IV

279 82 14
                                    

Suara melengking teko menghantam kasar gendang telinga Connor. Otomatis ia menggeram pelan, terpaksa meninggalkan sofa yang sudah ia jadikan kasur sementara. Ia letakkan ponsel genggamnya di meja kopi, berdiri dan merenggangkan badan, dan akhirnya mendapati dirinya menuang air panas ke dalam mug berisi bubuk kopi.

Saat itu pukul 02.00, dan ia memilih untuk tidak tidur karena takut bayang-bayang mayat wanita yang sudah membusuk memeluknya di dunia mimpi.

Beberapa jam yang lalu ia berjalan sendiri di tengah hutan pinus--walau ia tidak merasa sendirian. Setelah ia membuang "paket" khusus ibunya, ia berjalan santai ke kompleks rumahnya. Kepalanya terus membolak-balik untaian kata penenang seperti semuanya akan baik-baik saja, tidak ada yang melihatmu, bahkan kau dan ibu sialanmu aman saat ini.

Ia sudah menyerahkan takdirnya pada pria yang paling menyayanginya di muka bumi. Tidak, ia pasrah. Wajah datar Connor tidak sesemrawut isi kepalanya sekarang. Gerakannya kaku, beberapa kali tersandung tepi lantai kayu yang mencuat keluar. Namun wajahnya berkata seakan-akan ia tidak mengalami apa-apa selama dua tahun terakhir.

Yah, ia menganggapnya begitu.

Diletakkannya kopi di tepi meja, membiarkan aromanya berenang-renang di udara hingga membuat sang pemuda terus terjaga. Ia ambil lagi ponselnya, lanjut membaca artikel The Chessboard Killer. Diyakini telah membunuh 49 orang, tetapi mengaku telah merenggut enam puluh nyawa dan menyerang tiga orang; 63 totalnya. Pas dengan jumlah kotak yang ada di papan catur. Ia kebanyakan menarget orang-orang yang tidak memiliki rumah, menawarkannya--

Sebuah notif baru menghalangi artikel yang ia baca.

Dawson Pass: Mayat Ditemukan di Tengah Hutan

Ibu jarinya mengetuk notif itu, mengatarnya ke halaman berita. Judul panjang, ia lewati. Gambar ilustrasi garis kuning polisi juga ia lewati. Setelah melewati beberapa omong kosong tentang hutan pinus di Dawson Pass, pandangannya menangkap apa yang ia cari.

Mayat tersebut ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Korban yang diduga berinisial ED ini terlihat memiliki sayatan-sayatan tipis di sekitar lengan dan kaki, sayatan dalam dari antara dada hingga perut, dan bibir yang tersayat acak.

"Sial." Connor terduduk tegak di sofa, tegang. Ia buka situs iso-avant.net, sudah masuk top trending. Ia mengetik kata mayat di kolom pencarian. Sudah sekitar seratus text post dibuat. Sepertinya notifikasi tadi datang terlambat ke ponselnya.

ShutX: Kenapa masih ada saja manusia-manusia tak berhati yang menyebar foto-foto seperti itu? Memuakkan, dia salah satu dari kita! Tidak bisakah kalian punya sedikit saja rasa hormat?!    #SitusIniKacau #Mayat #DeCussoMoment...

Clodomire: Sekali lagi foto itu mampir ke linimasaku, kukutuk tempat ini.    #Mayat #KalianBiadab #DeCussoMoment

TedTeddyTedTedd: Berhenti menggunakan tagar DeCusso, kita belum punya informasi pasti.
    ⤷  LauVius: Seorang pengguna dari pihak kepolisian sudah membeberkan infonya.    #Boom #Mayat #DeCusso #ItuNyata

AnonymousTracker: Aku akan meninggalkan ini di sini, lalu tidur. Bye.
    ⤷  AiluroPhiliess: Adam Pichler adalah seorang teman, seorang suami, bahkan seorang ayah. Hari itu mungkin saja sudah berjalan dengan menyenangkan. Namun bagaimana jika buruk? Adam sang ayah belum lagi datang ke rumah selama beberapa hari, istrinya sudah menangis dan mengunci diri sejak dua hari yang lalu dan anaknya hanya tidur di kamarnya, sendirian. Umurnya sepuluh tahun, dan ia tidak tahu apa yang menimpa...read more    #HonestCampaign #Korban #BrokenHome #Bullying...

MaddoxRG :Ini foto yang kalian semua cari. Sama-sama.
    ⤷  6scary8me: Eva DeCusso, 40 tahun, lebam dan luka tipis di sekujur tubuh. Sayatan dalam dari tengah payudara hingga ke bawah pusar. Bibir disayat hingga tidak beraturan. Di temukan ketika tubuh sudah agak tertimbun salju, tidak berbusana, mata terbuka menampilkan hanya bagian putihnya. Foto diambil di rumah sakit setempat. Eva meninggalkan suami dan anaknya yang masih berusia remaja.

Di sana terlampir foto wanita itu. Satu menampilkan wajahnya, mata sudah tertutup. Rambut pirang wanita itu tidak beraturan. Ia tidak terlihat bahagia, maupun sedih. Wajahnya datar, bibirnya benar-benar membutakan ekspresi wajahnya. Terlihat jelas tubuhnya diletakkan di atas kasur, mungkin meja putih. Connor tidak terlalu memperhatikannya. Ia hanya merenung selama beberapa saat seraya menatap wajah itu.

Foto kedua, tubuhnya. Terlihat kain putih yang disingkap, orang yang memotretnya terlihat seakan-akan tidak izin terlebih dahulu untuk mengambilnya. Menggelikan. Orang-orang melihat tubuhnya, orang-orang yang mungkin saja mengenalnya sebagai orang dekat, bahkan orang asing.

"Eva DeCusso...." Connor membuka situs pencarian, mengetik nama wanita itu.

Wanita itu dinyatakan menghilang sejak  tiga bulan lebih. Namun semuanya bernada kalimat tanya: Di mana dia? Apakah ia lari? Adanya kekerasan dalam rumah tangga? Anak yang tidak bisa diatur?

Ia mengkaji beberapa berita mengenai hilangnya wanita itu. Anaknya menanyakan ayahnya, dan tidak terjawab berapa kali pun. Ia akhirnya menelepon polisi. Anak itu berkata ibunya tidak dapat dihubungi selama tiga hari, walau ia tahu wanita itu tengah menginap dan bekerja di sisi lain kota. Rekan kerja wanita itu tidak melihatnya sejak malam kedua wanita itu menginap.

... Connor tahu apa yang terjadi. Ibunya.

Pemuda itu menggulir halamannya ke bawah, mencari-cari informasi lain. Wanita itu tidak memiliki sesuatu yang mencolok--kecuali berita kehilangannya itu. Yang muncul hanya akun-akun media sosialnya. Lelaki itu membuka salah satunya. Deretan foto dan status bermunculan. DeCusso terlihat seperti wanita yang hangat. Ia sering mengucapkan selamat pagi, memotret masakan-masakannya bahkan dirinya yang tengah memasak.

Kebanyakan komentar dari semua status itu merupakan harapan dan doa-doa agar ia kembali dengan selamat. Berkebalikan sekali dengan apa yang terjadi sekarang.

Connor menatap jam yang tampil di pojok kanan atas ponselnya. Pukul 2:15. Ia yakin beberapa jam lagi orang-orang sok tahu itu akan berkoar-koar, membagikan prediksi-prediksi yang akan melenceng jauh dari kebenaran. Mereka menghabiskan waktunya untuk hal-hal tidak berguna, mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan para polisi dan detektif di kota ini.

Connor sampai sekarang ragu ada yang becus dalam pekerjaannya di Dawson Pass, di dunia maya ataupun dunia nyata.

Sesuatu menyentak isi kepalanya, membuatnya berpikir sekali lagi. Ia kembali ke halaman utama, membaca ulang semua berita ditemukannya mayat dan post-post yang ada. Matanya memicing selama beberapa saat, berusaha untuk berfokus.

Namun nihil.

Ia kembali ke iso-avant, mengetikkan pertanyaan yang mulai menggaruk kulitnya dengan kasar.

Deviarty: Siapa yang menemukan mayat Eva DeCusso?

---

Bonus round karena bab ini pendek: Who is the chessboard killer?

Alexander Yuryevich Pichushkin, seorang pria kelahiran Rusia pada tahun '74 juga dikenal sebagai The Chessboard Killer dan The Bitsa Park Maniac.

Saat kecil, ia tergolong anak yang aktif dan dapat berbaur. Namun ia pernah terjatuh ketika bermain ayunan, dan dahinya membentur ayunan yang mengayun kembali padanya. Sejak itu ia menjadi anak "kasar" dan impulsif.

Untuk selanjutnya bisa dibaca di wikipedia, search aja namanya. Lumayan menarik untuk nambah itu UWU

Semoga kalian menyukai bab ini, aku agak bingung gimana cara nulis isi iso-avant. Mau bagaimanapun juga, semoga malam kalian menyenangkan~

I, Who Should've Screamed Last Night [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang