Halo! Aletheia di sini, pemilik akun Kinudang_B selaku penulis "I, Who Should've Been Dead Last Night" dan menulis dari sisi Nina.
Baik, demi merayakan masuknya Nina ke dalam Longlist Wattys 2018--serta permintaan maaf karena rilisnya harus diundur--maka dibuatlah bab bonus ini!
Oke jadi bab ini adalah bab bonus wawancara antara kami berdua tentang "Dawson Pass Project"!
N: Nina
S: Sylicate
C: Connor
A: AleN: "Halo! Sebelum ke pertanyaan utama soal Dawson Pass Project, gimana perasaannya waktu tahu 310 Gram Worth masuk Longlist?"
S: "Mengagetkan sih, ahahaha, bener-bener gak kepikiran cerita bakal masuk. Namun aku sangat bersyukur, hal ini benar-benar mendongkrak semangatku untuk terus menulis. Sayangnya karena sekarang tahun terakhir aku di SMA, banyak waktu yang tersita untuk mengerjakan hobi terbaik ini."
N: "Yah, Kuharap aku bisa bertemu dengan siapapun inisial yang ada di prolognya. Oke, dari kalian berdua nih, siapa yang punya ide duluan menggarap cerita kami?"
S: "Sepertinya Ale sih, kalau tidak salah. Kalau diperhatikan ia tipe orang yang serba spontan, tetapi memiliki ketelitian yang tinggi... walau kenyataannya tidak amat-amat. Hanya orang yang suka memberi detil sesuatu. Duh, kok malah ngomongin dia, tapi memang dia yang mulai, sih."
N: "Sekalian, ceritakan dong waktu pertama kali A mengajakmu bergabung di proyek ini."
S: "Dia ngajak jadi dua begini karena lihat proyek CEO orang lain, haha, aku kudu ubek-ubek chat untuk jawab pertanyaan ini eh. Memori jangka panjangku gak bagus. Dia kayak, 'Roti, bikin proyek M/T bareng yuk.' Terus aku kayak, 'Kuy.' Yah, udah. Kita pun mulai banyak diskusi tentang itu."
N: "Oke, lalu, apa yang melatarbelakangi Connor tumbuh ... yah kau tahu, dia lebih tinggi sekitar dua puluh lima hingga tiga puluh sentimeter dariku, artinya, sangat tinggi."
S: "E-eh, apa? Astaga, maaf mataku menatap getaran tanganku terus--gen dari ayah kandungnya yang membuat Connor sebesar itu. Jangan salahkan aku, salahkan ibunya yang suka nganu dengan banyak lelaki. Peace out!"
N: "Bagaimana kesan dan pesan menggarap cerita dari sisi Connor?"
S: "Kau tahu apa? Menyenangkan. Baru di sini aku bisa kasih sebutir dua butir soal pembunuh berantai. Cerita ini terinspirasi dari seorang pembunuh berantai asal Barat, tidak perlu disebutkan namanya. Dan menulis karakter di bawah tekanan dan penuh kesengsaraan bukan sesuatu yang asing bagiku. Aku harus buat hal seperti ini lebih sering."
N: "Apa yang tersulit menulis dari 'I, Who Should've Screamed Last Night'? Dan apa maksud judul itu?"
S: "Soal sulit mungkin waktu pekerjaannya, eh? Aku bukan penulis cepat dan tepat seperti Ale, memangnya aku kereta peluru? /Heh. Oh, dan aku kaget ternyata Ale benar-benar tipe orang sayang anak sehingga dia bisa memperpanjang waktu bersama mereka hingga... yah, ceritanya... tergolong lama, itu kata dia sendiri, loh ya. Karena aku tipe orang yang lancar nulis tanpa plot dan suka asal ubrak-abrik karakter hingga nemuin ending, aku perlu beradaptasi, and it's wort it.
"Artinya... rahasia~!"
N: "Deskripsikan proyek ini dalam tiga kata!"
S: "Aduh, up lagi /Bukan. Ini saja: Lesu-Tegang-Ngenakin, ahahahaha--"
C: "Kau menjijikkan."
S: "Jangan banyak omong, sudah wawancarai saja orang itu
Kasihan dia nunggu di pojokan karena kamu gak punya etika ketika menghadapi orang lain, Con."C: "Ck, sialan.... Yo, ini pertama kalinya aku bertemu denganmu, salam kenal. Jadi, apa alasanmu hendak membuat kolaborasi gelap ini? Dan kenapa partnernya orang yang membuatku?"
A: "Halo, sejujurnya aku agak gugup, kau sangat tinggi sekali bahkan saat duduk di depanku, tinggimu masih bisa terlihat. Alasan membuat kolaborasi gelap? Hmm ... karena, begini, genre misteri adalah satu-satunya dalam sub genre horor yang belum pernah kubuat. Maksudku, misteri yang tokoh utamanya berada dalam sebuah kasus dan ... yah, karena aku tidak cukup pintar, jadi aku tidak membuat tokoh utama detektif di sini. Lalu, alasanku berkolaborasi adalah, karena aku tahu Sylicate sangat ahli dalam cerita-cerita gelap seperti ini! Dan ternyata iya, berkolaborasi dengan dia manjur buat bikin aku terus nulis pada sesuatu yang aku tidak bisa--kurasa ini sudah menjawab pertanyaan kedua.
C: "Oke, sebenarnya ada yang agak kubingungkan. Apa alasanmu membuat Nina seperti... anu, itu? Hanya untuk keperluan cerita, atau ada hal lain?"
A: "Anu yang mana? Seperti "itu" yang "itu" kah? Kalau itu yang dimaksud maka akan kujelaskan sembari cerita berjalan, yang artinya ... rahasia! Kalau "itu" yang dimaksud adalah karena Nina sering sakau dan butuh obat karena sesekali aku pengin menulis dari sisi orang yang punya delusif dan ketergantungan, tentu saja ini akan mendukung plot di mana ada sati bagian yang--ups, rahasia!"
C: "Bagaimana rasanya menulis dari sisi gadis rapuh setengah sinting yang terus bergetar tanpa henti? Pecandu pula."
A: "Itu seru, serius, hahahah! Kadang aku harus berpikir tentang sesuatu yang bikin aku kedinginan setengah mati, sehingga aku bisa ikut bergetar dalam menulis Nina. Lalu, kadang aku harus ikut memiliki suicidal thoughts--yang jangan ditiru--untuk menjiwai karakter Nina yang bodo amat dengan hidupnya yang berantakan."
C: "Hm... here's an interesting question, lebih pilih Nina atau Dolores untuk dijadikan pacar? Jawab sejujur-jujurnya. Dan kau tidak boleh menjawab ibuku."
A: "Yang benar saja, Bung! Ibumu terlihat menarik, loh! Hmm, sepertinya aku pilih Nina. Kau tahu, pacaran dengan Nina mungkin mengasyikkan, aku akan membantunya lepas dari obat-obatan, memberikan komedi tunggal dua puluh empat jam seminggu, dan lain sebagainya! Dolores, kurasa dia dijadikan teman nonton konser saja sudah bagus. "
C: "... Oke, baik. Lanjut ke pertanyaan selanjutnya... kalau tidak salah ini pertama kalinya Anda menulis cerita misteri, ya? Apakah ada kendala-kendala baru yang dihadapi?"
A: "Conny, kenapa tiba-tiba kau menjadi formal? Kendala-kendalanya adalah pace yang tidak terbiasa aku pakai, sampai suatu saat aku merasa cerita menjadi sangat lambat. Kedua, aku harus tetap menutup mulut sembari meletakkan kata kunci untuk menggiring pembaca masuk ke permainanku. Kurasa itu."
C: "Ah, dan yang paling penting, bagaimana rasanya ketika ceritamu ini masuk Long List Wattys?"
A: "Aku ... kaget, haha! Bung, maksudku bayangkan, kau baru saja bangun tidur dengan mata sangat minimalis dan kesadaranmu belum pulih jadi kau kaget dengan separuh linglung dan baru bisa tertawa lepas sepuluh menit kemudian karena kau benar-benar kaget! I, Who Should've Been Dead Last Night masuk long list adalah sesuatu yang unpredictable buatku."
C: "Haha, pertanyaan terakhir, coba jelaskan Nina hanya dengan satu kalimat! Ini bukannya aku mau tahu soal Nina, ya. Sebutkan saja!"
A: "Huh, dasar Tsundere. Hmm, coba aku pikirkan. Kurasa, begini, 'Nina adalah gadis pecandu yang patur dikasihani.' Ingat itu, Con, kau harus mengasihani Nina!"
Halo, dengan Syl di sini! Aku di sini sebagai penulis cerita I, Who Should've Scream Last Night. Aku menulis dari sisi Connor di sini.
Kami amat sangat berterima kasih atas dukungan kalian untuk Connor dan Nina. Karena tanpa kalian, tidak mungkin kedua cerita ini mencapai titik yang telah disinggahi sekarang.
Sekian dari kami, jangan lupa untuk datang Jumat atau Sabtu nanti! Semoga hari kalian menyenangkan~
[Nina, Connor, Ale, dan Syl melambaikan tangan ke pembaca.]
KAMU SEDANG MEMBACA
I, Who Should've Screamed Last Night [tamat]
Mystery / ThrillerSeharusnya Connor berteriak malam itu, memberi tahu semua orang bahwa ia memiliki jawaban dari teka-teki yang dicari-cari. Namun ia bungkam, menyimpan teriakan itu dan menyakiti dirinya sendiri. Ibunya tidak seperti yang lain, dan Connor tidak dapat...