👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-3 | Perbuatan Yang Diharamkan (bagian 1)
------------------------------*PERBUATAN YANG DIHARAMKAN BAGIAN 01*
Para ikhwan & akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu Wa Ta'āla,
Hadits ini mencangkup beberapa perkara yang diharamkan dalam syari'at.
· PERTAMA: Durhaka kepada para ibu
Dikhususkan penyebutan "ibu" disini karena:
⑴ Keagungan ibu.
Kita tahu bahwa durhaka kepada ayah pun dosa besar. Ayah memiliki banyak jasa terhadap anak, dialah yang telah bersusah payah (membanting tulang) dan mencari rizqi, bahkan harus bergadang, dibawah terik matahari, mengeluarkan keringat, terkadang harus menahan malu demi untuk bisa mencari rizqi dan menafkahi istrinya & juga anaknya.
Durhaka kepada ayah adalah dosa besar tetapi durhaka kepada ibu lebih besar lagi dosanya.
Dalam satu hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ
Ada seorang laki-laki bertanya: "Wahai Rasūlullāh, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik?"
Rasūlullāh shallallāhu mengatakan : "Ibumu."
Kemudian dia bertanya lagi: "Kemudian siapa?"
Rasulullāh mengatakan: "Ibumu."
Kemudian dia bertanya lagi (untuk yang ke-3 kali): "Kemudian siapa?"
Rasulullah mengatakan : "Ibumu."
Kemudian bertanya lagi: "Siapa setelah itu?"
Rasulullah mengatakan: "Ayahmu."
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan ibu sampai tiga kali & ayah yang keempat menunjukkan bahwasanya bakti kepada ibu harus lebih daripada kepada ayah.
Dikhususkan juga penyebutan para ibu, karena :
⑵ Ayah biasanya memiliki kekuatan dan haibah (kedudukan sehingga anak takut kepada ayah).
Berbeda dengan ibu.
Ibu wanita lemah yang terkadang lemah lembut, penuh dengan perasaan sehingga anak-anak biasanya lebih berani membentak ibunya, lebih berani untuk membangkang terhadap ibunya.
Oleh karenanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengkhususkan penyebutan para ibu karena melihat kondisi lemahnya para ibu.
Para ikhwan & akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu Wa Ta'āla,
Jika kita perhatikan ibu, maka luar biasa jasa yang telah diberikan ibu kita kepada kita dan kita tidak mungkin kita untuk membalasnya jasa ibu.
Betapapun kita berbuat baik, memberikan harta dan waktu sebanyak apapun yang kita berikan kepada ibu maka tetap saja kita tidak bisa membalas jasa ibu.
Oleh karenanya, seorang yang cerdas hendaknya dia mencari pahala yang sebesar-besarnya yaitu dengan membuat senang hati ibunya.
Ingatlah ibunya telah merasakan penuh kesulitan, sebagaimana firman Allāh Subhānahu Wa Ta'āla:
أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
"Ibunya telah mengandungnya dalam kondisi lemah yang bertambah-tambah."
(Luqmān 14)Setiap saat semakin bertambah rasa sakit yang dirasakannya.
Saat mengandung, ibu tidak sembarang makanan bisa masuk ke dalam mulutnya karena senantiasa muntah, terkadang ibu harus makan yang dia tidak sukai demi kesehatan & kebaikan sang janin.
Maka ibu bersusah payah demi kebaikan kita saat kita masih dalam perut.
Kemudian semakin besar perutnya semakin sulit yang ibu rasakan sampai akhirnya diujung tatkala ibu bertarung dengan kematian tatkala melahirkan kita.
Sungguh para ibu tatkala akan melahirkan anak-anak nya, maka mereka sedang berada di depan pintu kematian.
Betapa banyak para ibu yang meninggal dunia tatkala melahirkan anaknya.
Namun yang mereka rindukan adalah agar anak-anak mereka bisa lahir dengan penuh selamat. Dan setelah anak-anak lahirpun sang ibu bersusah payah merawat anak.
Para ikhwan & akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu Wa Ta'āla,
Banyak diantara kita yang telah menikah & memiliki anak-anak, kita bisa tahu bagaimana repotnya istri kita tatkala mengandung & mengurus anak-anak kita.
Itulah seperti ibu kita yang dahulu mengurus kita.
Bayangkan, betapa sulit yang dirasakan oleh istri-istri kita tatkala merawat anak-anak kita.
Seorang ibu luar biasa, misal memiliki lebih dari 5 orang anak atau lebih namun ibu mampu mengayomi seluruh anak-anaknya.
Namun yang menyedihkan terkadang, anak-anak yang misal jumlahnya 10 tapi tidak bisa mengayomi ibu mereka yang cuma satu.
Ini menunjukkan bahwasanya kasih sayang seorang ibu kepada anak-anak benar-benar merupakan kasih sayang yang luar biasa.
Oleh karena itu, durhaka kepada ibu merupakan dosa besar.
Seorang yang CERDAS adalah orang yang ingin mencari pahala sebanyak-banyaknya.
Diantara pintu surga yang paling besar adalah dengan berbakti kepada ibu.Seorang salaf bernama Muhammad Ibnul Al Munkadir mengatakan :
"Saya bermalam sambil memijit kaki ibu saya sementara saudara kandung saya bermalam sambil shalat malam (semalam suntuk). Saya tidak mau pahala saya ditukar dengan pahala saudaraku."
Lihatlah, bagaimana seorang salaf ini mengerti betul bahwasanya menyenangkan hati seorang ibu pahalanya besar sehingga dia mengatakan :
"Saudara saya shalat malam tetapi perbuatan saya memijat kaki ibu saya lebih saya sukai daripada pahala shalat malam."
Maka berusahalah kita memberi senyuman kepada ibu kita sebagaimana ibu kita tersenyum, bahagia dan bangga tatkala melihat kita dan disebut nama kita.
Sebagaimana perkataan seorang penyair:
رِضَاؤُكِ سِرَّ تَوْفِيْقِي
"Keridhaan mu, wahai Ibunda, merupakan rahasia sukses yang aku peroleh."
Oleh karena seseorang berusaha untuk membahagiakan ibunya maka Allāh akan mudahkan bagi dia segala urusan.
Lihat hadits yang pernah kita bahas yaitu bahwasanya :
"Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah silaturrahim."
Apa lagi yang kita sambung silaturrahim adalah ibu kita?
Dialah puncak dari silaturrahim.
Maka seseorang yang membahagiakan ibunya maka akan dibukakan rizkinya selebar-lebarnya dan dipanjangkan umurnya oleh Allāh Subhānahu Wa Ta'āla.
Demikianlah, kita lanjutkan perkara yang diharamkan yang ke-2 pada pertemuan berikutnya.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
kitab jami' bulughul maram
EspiritualKita akan memasuki pembahasan Kitābul Jāmi' yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh Al Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh yang beliau letakkan di akhir pembahasan dari Kitab Bulūghul Marām Min Adillatil Ahkām.