XVI

195 60 2
                                    

Seharusnya proses singkat itu berjalan dengan lancar.

Tubuh pemuda itu sudah mati rasa ketika pintu bawah tanah akhirnya dibuka. Lututnya sudah menyentuh dada, dan napasnya terdengar rapuh. Ketika sepatu hak wanita itu menginjak sneakers-nya, Connor hanya terdiam.

... Haruskah ia diam?

Haruskah ia diam ketika menatap mayat lelaki itu dimasukkan ke dalam karung? Haruskah ia diam ketika membawa mayat itu di tengah malam yang sepi?

Haruskah ia mempertanyakan ini semua?

Almisal jika Connor menyerahkan mayat ini ke polisi, ia pasti akan kena getah ibunya pula. Ia tidak ingin mendekam di penjara. Rumah sakit jiwa? Boleh-boleh saja. Penjara hanya akan membuatnya semakin gila.

Salju yang berjatuhan menumpuk di sisi-sisi jalan raya. Udara dingin membuat otaknya tidak dapat lagi bekerja. Ia bersyukur tidak ada embusan angin malam itu. Jika iya, telinganya hanya akan menjadi pajangan.

Pemuda itu memasuki hutan Dawson Pass dari titik yang sama dengan sebelum-belumnya. Hutan selalu terlihat sama seperti sebelum-sebelumnya. Ranting-ranting dengan dedauan kecil nan tajam, bahkan di matanya yang kabur melihat segala hal. Hutan sudah bukan lagi tempat yang mengerikan baginya. Setidaknya, sejak ayahnya sering mengajaknya ke sana.

Ia mendengkus. Ayah? Ia terlalu percaya diri untuk memanggil orang itu dengan nama yang begitu penting di kehidupan tiap orang.

... Ia tidak penting, 'kan?

Connor mengembuskan napas berat. Kakinya yang jenjang menembus salju yang menyebabkan celananya basah. Ia tidak mengeluhkan rasa dinginnya, ia tahu orang yang ia bawa sekarang sudah merasakan hal yang jauh lebih dingin dibanding kakinya.

Itu membuatnya berpikir. Apakah surga tempat yang hangat, atau dingin?

Dan tak lama setelah ia berhenti sejenak untuk berpikir, tiba-tiba saja sesuatu mencegatnya dari belakang, membalut tubuhnya dengan sepasang lengan kecil yang gesit. Ia meronta, berusaha untuk melepaskan pelukannya dengan tangan masih berusaha menahan mayat dalam karung yang ia bawa.

Hanya dengan sedikit gerakan, sosok itu terjatuh. Connor tidak dapat melihat wajahnya, ia hanya dapat melihat rambut seorang gadis yang....

....

Gadis yang seharusnya sudah tidur sebelum larut malam, menjaga dirinya dari getaran tak terduga yang timbul karena otaknya sendiri, dan seharusnya berada di sekolah besok, duduk dengan wajah menyedihkan tak jauh dari mejanya.

Seharusnya proses singkat ini berjalan lancar, tetapi kehadiran Nina Carsson memaksanya untuk memukul seorang gais agar rahasianya tidak terbongkar.

Kini ia merasa bahwa ia seorang penjahat.

Padahal ini bukan salahnya, 'kan? Itu yang ia pikirkan hingga bokongnya sudah menyentuh kasur dingin kamarnya.

Sepulangnya ia tidak dapat menemukan ibunya di rumah. Di dapur, kamar mandi, bahkan kamar tidurnya. Sebenarnya ia merasa bodoh menggunakan kakinya yang sudah nyaris patah kelelahan untuk mencari wanita yang bisa saja mencekiknya ketika ia tidur.

Ia melalui malam yang berjalan cepat itu dengan tidur tanpa busana. Ia terlalu malas untuk mengganti pakaiannya, tetapi ia merasa sangat kotor setelah apa yang ia lakukan. Ia mengunci pintu, tenang saja. Ibunya tidak pernah melihatnya tidur telanjang di kamar.

... Ya, 'kan?

Oke, itu tidak pasti. Yang pasti, Connor terbangun pukul sembilan pagi karena ponselnya kehabisan daya dan tidak ada alarm untuk membangunkannya.

Ia beranjak dari kasur, melakukan sedikit peregangan, baru mandi. Setelahnya ia langsung mengecas ponselnya, mengecek semua hal yang telah ia lewatkan.

HalfBloodElf: Kenapa @9-FreeMe belum online juga?

Connor mengerjapkan matanya beberapa kali. Ah, seharusnya ia membicarakan korban selanjutnya, bukan?

Pemuda itu menatap jam di pojok kanan atas ponselnya. Pukul sepuluh, dan ia seharusnya berada di sekolah, mengejarkan sesuatu agar otaknya bekerja dengan efektif dan bukannya tidur-tiduran dengan rambut yang masih basah di atas kasur.

Ia harus melakukan sesuatu.

Bagaimana jika....

Lelaki itu berjalan menuju meja belajarnya, menyalakan laptopnya yang mulai berdebu. Dalam beberapa menit, layar benda itu dipenuhi cahaya biru, kemudian menampilkan wallpaper gelap yang menampilkan kehampaan. Ia membuka situs iso-avant dari sana, lalu mengetikkan nama pengguna 9-FreeMe di kolom pencarian.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan selama beberapa jam terakhir.

Ia mengecilkan situs itu, tertawa kecil pada dirinya sendiri.

"When in doubt, use brute force."

---

Cukup singkat, dan jujur saja aku butuh lebih banyak riset tentang hacking :(

I, Who Should've Screamed Last Night [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang