Mungkin Tuhan Mulai Bosan

97 0 0
                                    


Tanah bergetar hebat, bangunan-bangunan tinggi pencakar langit runtuh, rumah-rumah mewah lenyap rata dengan tanah. Menyisakan puing-puing bebatuan. Orang-orang berlarian ke sana ke mari. Lupa dengan anak, lupa dengan istri, lupa dengan suami. Apalagi harta. Aku, seorang bocah sedang kebingungan. Tertabrak orang sana-sini yang panik harus kemana. Kemana Ayah dan Ibu? Mereka hilang.

BRUUK!

Suara dentuman bangunan yang bersentuhan dengan tanah sangat kuat. Tanah-tanah retak, orang-orang pada berteriak histeris.

"Ibuu ..." suara teriakanku tenggelam di tengah-tengah teriakan manusia dan dentuman-dentuman bencana alam

Berlari tanpa alas kaki mendekati suara benturan tadi. Melihat seorang wanita paruh baya tergeletak tak berdaya di bawah reruntuhan, darah segar mengalir dari sana. Air mata mulai menetes kemudian menangis sejadi-jadinya.

"Ibuu ..." lirihku sembari menarik tubuh ibu dengan badanku yang kecil

"Farhan! Kamu tak apa?"

"A-ayah, ayah ... Ibu ... ibu."

Ayah segerah menoleh ke arah wanita yang sedang kutarik.

"Marni!"

Ayah segera membantu menarik ibu dari bebatuan yang menindihnya. Getaran masih saja berlanjut, tiada henti. Aku masih terisak. Luka-luka di tubuhku tak separah luka di hati melihat ibu tak berdaya digendongan ayah.

"Farhan, di sini tidak aman. Ayo kita pergi ke tempat yang lebih aman," ajak Ayah yang menggendong Ibu. Matanya sembab, Ayah menangis dalam diam. Aku hanya mengikuti langkah Ayah di sampingnya. Memegangi baju biru lusuh Ayah.

Mayat-mayat pada tergeletak sana sini. Hewan-hewan ternak berlarian, banyak juga yang mati. Darah menggenang di mana-mana. Kenapa? Kenapa ini terjadi? Pertanyaan-pertanyaan muncul di mindaku.

"FARHAN AWAAS!" Ayah melepas Ibu dari gendongannya. Lalu mendorong tubuh ringkih ini ke depan dengan keras. Terpelanting cukup jauh, sakit.

DEBUUM!

"AYAAH!" teriakku histeris melihat tubuh Ayah dan Ibu tertimpa bangunan yang runtuh. Aku berlari kecil menuju Ayah.

"JANGAN KEMARI, FARHAN! BAHAYA! PERGI SANA MENGGIKUTI ORANG-ORANG YANG MENYELAMATKAN DIRI. PERGI FARHAN!" langkahku terhenti. Air mata yang belum kering tadi masih melekat ditambah air mata baru.

"Ayaah ..."

"Pergilah, Farhan. Jadilah anak yang berguna." Ayah tersenyum melihatku dari kejauhan, senyum yang memilukan bagiku.

DEBUUM!

"AYAAH!"

Tubuh ringkihku terhenyuh melihat tubuh Ayah dan Ibu tenggelam ditimpa sisa bangunan tadi. Hilang lenyap di depan mata. Ayah, Ibu, aku mencintai kalian. Maafkan aku, maafkan aku. Aku berlari meninggalkan Ayah dan Ibu, mengikuti perintah Ayah. Kenapa alam begitu kejam?

Guncangan masih saja mendera. Orang-orang berjalan oleng menyeimbangkan tubuh masing-masing. Begitu pula aku, kadang sesekali terjatuh dan terinjak kaki-kaki besar mereka. Aku tak mengeluh. Aku pasti bisa! Kalau kedua orang tuaku mati, aku harus tetap hidup. Walau sebatang kara.

Getaran berhenti, menyisakan sebagian orang-orang yang masih bernyawa, banyak juga yang terluka. Menyisakan puing-puing reruntuhan. Sekarang tiada lagi yang bisa dibanggakan. Rumah mewah, harta, anak, istri, suami, bahkan orang tuaku. Semua lenyap. Alam, apakah kau puas?

Kami yang tersisa menuju posko yang telah di sediakan. Aku sangat berterima kasih pada orang-orang yang mau membantu kami di sini, yang mau meluangkan sebagian hartanya untuk kami. Setelah sampai. Orang-orang pada bernafas lega. Tidak denganku, rasanya masih ada sisa reruntuhan yang mengganjal di hati. Orang tuaku, mereka telah tiada. Meninggalkanku dalam kesendirian, dalam ketakutan, dan dalam kesepian. Kenapa ini terjadi? Oh, mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang. Kini, aku memulai hidup baru tanpa orang tua. Ya, sebatang kara. Dan aku tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, atau mungkin menyusul kedua orang tuaku.

Pangkalan Bun, 10 Agustus 2018

Yuhuu ... author dapat inspirasi dari lagu Berita Kepada Kawan dan gempa bumi di Lombok itu. Jadi lah cermin (cerita mini) di atas. Cermin ini udah author ikutkan event.

Bye
Salam manja dari author😘

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang