👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 1)
~~~~~~~~~~~~KEUTAMAAN SILATURRAHĪM (BAGIAN 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول اللهIkhwan dan akhwat, kita masuk dalam bab yang baru yaitu bab "Al-Birr wa Ash-Shilah" (berbuat kebaikan dan menyambung silaturahmi)
Sebelum kita membahas hadits-hadits yang berkaitan dengan silaturahmi, ada perkara yang perlu diingatkan.
● PERKARA PERTAMA
Banyak orang yang salah menggunakan istilah yaitu menggantikan istilah ziarah dengan silaturahmi.
Seperti tatkala seorang hendak mengunjungi saudara, teman atau ustadznya, dia mengatakan:
"Kita silaturahmi kepada ustadz."
"Kita silaturahmi ke rumah teman."
Padahal itu maknanya bukan silaturahmi.Silaturahmi adalah menyambung kekerabatan, padahal kita dengan teman atau ustadz tidak ada hubungan kekerabatan.
Yang benar adalah kita menziarahi ustadz atau menziarahi teman.
Kenapa demikian?
Karena Allāh dan syari'at membedakan antara "silaturahmi" (menyambung kekerabatan) dan "ziyāratul ikhwān" (mengunjungi teman).
Antara silaturahmi dengan ziarah berbeda, pahalanya juga berbeda, masing-masing memiliki kedudukan.
Akan tetapi silaturahmi memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada sekedar ziarah.
Istilah ini yang sering beredar di tanah air kita yaitu mengganti istilah ziarah dengan silaturahim, padahal ini adalah salah dan harus kita perbaiki.
Silaturahmi mendatangkan pahala-pahala yang istimewa sebagaimana nanti akan dijelaskan dalam bab ini.
Di antara pahala silaturahmi, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ الله بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ
ِ
"Dan orang-orang yang mereka menyambung apa yang diperintahkan oleh Allāh untuk menyambungnya (yaitu silaturahmi)."
(QS Ar-Ra'du : 21)Setelah menyebutkan beberapa amalan, lalu Allāh mengatakan:
أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
"Bagi mereka kesudahan (tempat tinggal) yang terbaik."
(QS Ar-Ra'du : 22)جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا
"(yaitu bagi mereka) Surga-surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya (surga-surga tersebut)."
(QS Ar-Ra'du : 23)Ini menunjukkan bahwasanya silaturahmi merupakan salah satu amalan yang luar biasa yang menyebabkan seorang bisa masuk surga.
Dan terlalu banyak hadits yang berkaitan dengan keutamaan silaturahmi, bagaimana keutamaan menyambung silaturahmi dengan ibu, ayah, bibi, dan kerabat-kerabat lain secara umum.
Oleh karenanya jangan disamakan antara silaturahmi dengan ziyārah ikhwan atau akhwat.
● PERKARA KEDUA
Apa makna ar-rahim (kerabat)? Kepada siapa kita harus bersilaturahmi ?
Kalau kita perhatikan, yang namanya kerabat yaitu yang kita silaturahmikan.
Dan kerabat bisa kita klasifikasikan menjadi tiga :
⑴ Kerabat dari azhār (keluarga istri)
Misal: ipar, mertua dan lain-lain.⑵ Kerabat dari sepersusuan
Misal: saudara sepersusuan, kakak sepersusuan, ibu sepersusuan, adik sepersusuan, ayah sepersusuan dan lain-lain.⑶ Kerabat dari nasab, yaitu yang punya hubungan darah.
Misal: saudara satu kakek, saudara satu ayah dan lainnya.MANA DIANTARA TIGA INI YANG KITA HARUS BERSILATURAHMI ?
● ( Pertama )
Adapun menyambung (berbuat baik) kepada kerabat istri maka tidak dinamakan dengan silaturahmi.Tetapi kita dianjurkan berbuat baik secara umum kepada manusia terlebih lagi yang punya hubungan dengan kita, meskipun bukan hubungan rahim, seperti kakak istri, adik istri, mertua.
Namun, kita berbuat baik kepada mereka bukan termasuk (dinamakan) silaturahmi.
Tidak dikatakan berbuat baik kepada ipar kita dinamakan silaturahmi, tidak, tetapi silaturahim dari sisi istri kita (istri kita yang bersilaturahmi).
Tapi dari kita bukan silaturahmi tetapi kita dikatakan berbuat baik kepada orang yang dekat dengan kita.
Kalau kita berbuat baik kepada mertua maka secara zatnya tidak dikatakan silaturahmi, tetapi mudah-mudahan kita mendapat pahala silaturahmi karena kita membantu istri kita untuk bersilaturahmi dengan ayah dan ibunya.
Kita sendiri terhadap mertua atau ipar tidak dikatakan silaturahmi karena asalnya bukan dari rahim atau darah yang sama.
● (PERKARA KEDUA)
Kemudian, yang berkenaan dengan saudara sepersususan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعَ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.”
(HR Bukhari dan Muslim)⇒ Yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam maksudkan dalam hadits ini adalah yang berkaitan dengan pernikahan, yaitu yang menjadi mahram karena nasab (hubungan darah).
Demikian juga sepersusuan juga bisa menjadikan kemahraman.
Akan tetapi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam TIDAK mengatakan,
يَجِبُ مِنَ الرَّضَاعَ مَا يَجِبُ مِنَ النَّسَبِ
"Yang wajib berlaku pada nasab juga berlaku pada sepersusuan."
Seandainya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata demikian, berarti kita wajib juga bersilaturahmi kepada saudara sepersusuan, akan tetapi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengatakan demikian.
Maka ini juga kembali kepada hukum umum yaitu kita berusaha berbuat baik kepada seluruh manusia, terlebih lagi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan sepersususan dengan kita.
Namun dia bukan termasuk dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menyambung silaturahim, karena tadi asalnya rahim adalah satu rahim.
Oleh karenanya yang dimaksud dengan SILATURAHMI ADALAH MENYAMBUNG HUBUNGAN KARENA NASAB ATAU DARAH.
In syā Allāh akan kita jelaskan lebih lanjut pada halaqah berikutnya.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
kitab jami' bulughul maram
SpiritüelKita akan memasuki pembahasan Kitābul Jāmi' yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh Al Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh yang beliau letakkan di akhir pembahasan dari Kitab Bulūghul Marām Min Adillatil Ahkām.