"Cha, kakak udah di depan" ujar seorang lelaki berkaca mata yang sembari memberhentikan mobilnya di depan sebuah gedung. Ia segera mematikan handphone nya, dan sesosok wanita melambaikan tangannya disana "Halo kak" kemudian tersenyum manis. Setelah keduanya masuk ke mobil, Afgan melajukannya dengan kecepatan rata rata. "Kak, kita mau kemana?" gadis itu bertanya dengan lucunya, karena wajahnya sangat berseri saat ini, entah karena apa. Sedangkan Afgan membalasnya dengan senyuman "Nanti Ocha juga tau".
.
.
Mungkin tempat ini yang pernah menjadi saksi kebahagiaan mereka kala itu, meski semuanya berujung semu, dan kebahagiaan yang sebenarnya barulah terasa sekarang. "Do you remember, baby?" Afgan menggenggam tangan mungil di sampingnya itu. Rossa terlihat sedang membaca suasana, dan mungkin semua kejadian lampau yang mereka alami bertebaran begitu saja, "Yes kak. I really miss this place." matanya mengeluarkan binar yang khas bagi Afgan "Ocha gak sabar pengen masuk".Nuansa warna dan tata letaknya masih sama seperti dua tahun yang lalu, hanya beberapa bagian saja yang melakukan renovasi. Afgan mengajak Rossa menuju tempatnya dahulu, ketika ia masih menjadi seorang owner disini. "Selamat siang, ada yang bisa..." ujar Dheri, sang kakak perempuan Afgan yang usianya berbeda empat tahun, dan ucapannya tadi terpotong saat melihat mereka yang kini ada di hadapannya "Eh Agan Ocha, tumben kalian kesini. Sini duduk" ia mempersilahkannya dengan sangat 'welcome'. Kali ini Dheri yang antusias bertanya pada mereka, seperti sedang mewawancarai "Kalian kesini mau nostalgia yaa" "Oh iya, kalian tuh jadiannya kapan sih?" "Terus gimana kalian bisa ketemu?" dan masih banyak lagi.
Setelah membicarakan beberapa topik, rasanya ini sudah masuk jam makan siang, dan mereka butuh asupan satu porsi makanan. Hmm, ternyata menu hidangannya pun tak banyak berubah "Kak, inget gak dulu kita pesen ini satu piring berdua?" mereka berdua tertawa lepas "Iya inget, jaman kamu masih centil dan kayak abg labil". Rossa terus mengingatnya, dan ia berfikir se-centil itukah dirinya dulu? Se-bawel itukah? Apa sekarang masih? Ya, mungkin masih namun tidak terlalu 'parah'. Afgan kembali mengambil tangan gadis kebanggaannya itu "Gimanapun sikap kamu, tapi tetep kamu yang paling bisa bikin kakak nyaman, Cha" ia tersenyum "I love you" dua insan yang saling tersenyum disana "Too". Tak lama Rossa izin ke toilet sebentar, dan katanya mau touch up.
"Kak Dhei" terlihat ada keseriusan pada nada pembicaraan Afgan kali ini. "Ya? Ada apa?" Dheri masih heran. Afgan menghela nafas "Kemarin aku bicara soal Ocha ke mama" raut wajahnya tambah jelas, ia pasti sedang kecewa "Mama gak setuju, kak". Suasana tak seindah beberapa menit yang lalu, apa yang terjadi? "Kok kamu tiba tiba bicarain Ocha ke mama?" sepertinya Dheri sedang menyelidiki sesuatu dari adiknya itu. "Aku.. Aku ingin segera menikahinya kak. Sekarang dia sedang benar benar berjuang untuk masa depannya, dan aku ingin membantunya, mungkin harus dengan cara ini" Afgan membuka semuanya kepada Dheri "Terus kenapa mama bisa gak setuju gitu ya?" ia hanya menggeleng. "Apa tujuan kamu menikah hanya sekedar ingin membantunya?" sepertinya Dheri sangat serius sekarang "Lalu, ketika bantuanmu sudah cukup untuknya, ikatan janji kalian akan dibawa kemana?" ia mulai menghujani Afgan dengan segala pertanyaan yang harus terjawab dengan tegas dari hatinya. Padahal, bukan itu yang Afgan maksud, bukan pernikahan seperti itu, jauh dari itu. "Ya kalau cuma itu tujuan kamu, sampai kapanpun mama tidak akan setuju" ujar Dheri dengan tegas.
Sepasang mata ada disana, mata Rossa. Ya, ia mendengar pembicaraan mereka yang cukup panjang itu. Dan mereka tidak menyadari keberadaan Rossa disana. "Kak" tatapannya semu, bibirnya seakan membeku karena tak mampu mengucap kata apapun saat ini. "Eh Ocha, sini." Afgan bersandiwara seolah baik baik saja, tidak ada apa apa apa "Makanan kita sudah datang. Ayo sini, kau sudah lapar bukan?" ia terus berusaha menetralkan suasana. "Kalian, maaf banget nih aku duluan ya ke ruangan, mau cek data konsumen karena bakal ada promo" Dheri langsung pamit undur diri, bukan dibuat buat, melainkan memang benar benar ada tugas.
"Kenapa sih gak pernah jujur sama Ocha?" matanya menatap Afgan yang sedang mematung di hadapannya "Apa kakak gak percaya sama Ocha?" ia masih belum mampu berkata kata "Ocha ikhlas kehilangan kakak kalau kayak gitu ceritanya" Rossa langsung berbicara to the point. Afgan mengibas rambutnya dengan kasar "Cha, kakak bisa jelasin" ujarnya dengan lembut. Namun Rossa terlanjur kecewa dan emosi dengan semua ini "Gak perlu kak. Udah jelas kan hubungan kita gak direstui". Andai Rossa tahu apa isi hati Afgan sekarang, andai saja. "Cha, kakak tetap akan berjuang, perjuangin cinta kita. Kakak janji" ia mencium lembut kening Rossa yang perlahan air matanya menetes "Jangan nangis ya, sini peluk kakak kalau sedih" ia menyeka air mata itu, namun tangannya dicekal oleh Rossa "Kalau kakak korbanin mama dengan alasan memperjuangkan cinta kita, langkah yang kakak ambil salah besar" ia terus berbicara setegar mungkin "Orang tua bukan untuk dikorbankan kak. Lebih baik Ocha yang mundur. Cukup kak, kita sampai disini aja".
Hai hai hai. Seminggu nih author gak update. Gimana nih, kangen gak? Hehehe. Oh iya izin bertanya ya, lebih suka gaya penulisan seperti part ini atau seperti part part selanjutnya? Tulis jawaban kalian di komen yaa. Happu reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe Mandarin
Fanfic"Kamu yakin mau nerima aku? Aku yang rese, nyebelin, cerewet, galak, dan gak bisa diem kayak gini? Apa gak ada cewek lain?"