidak menyerah dan ia menatap Dimas—pria yang menjadi gebetannya sewaktu ia SMP—kemudian berkata, "Sebentar ya Mas, saya lagi nyari-nyari orang ini," katanya.
Dimas memiringkan kepala, kemudian mengangguk sopan sedang Vica berjalan cepat menjauhinya dengan detak jantungnya yang tak terkendali. Ia menghampiri Arshad dan berteriak lagi, "Dimaaaas, dicariin dari tadi ya ampun," katanya.
Beberapa karyawannya yang mendengar Vica memanggil Arshad dengan sebutan Dimas kebingungan, mereka saling bertatapan kemudian mengedikkan bahu, tak peduli dan memilih untuk kembali bekerja sementara Arshad yang dihampiri Vica begitu saja... mundur dan mengerutkan keningnya.
"Hello, mantan... kenapa manggil aku—"
"Dimas, nanti kita bicara lagi ya. Sekarang tunggu di toko depan aja gimana?" tanya Vica lagi.
Arshad kebingungan, tapi Vica menatapnya seraya melotot dan memberinya peringatan.
"Apa sih Dii?" tanyanya tak mengerti.
Vica berbicara seraya merapatkan bibirnya, "Udah nurut aja nanti aku jelasin," katanya.
Arshad terkekeh, "Kalau gitu pulangnya temenin ke Karnifor," pintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ODIVICA
Chick-LitKata siapa janda lebih laku dari perawan? Siapa yang bilang begitu? SIAPA? Tolong beritahukan kepada Odivica sekarang juga! Mana orangnya? Seenaknya sekali berbicara seperti itu. Apa enaknya jadi janda? Diburu pria lajang karena berpengalaman? Itu...