Tiga bulan kemudian.
10 Januari 2018
Musim penghujan telah tiba,
semua terasa sangat tak berarti. Semenjak kepergian Teddy ke London, Rayya merasa hidupnya benar-benar tak berwarna. Ditambah lagi pernikahan yang sebenarnya memang ia inginkan karena rasa sayang, terpaksa harus dibatalkan. Semua pihak terpukul atas kenekatan Teddy. Tapi yasudah, mau digimanakan lagi? Rayya hanya pasrah.
Rayya tak mampu mencegah, karena memang itulah takdirnya. Jalan cerita hidup Rayya sudah seperti ini.Kini ia melewati hari-harinya tanpa seorang kekasih. Bahkan Rayya yang terkenal playgirl kini julukan itu tak lagi melekat pada jati dirinya.
Rayya menghela napas gusar, ia lelah harus berada dalam ambang kehancuran. Menyesali perbuatan yang membawa keburukan baginya. Kini kakinya berjalan menyusuri suatu tempat, dimana dulu Teddy membawanya kemari. Ombak yang bergulung, angin yang semilir, kini terasa hampa bagi Rayya. Ia menyesal, kenapa baru sekarang menyadari jika ia memang mencintai pria itu.
Tak ada lagi kabar-kabaran, tak ada lagi senyum Teddy, tak ada lagi candaan menggoda pria itu. Semua seolah hilang di telan waktu.Rayya melirik jam yang ada di tangan kirinya, pukul menunjukkan jika hari sudah mulai malam. Bahkan Rayya masih ingin melihat sunset. Meskipun ia sudah sejauh matahari dengan Teddy, tapi setidaknya hatinya sedekat nadi.
Pukul 19.00 wib, Rayya memutuskan untuk kembali. Entah kembali kemana, yang penting ia bisa melupakan pria itu sejenak. Selama tiga bulan ini, hari-harinya hampa, ia hanya akan terus-terusan klabing dan menghambur-hamburkan uang bersama Mona. Karena Gea sahabatnya sudah menikah satu bulan yang lalu. Membuat Rayya semakin merasa kehilangan. Dan sekarang rasa rindu menyeruak menghampirinya. Rindu terbesarnya adalah jauh dari sahabat dan juga.. Teddy.
Driing..driingg..
"Apa nyet?"
Tanya Rayya saat mengangkat telepon Mona."Dimana lu? Gue dirumah lu nih."
"Ngapain onyet? Mana nggak bilang dulu."
"Ah elah lu dimana sih?!"
Teriak Mona setengah kessal.Rayya terkekeh.
"Ini lagi jalan balik.""Dari mana taik?"
"Ah gak penting buat lo tau. Wlek."
Tut.tut.tut.
Sambungan terputus. Rayya tertawa miris. Menutupi luka yang tersembunyi. Hanya satu-satunya sahabat yang ia punya, Mona. Sahabatnya itu selalu ada untuknya. Selalu menghiburnya.♡♡♡
"Rayyaaaaaaaaa!!!"
Pekik Mona dan cemberut seraya berjalan menghentak-hentakkan kaki.Rayua terkekeh melihat tingkah sahabtnya yang menyebalkan itu.
"Kenapa sih? Baru juga ditinggal bentar.""Lo dari mana? Masalahnya ini penting banget! Gue di sini nungguin lo satu jam dan itu nggak enak. Gue digigitin nyamhhhhm."
"Berisik tau nggak."
Sembari membungkam mulut Mona yang nerocos dengan kecepatan jet.Rayya pun masuk ke dalam rumah diikuti Mona.
"Ada masalah apa nyet?"
Rayya mulai kesal karena Mona cemberut terus.Mona memutar mata jengah.
"Lo itu emang ngeselin banget deh. Lo hari ini ada janji apa sama orang?"
Ucap Mona kesal.Rayya mengernyit dengan duduk di hadapan Mona.
Rayya mencoba berpikir.. dan terus berpikir. Sepertinya ia mulai pikun."Emang janji apaan sih?"
Mona terbelalak.
"Lo beneran nggak inget?!"
Tanyanya histeris.Rayya menggeleng dengan cepat.
Mona mendesah. Rayya benar-benar sudah pikun.
"Lo tinggal ngomong susah amat!"
Ketus Rayya.Mona menghela napas berat.
"Ray, hari ini lo udah janji sama seseorang akan suatu hal. Dan disini gue ngingetin lo karena lo waktu itu ngejadiin gue saksi.""Iya tapi apa?"
"Janji lo sama Teddy lo lupa?"
Rayya sontak langsung teringat. Matanya terbelalak. Ia tercekat.
Janjinya tiga bulan yang lalu saat Teddy akan meninggalkannya disaksikan oleh Mona. Astaga.. Rayya benar-benar lupa."Ayo ikut gue sekarang!"
Rayya menarik tangan Mona hingga sahabatnya terseret-seret."Ihh lo nggak bisa pelan dikit apa?"
"Nggak!"
Rayya melajukan mobilnya dengan kencang.
"Ray, pelan-pelan."
Nasihat Mona tak didengar.Pikiran Rayya melambung tinggi akan janjinya. Ia hendak akan membeli tiket dan menyusul Teddy ke London. Mungkin ini terdengar konyol, tapi memang itulah janjinya.
Teddy menarik koper tanpa menghiraukan keberadaan Rayya. Gadis itu tengah memohon hingga bersujud-sujud di kaki Teddy. Tapi tetap saja pria itu tak menggubris. Hingga akhirnya Rayya bangun dan mengucapkan janji di depan Teddy.
Teddy hanya diam dan menatap dingin Rayya. Hendak memberikan sapaan terakhir. Karena Teddy tak ingin kembali untuk Rayya.
"Ted, gue minta maaf. Gue sadar bahwa selama ini hal yang gue lakuin itu salah,"
Menghembuskan napas lelah. "Gue sadar, kalo gue ternyata sayang sama lo.""Terus?"
"Gue janji sama lo, gue bakal buktiin ke lo kalo gue emang beneran sayang sama lo."
"Apa pentingnya buat gue?"
"Itu penting, karena rasa sayang mengalahkan segalanya. Semua hal buruk yang ada di dalam pikiran gue itu benar-benar cuma bertahan sesaat."
Teddy mendengus.
"Tapi sorry, gue nggak cinta sama lo," kembali berjalan dan Rayya mencegahnya. "Minggir!"Rayya melirik Mona.
"Mon saksiin omongan gue ya."Mona mengangguk.
"Ted, gue janji akan buktiin rasa sayang gue. Apapun yang terjadi. Gue tau lo juga sayang sama gue. Tiga bulan yang akan datang nanti, tepatnya tanggal sepuluh Januari, gue bakal nemuin lo."
Rayya langsung memukul kemudinya dengan tangisan. Ia kesal sendiri. Bahkan sekarang ia melupakan ucapannya.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Jaim (COMPLETED)
Romance'Rayya' gadis dewasa pecinta brondong muda. Mahasisiwi semester akhir yang bakalan tua di kampus karna gak lulus-lulus. Bingung dengan pendidikannya yang gak jelas dan memilih untuk dinikahi saja. Masalah percintaan yang membuatnya hampir gila ditam...