Sikut pemuda itu masih terasa perih, terlihat dari lekuk bibirnya yang kaku di malam dingin itu. Tangan kirinya membawa sebuah kotak hitam, lumayan berat. Urat nadi lengan pemuda itu dapat terlihat dari dekat.
Kotak itu tidak berharga sama sekali.
Isinya yang dicari orang-orang.
Perjalanan panjangnya membuahkan hasil yang cukup manis, sepasang elkton yang masih lengkap di hard case-nya. Ia tahu Rozer akan membayarnya dengan uang yang bergulung, tetapi pemuda itu belum merasa puas.
Ia menyelinap ke dalam rumah kosong itu dari jendela lantai dua. Rozer bilang pemilik rumah itu sedang ada urusan di lain negara, dan sepasang mata pria mata duitan itu terus memperhatikan senapan yang ia inginkan--kliennya inginkan.
Itu mengapa ia merasa segalanya terasa begitu mudah. Ia hanya perlu memaksa kaca jendela itu terbuka, menendang kamar yang ia masuki hingga kuncinya kamar anak satu-satunya terbuka, lalu mendobrak kamar pintu orang tuanya.
Memang butuh kode empat angka untuk membuka gembok laci di dalam lemari kayu ruangan itu. Ia cukup memberi tekanan pada lekukannya, lalu memulai prosesnya dari angka paling kanan. Ia terus memutar angkanya hingga angka tiga tersangkut dan lebih sulit untuk diputar dibanding sebelumnya. Lalu ia berlanjut ke angka di sebelah kirinya, tersangkut di angka terus begitu hingga terbentuk deretan angka 3333. Bukan pemilihan angka yang bagus, kalau boleh dibilang.
Connor membuka laci itu, mengambil kotak senapannya dalam keadaan gelap. Ia tidak ingin menyalakan lampu, takut seseorang dapat melihatnya dari luar.
Sebenarnya, agak konyol ada orang dewasa yang mengunci lemarinya dengan gembok seperti itu, dengan kabel yang melilitnya... bukankah ia orang kaya? Entah, yang pasti Connor sudah mengubah kodenya agar si pemilik tidak dapat lagi membukanya.
Caranya? Internet. Connor mempelajari semua hal yang harus ia ketahui di sana.
Ia harus mencari rumah yang aman, tidak sangat aman. Ia masih memegang benda berharga di tangannya. Sebuah rumah aman, yang mungkin saja isinya orang-orang lemas yang bisa Connor pukul sekali untuk menonaktifkannya, ha.
Pemuda itu tertawa kecil membayangkannya. Yah, seperti rumah itu, yang kini ia lewati. Terdengar dentum musik keras dari dalamnya, walau sebagian besar lampu dalam rumah itu kosong. Mungkin pemiliknya sedang sakaw di ruang bawah tanah.
Connor melirik ke arah kotak pos rumah itu. DeCusso.
... Serius?
Connor mendekati rumah itu, sedikit menyeret kakinya ketika tebal salju di bawahnya menebal. Ia merasa dirinya kecil di depan rumah itu, rumah bernuansa gelap yang tak terlihat sedikitpun detilnya di mata Connor.
Lelaki itu mengambil sebuah jepitan rambut ibunya dari kantung celana. Dengan waktu yang tidak sebentar, ia berhasil membuka pintu itu tanpa suara. Mungkin suara derit pintu seharusnya teredam oleh musik di bawah tanah, tetapi Connor tetap harus berjaga-jaga.
Tidak banyak lampu dinyalakan. Hanya ruang tengah yang sepi perabotan dan ramai oleh bungkus plastik makanan cepat saji, juga tangga menuju bawah tanah dengan pintu terbuka.
Dolores sepertinya sedang menikmati masa mudanya dengan menjadi sampah di tengah masyarakat.
Connor tidak ingin berlama, ia hanya ingin tahu beberapa hal tentang Eva dan anak angkatnya itu. Ia melembutkan langkah-langkahnya, menaiki tangga hingga mencapai lantai dua. Awalnya ia melihat pintu dengan banyak sticker tertempel kata-kata bersifat mengusir atau kasar (Menjauh, atau kubunuh kau).
Itu yang membuat Connor membobol ruangan itu duluan.
Ia menyalakan lampu, langsung disambut dengan pemandangan tidak rapi yang... kalau boleh jujur, kamar Connor lebih rapi dibanding ini. Connor bahkan memandang bagian pakaian wanita yang seharusnya tidak ia lihat.
Pemuda itu menghampiri sesuatu yang seperti meja belajar, melihat tumpukan buku-buku yang sepertinya jarang sekali disentuh... kecuali satu buku itu, buku dengan sampul kulit cokelat kemerahan yang terletak di bagian paling atas tumpukan buku paket dan tulis sekolah.
Ia mengambilnya, membuka halaman pertama, dan langsung menemukan tulisan Dolores yang berukuran besar dan menukik tiap hurufnya.
Ia tahu ia tidak memiliki banyak waktu, ia hanya membuka beberapa lembarnya saja. Ia mengambil ponselnya, lalu memotret halaman-halaman dengan jumlah kata yang jauh lebih padat dibanding halaman-halaman lainnya. Kebanyakan halaman juga diisi dengan coret-coretan aneh yang terkadang membentuk sesuatu. Seperti wajah, sesekali gambar tumbuhan... kebanyakan wajah dengan panca indra yang tak tentu.
Jantungnya berhenti berdetak ketika suara musik punk rock di bawah berhenti.
Ia mengembalikan buku tadi ke tempatnya semula, mengembalikan semua barang yang ia sempat sentuh, lalu melangkah pelan ke pintu.
Tepat saat pintu itu terbuka.
Untungnya Dolores tidak membukanya begitu lebar. Ia hanya membukanya tidak lebih dari 60°, menguarkan aroma tubuhnya yang bercampur keringat, lalu melangkah turun. Connor dapat mendengarnya dengan jelas, langkah cepat gadis itu terdengar keras seperti dentuman lagu yang ia dengar.
Setelah beberapa menit yang hening, Connor baru memberanikan diri untuk keluar dari kamar. Tidak ada suara, benar-benar hening. Bahkan lorong lantai dua yang seharusnya gadis itu lalui terlihat gelap. Gadis itu entah benar-benar ingin berhemat atau memang terlalu malas untuk membuat dirinya sendiri nyaman.
Connor berakhir membawa beberapa informasi di jurnal Dolores, membiarkan gadis itu di kamar mandi lantai bawah sendirian, tak lupa mengambil hasil curiannya yang ia letakkan di ruang tamu. Jika Dolores merupakan orang yang teliti, seharusnya ia sadar ada bekas persegi rata di atas karpet kecil ruang tamunya. Namun setelah mengetahui betapa "bintangnya" gaya hidup Dolores, ia tidak peduli.
Tujuan selanjutnya: Rozer, lalu mungkin mengintip apa saja yang terjadi di iso-avant malam ini.
---
Note: cara mengubah kode gembok berangka.
1. Set angka-angka dalam keadaan benar sehingga gembok dapat dibuka
2. Turunkan lekuk gembok di luar lubangnya, paksa saja
3. Ubah urutan angka sesuai dengan kehendak
4. Angkat lekuk gembok seraya menahan deretan angka agar tidak berubah posisi
5. Sekarang gembokmu memiliki kode baru agar dapat dibuka :)
KAMU SEDANG MEMBACA
I, Who Should've Screamed Last Night [tamat]
Mystery / ThrillerSeharusnya Connor berteriak malam itu, memberi tahu semua orang bahwa ia memiliki jawaban dari teka-teki yang dicari-cari. Namun ia bungkam, menyimpan teriakan itu dan menyakiti dirinya sendiri. Ibunya tidak seperti yang lain, dan Connor tidak dapat...