PART 17

301 21 3
                                    

Afgan POV

Hari ini jadwalku untuk kembali ke Jakarta. Ini merupakan hari yang kutunggu tunggu dari kemarin, seandainya hari ini masih bisa indah, seandainya.

Aku pulang dengan kacau. Rasa bersalah ditambah takut. Takut bila ini menjadi pertemuan untuk terakhir kalinya, takut semua hal indah itu terhenti sampai disini. Rasanya aku hanya bisa mengutuk diriku sendiri.

Tolong hargai Kakak, Ocha. Tapi mana mungkin, kakak tahu rasa sakitmu sekarang. Aku egois, ingin dimengerti tanpa mengerti halusnya perasaanmu.
.
.
.
Tuk.. Tuk.. Tuk
Suara ketukan pintu ruangan kerjaku yang sempat membuat kaget.

Afgan: Masuk

Aku melihat dia dihadapanku. Ini tidak seperti biasanya, bukanlah Ocha yang aku kenal.

Rossa: Kak

Ia memanggilku dengan suara bergetar. Aku bisa merasakan isak hatinya saat ini. Mengertilah Cha, hatiku pun menjerit sekarang, dengan melihat mata sembabmu dan hati pilumu.

Afgan: Cha.. Ocha, kakak bisa jelasin
Rossa: Gak perlu kak! Gak perlu! Semua udah jelas kan?!
Afgan: Iya Ocha, tapi....
Rossa: Anda pikir saya percaya sama penjelasan palsu anda?! Apa maksudnya, apa maksud dari semua janji janji anda, ucapan manis anda, dan semua yang udah anda beri ke saya ha?! Sudah puaskah menyakiti hati saya?!

Sepertinya ia sudah benar benar kecewa. Bahasanya berubah, seperti tak penah mengenalku.

Rossa: Jangan cari saya lagi

Ia meletakkan sebuah amplop polos di mejaku. Setelah kubuka, ternyata isinya surat resign. Tolong, jangan seperti ini jalannya.

Afgan: Engga Cha. Jangan pergi dari kakak, tetaplah disini
Rossa: Terserah. Yang jelas saya tidak akan mengunjungi tempat ini lagi!
Afgan: Jangan Cha, kakak mohon. Tunggu kakak Cha, kakak akan kembali bersama senja, bersama janji janji kita dulu

Rossa tidak mempedulikanku. Ia malah berlalu begitu saja. Dan untungnya langkahku cepat, sehingga aku bisa menahan tangannya.

Afgan: Kakak cuma mau kamu nunggu Cha, tolong jangan pergi, dengerin penjelasan kakak dulu

Aku memeluk erat tubuh mungilnya. Izinkan aku dapat memeluk seperti ini selamanya Cha. Bisakah waktu berhenti disini saja? Tidak. Nyatanya ia mendorong tubuhku hingga terjatuh.

Rossa: Berbahagialah, jangan cari aku lagi
.
.
.
Malamku terasa hampa. Sekarang tak ada lagi wajah gemasmu, tak ada lagi notifikasi pesan darimu, dan takkan pernah aku mendengar lagi suara merdunya.

Andai saja aku tidak mengiyakan keinginan mama dan papa saat itu, mungkin sekarang aku takkan terjebak dalam keadaan ini. Sungguh menyiksa, ini terlalu rumit. Hatinya terlalu lembut untuk dilukai. Keberadaanmu terlalu nyaman bagiku.

Tetaplah menjadi Ochaku, yang selalu indah seperti senja.

Laras: Gan
Afgan: Hm?
Laras: Lagi apa sih, malem malem gini di balkon.. Masuk dong, aku mau bobo
Afgan: Tidur aja sana
Laras: Ih baby kok kamu gitu sih?? Istri mau tidur bukannya ditemenin
Afgan: Harus banget ditemenin?
Laras: Aaahhh sayang kamu gitu deh, aku bilangin mama lho!
Afgan: Bisa gak sih gak usah dikit dikit ngadu?!
Cup

Laras mencium pipi kananku. Ah, aku tidak suka sebenarnya. Bisakah aku keluar dari ikatan ini saja?

Laras: Kamu kenapa sih sekarang jadi kayak gini? Gara gara si anak genit itu?
Afgan: Ngomong apa sih?
Laras: Itu kamu ngapain pake nyimpen foto foto si Ocha anak kecil yang kayak tante tante genit itu?!
Afgan: Diam!! Kamu gak perlu tau dia siapa, bukan urusan kamu
Laras: Lah? Aku ini istri kamu Gan
Afgan: Masuk. Tidur. Aku banyak kerjaan

Cafe MandarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang